Sabtu, 03 Desember 2011

Not to give up: Part 2

Kisah ini lanjutan dari sebelumnya.

Terkadang, saya merasa saya konyol. Emang iya kali ya?? Hehe.
Tapi yang kali ini, lebih parah dari kisah saya waktu minta ditemani pak satpam lewat kamar jenazah. Konyol yang ini, hampir membuat saya tidak lulus ujian dan tidak bisa ikut ujian logbook KKD.

Bagaimana ceritanya?

Jadi, menyambung postingan sebelumnya. Saya bingung, apa yang akan saya lakukan untuk 2 kloter ujian EKG terakhir? Mungkinkah saya harus berdiam diri, membiarkan teman-teman saya yang muslimah pasrah? Alias, saya juga pasrah?
Bukan enni namanya kalau pesimis. :)

Esoknya, hari Minggu. Saya bertemu dengan dua orang teman saya, saya berkunjung ke kosannya. Lalu saya ceritakan tentang kegalauan saya, yang hampir membuat saya insomnia, depresi, hingga air mata ngocor g karuan. Yang lebih membuat saya galau adalah, karena saya belum ada dalam dua kloter terakhir itu.

Saya minta pendapat mereka, apa menurut mereka diam dan berhenti itu keputusan yang terbaik? Saya masih ingin berjuang, teman. Maukah kalian mengusahakannya bersamaku? Saya akan patah semangat, kalau sendirian.

Akhirnya, kami bertiga memikirkan solusi yang bisa dilakukan dalam waktu singkat. Kurang dari 24jam.

Keputusan terakhir, kami akan membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh semua wakil teman dari 5 agama. Kira-kira isinya "Bahwa kami yang bertanda tangan di bawah ini, setuju dengan adanya pemisahan OP muslimah dan non muslimah atas dasar ini dan itu."

Surat yang saya buat dalam semalam. Lalu saya membagi tugas dengan teman saya yang dua orang tadi, untuk memforward sms ke wakil dari 18 kelompok diskusi, yang tugasnya adalah menginformasikan kepada teman2 di kelompoknya terkait tujuan hal ini. Dan kalau bersedia untuk berpartisipasi, silakan menandatangani lampiran yang ada di masing2 surat pernyataan tersebut.

Singkatnya, surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh 5 orang wakil akan difotokopi 18 rangkap, yang akan dibagikan ke wakil kelompok diskusi. Bersama dengan surat pernyataan, akan dilampirkan form persetujuan teman2 di masing2 kelompok. Kebetulan hari senin diskusi dari jam8-10. Jam 10 ujian EKG. Masih ada waktu pagi hari.

Saya harap2 cemas, sangat cemas. Gimana tidak? Kalau langkah saya ini salah, teman2 angkatan juga menanggung akibatnya. Terbayang wajah dokter2 itu.. Seraaaaam..

Dua orang teman saya itu yang akan mengeprint surat, lalu saya akan fotokopi. Sejak semalam, tergambar dalam pikiran saya, saya diskusi jam8, tak ada kuliah pagi.
Sesampainya di kampus, jam 7, saya langsung menuju parasit, duduk di depan lab menunggu dua orang teman saya tersebut. Saya deg-degan, karena tak punya banyak waktu. Tapi berusaha tetap terlihat tenang dan bersahaja (hehe).
Sudah setengah jam berlalu, sms saya tak dibalas. Saya jadi khawatir ada apa2.
Yang anehnya lagi, kok parasit masih sepi sekali, padahal biasanya jam segini sudah ramai siap2 mau diskusi jam8.
15 menit kemudian, seorang teman datang. He shocked me!

"Lhoh en, bolos kuliah ya?"
"Lhoh, emang ada kuliah ya?"
"Adaaa, kalo gue emang bolos. Males dateng pagi2."
"Hwaaa, aku g ada niatan bolos, tapi g liat jadwaaal. Kirain masuk jam8."
"Ya ampun. Dari kapan di sini?"
"Jam 7."
"Hahahaha" -____-

Itu kejadian konyol di pagi hari. Lalu jam 8 tepat, parasit mulai ramai, teman2 yang usai kuliah. Heboh lah mereka.
"En, ke mana tadi g keliatan?"
"Enni tadi di mana?"
"Enni bolos ya?"
Hiks. Itu kali kedua atau ketiga saya bolos kuliah di semester 4. (saya jarang bolos lhoh)

Lalu datanglah teman yang saya nanti2 itu.
"Gimana? Udah diprint suratnya?"
"Udah en, tapi belum difotokopi. Maaf ya, tadi g bales sms krn baru kuliah."
Jeng jeng jeng, hampir terisak. Jam sekian, fasil diskusi sudah lengkap di ruang diskusi masing2. Masak saya mau cabut lagi...
Bismillah.
Akhirnya saya diskusi. Saya hanya bisa pasrah, rencana semalam pupus sudah. Tak mungkin lagi saya dapat tanda tangan, tak mungkin lagi saya berjuang dalam waktu yang singkat ini. Saya merasa buntu ya Allah. Haruskah saya diam saja? Tak adakah yang bisa saya usahakan?

Terkadang saya memang merasa sulit untuk percaya pada orang lain, tapi saya selalu berusaha untuk percaya. Karena ketika saya menganggap saya bisa menyelesaikan semuanya sendiri, itu artinya saya egois dan tak menghargai orang lain. Percayalah, ini hanya karena salah paham.

Saya tak tenang, selama diskusi saya banyak diam. Saya berpikir, apa lagi yang bisa saya lakukan??
Diskusi selesai jam sembilan lima belas. Teman-teman sekelompok masih ngobrol ini itu seusai diskusi. Saya ga kuaaat.
Diajak bicara saya cuma senyum. Ditanya saya bilang g ada apa2.

Akhirnya mereka bertanya, "Enni kenapa?"
Saya langsung kabur dari ruang diskusi, setengah lari. Ya Robbi, kenapa air mata ini tak bisa ditahan lagi. Tanpa sadar, kaki saya melangkah menuju mushola. Mungkin karena di sana saya merasa Allah lebih dekat. :')

Saya dengar, teman saya masih memanggil2, "Enni, enni...!"
Dua orang dari mereka menyusul langkah saya.
Saya terduduk di depan mushola, diapit oleh dua orang yang menyusul tersebut.
Menahan tangis, menghapus bekas air mata yang jatuh di jalan.

"Enni kenapa?"
"Ga ada apa2.."
"Ga en, enni harus cerita."
Meledak dalam hening.

"Aku ga tau lagi harus gimana. Aku g mau pasrah, aku tau aku masih bisa berbuat sesuatu. Tak peduli, teman2 akan pikir aku kurang kerjaan. Tapi selama ini untuk kebaikan, aku akan perjuangkan."
"Iya enn, kita setuju, kita semua pasti akan bantu."
Saat itu, saya memang sedang sulit berpikir jernih.

Hingga akhirnya ada yang mengusulkan.
"Gini aja en, sekarang kan surat pernyataannya udah ada. Form tanda tangan teman2 juga ada. Mending sekarang kita minta tanda tangan ke lima orang itu trus minta tanda tangan ke temen2 yang se-kloter ujian sama enni."
Yap, karena mendesak, jadi hanya persetujuan teman2 satu kloter yang sangat diperlukan.
Akhirnya kami mulai bergerak, dibantu dua orang teman saya yang turut merumuskan ide semalam.

Meskipun banyak pertanyaan, tapi semua teman2 paham, dan sangat mendukung. Responnya sangat positif.
Bahkan Ketua Angkatan saya sangat mendukung.
"Gimana En? Mana yang harus gue tandatangani? Semangat ya! Pokoknya kalo ada apa2, atau ada masalah, langsung hubungi gue."

Alhamdulillah sudah sebagian teman menandatangani form sederhana tersebut. Setidaknya, kalau kejadian muslimah menjadi OP non muslimah lagi, saya punya bukti persetujuan untuk menolak.
Bahkan beberapa teman yang muslimah menanyakan.
"En gimana ni? Aku takut."
"Tenang, aku udah punya ini."

Menginjak jam 10, dua orang teman baik saya pergi, karena harus kkd di tempat lain.
Saya khawatir bukan main. Saya cemas. Saya mencemaskan teman-teman saya. Kalau apa yang saya bayangkan terjadi pada saya, saya tegas akan menolak. Tapi bagaimana kalau terjadi pada teman saya yang mereka segan menolak atau terlalu bertoleransi?

Saya bersama 27 orang teman saya (4 kelompok untuk satu kloter) dikarantina di dalam lab parasit. Ujian diadakan di skill lab parasit, dipanggil secara acak 4 orang 4 orang.
Yang lain sibuk belajar, mengulang teori pemasangan EKG. Saya masih berjuang meminta teman2 yang belum mengisi form untuk mengisi.

Ya Allah, mungkin mereka heran liat saya ya. Kenapa saya sebegitu kekeuh nya melakukan hal semacam ini? :'(

Teman-teman perempuan berkumpul di ujung, yang laki2 di ujung lainnya. Saya di tengahnya, ditemani beberapa teman yang berusaha meyakinkan dan menenangkan.

Sejauh ini, masih baik2 saja. Empat orang dipanggil, lalu dipanggil lagi, dan lagi. Belum kejadian. Kalau sampai kejadian, saya sudah pesan ke mereka, langsung bilang ke saya.

Jujur, pikiran saya kacau saat itu. Impuls nya konslet.
Hingga saat dipanggil nama saya. Enninurmita Hazrudia. Sejak masuk ke lorong ruang skill lab, Bu Frida sudah ngetag saya. Dari jauh beliau melambai menyuruh saya masuk ke ruang yang beliau jaga.
Tapi eh tapi, kaget bukan main waktu itu, setelah saya melihat seorang teman saya yang non muslim ada di dalam. Pintu pun ditutup oleh Bu Frida. Saya semakin kaget.
Tak bisa berpikir lagi, di dalam saya akan jadi OP atau jadi PEMERIKSA ya??
Saya terus berpikir, saya akan jadi OP. Spontan saya berkata,
"Bu Frida, saya mau tuker boleh?"
"Tuker ke mana? Gak papa, di sini aja sama ibu ya."
"Tapi bu, saya maunya sama yang muslim."
"Kenapa? Di sini kan ada ibu, gak papa. Nanti dibantuin."
"Bukan bu, saya maunya sama yang muslim aja."

Bu Frida keluar, membuka pintu ruang sebelah. Tapi karena teman di sebelah sudah membuka ba*u-nya, terpaksa saya tak bisa pindah.
"Yang di sebelah udah mulai, kamu ga bisa pindah."
"Tapi bu, saya mau pindah aja. Saya ga bisa di sini bu."
"Udah gak papa ya. Kalo g mau, nanti malah ga ujian."

Heboh di luar.

Bapak2 yang manggil giliran, "Kenapa bu?"
Bu Frida, "Ini g mau ujian. Panggil satu orang lagi pak."
Saya, "Saya mau ujian bu, tapi maunya sama yang muslim aja."
"Ga bisa, udah kamu buat surat pernyataan aja g mau ikut ujian. Kalo udah, bilang ke ibu biar ditanda tangani. Trus kamu ngadep ke kodik faal. Nanti kasusnya kayak temen kamu yang satu itu, g usah ujian aja."
(Kodik Faal?? Jeng jeng??)

"Tapi bu, saya mau ujian bu."
"Tapi tadi ga mau."
"Udah kamu keluar aja kalo gitu."
"Nanti saya dipanggil lagi ya bu?"
"Engga, udah g usah ujian aja, buat suratnya ya."

Teman saya yang menggantikan datang.

"Kamu masuk dulu ya."
"Bu Frida, kalau bu Frida mau buktinya, saya ada surat pernyataan yang sudah dibuat dan isinya temen2 semua setuju kalo kita maunya dipisah yang muslimah sama non muslimah."
Bu Frida terdiam, tak tahu harus bicara apa saat saya menyodorkan surat yang sudah agak lecek tersebut.
"Udah kamu tunggu di luar aja sana."
"Baik bu."

Berharap akan dipanggil lagi, saya menuju ke dalam ruang karantina.
Teman-teman kaget.

"Enni kenapa? Kok balik lagi?"
"Iya, ga boleh ikut ujian."
"Kenapa? Tadi sama siapa?"
Lalu kuceritakan kalau aku kaget melihat sosok seseorang di dalam. Lalu tiba-tiba lupa, sebenarnya saya masuk jadi OP atau jadi PEMERIKSA.
Ternyata teman-teman yang tersisa juga lupa mereka jadi OP dulu atau jadi PEMERIKSA dulu. hehe.

Tapi mereka semua baik, berusaha menenangkan saya.
"Tenang en, pasti boleh ujian kok. Nanti kita bilangin sama-sama." (terharu)
"Iya, makasi ya."

Bapak pengabsen datang lagi, lalu saya tanya.
"Bapak, jadi saya boleh ikut ujian kan pak?"
"Kamu enni tadi ya?"
"Iya pak."
"Bentar ya, saya tanyakan ke Bu Frida lagi. Kamu tenang aja."
"Makasi ya pak."

Beberapa saat kemudian..
"Enni, kamu dipanggil bu Frida," kata Bapak tadi.
"Baik pak."
Bu Frida melambai-lambai dari luar, lalu saat sudah dekat, beliau bilang.
"Duduk di sini."
"Iya bu."
"Kamu nanti ujiannya sama ibu lagi ya. Tenang aja, kali ini OP nya muslim, ibu udah atur. Kamu g usah khawatir, ada ibu juga. Teman kamu berjilbab."
"Makasi banyak bu Frida."
"Iya. Nanti masuk ya, habis ini dipanggil."

Alhamdulillaaaah, tak terduga jawabannya...

Lalu saya dipanggil di putaran terakhir. Saya baru sadar. Ketika kita dipanggil masuk, itu saatnya kita jadi OP, lalu setelah kita memasang EKG pada teman kita, barulah giliran kita jadi OP teman kita selanjutnya. Begitu seterusnya.

Tapi alhamdulillah, karena kejadian di atas. Saya tidak menjadi OP, saya aman, karena saya menjadi urutan terakhir.
Selesai ujian, saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya pada bu Frida yang sudah sangat baik.

Ternyata, tanpa diketahui oleh siapapun, Bu Frida telah membuat urutan ulang ujian EKG, di mana yang non muslim dipisahkan dalam urutan tersendiri. Cuma karena fasil yang stand by di ruangan, manggilnya ngacak, jadi mahasiswa yang masuk juga ngacak.
Tanpa saya ketahui, Bu Frida memahami dan merancang semuanya.

Dan semakin saya sadari, Allah begitu baiknya. Merencanakan setiap skenario yang terbaik dan tepat pada waktunya. Ada hikmahnya.

Seusai ujian, teman-teman bilang.
"Enni, harusnya tadi kalo enni ikut ujian di awal juga gak papa ya. Kan enni bakalan meriksa dia bukan diperiksa."
"Iya ya. Tapi tadi baru konslet, ga kepikiran." hehe
"Ya udah, berarti sekarang aman ya semuanya. Lancar dan terkendali."
"Iya alhamdulillah, makasi ya temen2."
"Iya makasi juga enni."

Lalu seorang teman saya yang beragama Budha, memanggil saya.
"Enni, mau cerita."
"Kenapa?"
"Tadi aku meriksa dia." (dia --> muslimah)
"Oh gitu.. Tapi dia nya g apa2 kan?"
"Gak papa, diem aja. Aku tadi lupa enni, bener2 lupa di awal sampe pas udah meriksa. Aku baru inget, tadi udah tanda tangan di surat pernyataan kalo aku setuju. Gimana dong enni?"
"Ya udah gak papa Li, kan dia nya juga g bermasalah dengan itu."
"Tapi enni, aku jadi merasa berdosa. Aku dosa ga sih enni? Atau aku buat dia berdosa? Takut.."
"Engga kok Li, ya udah gak papa. InsyaAllah gak papa. Tenang aja."
"Tapi aku g tenang enni.. Maaf yaa.. Aku juga udah minta maaf kok ke dia.."
"Iya Li, g dosa kok. Kan tadi ga sadar, lupa.." hehe.
"Makasi enni."
"Iya, makasi juga yaa."
Saya salut dengan teman saya yang satu ini. Begitu toleransinya dia dengan Islam. :)

Seusai perjuangan panjang tersebut, teman2 bertanya.
"Enni gimana tadi?"
"Alhamdulillah. Konyol tapi bermakna." Hehe
Lalu saya ceritakan dari awal hingga akhir, pada semua yang bertanya. Teman, senior, junior.
Respon mereka, "Itu bukan kisah konyol en, tapi kisah haru."
Hwaaaa.. ^^

Berakhir sudah cerita Ujian KKD EKG. Kloter terakhir pun berjalan dengan baik, tapi tetap saja ada korban.
Sampai detik ini, beberapa bulan setelahnya, saya masih berpikir2. Perlukah isu ini naik ke BEM FKUI? Perlukah adanya advokasi formal dan legal yang menyertakan seluruh mahasiswa FKUI? Saya tak ingin, kejadian kucing-kucingan seperti ini terjadi tiap tahun.
Saya ingin, memang ada SOP yang jelas untuk mengatur dan mendasari hal-hal semacam ini.

Mungkin sederhana, tapi penting dan krusial. Kita bicarakan lebih lanjut, untuk perbaikan bersama.

Semangat junior2ku! Jangan menyerah. Kakak ada untuk kalian.

Dan terimakasih kepada teman-teman yang terlibat. Bersyukur mengenal kalian, berjuang bersama kalian. Subhaanallah. :)

Berubah bersama, bersama mengubah!!!



Sabtu, 05 November 2011

Kuserahkan Putriku Padamu

*Renungan untuk Para Suami

Saat pertama kali putri kecil kami terlahir di dunia, dia menjadi simbol kebahagiaan bagi kami, orang tuanya. Bahagia yang tiada tara kami rasakan karenanya. Kami menjaganya siang dan malam, sampai kami melupakan keadaan diri sendiri. Kami sadar, memang seharusnyalah seperti itu kewajiban orang tua.

Kami besarkan dia dengan segenap jiwa dan raga. Kami didik dengan semaksimal ilmu yang kami punya. Dan kami jaga dia dengan penuh kehati-hatian.

Dan waktupun berlalu... Dia kini telah menjadi sesosok gadis yang cantik. Betapa bangga kami memilikinya. Kami berpikir, betapa cepat waktu berlalu, dan terbersit dalam hati kami untuk tetap menahannnya disini. Bukan bermaksud meletakkan ego kami atas hidupnya, Namun sebagai orang tua, siapa yang dapat berpisah dari anaknya. Putri kesayangannnya.

Tapi,... Hari ini, akhirnya datang juga. Saat dimana kami harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik, yaitu gaun pengantinnya. Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa. Dan sesudah ijab kabul ini, kau lah kini yang menjadi penjaganya. Menggantikan kami. Mari ikatkan tanganmu kepadanya.

Waktu akhirnya memaksa kami berpisah dengannya. Walaupun kau adalah orang yang asing dan baru sebentar dikenalnya, sedangkan kami adalah orang tuanya yang telah mengorbankan semua yang kami punya untuknya. Namun, tak ada sama sekali kemarahan kami atas dirimu, menantuku. Namun ijinkan kami sedikit meluapkan kesedihan atas seorang putri kami yang harus jauh meninggalkan kami, karena harus mengikutimu. Kamipun tak akan protes kepadamu, karena mulai hari ini, dia harus mengutamakan kau diatas kami.
Tolong, jangan beratkan hatinya, karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu. Seperti hal nya anak yang ingin berbakti kepada orang tua, pun demikian dengannya. Kami tidak keberatan apabila harus sendiri, tanpa ada gadis kecil kami dulu yang selalu menemani dan menolong kami dimasa tua.
Kami menikahkanmu dengan anak gadis kami dan memberikan kepadamu dengan cuma- cuma, kami hanya memohon untuk dia selalu kau jaga dan kau bahagiakan.

Jangan sakiti hatinya, karena hal itu berarti pula akan menyakiti kami. Dia kami besarkan dengan segenap jiwa raga, untuk menjadi penopang harapan kami dimasa depan, untuk mengangkat kehormatan dan derajat kami. Namun kini kami harus menitipkannya kepadamu. Kami tidaklah keberatan, karena berarti terjagalah kehormatan putri kami.
Jika kau tak berkenan atas kekurangannya, ingatkanlah dia dengan cara yang baik, mohon jangan sakiti dia, sekali lagi, jangan sakiti dia.

Suatu saat dia menangis karena merasa kasihan dengan kami yang mulai menua, namun harus sendiri berdua disini, tanpa ada kehadirannya lagi. Tahukah engkau wahai menantuku, bahwa kau pun memiliki orang tua, pun dengan istrimu ini. Disaat kau perintahkan dia untuk menemani orang tuamu disana, pernahkah kau berpikir betapa luasnya hati istrimu? Dia mengorbankan egonya sendiri untuk tetap berada disamping orang tuamu, menjaga dan merawat mereka, sedang kami tahu betapa sedih dia karena dengan itu berarti orang tuanya sendiri, harus sendiri. Sama sekali tiada keluh kesah darinya tentang semua itu, karena semua adalah untuk menepati kewajibannya kepada Allah.

Dia mementingkan dirimu dan hanya bisa mengirim doa kepada kami dari jauh. Jujur, sedih hati kami saat jauh darinya. Namun apalah daya kami, memang sudah masa seharusnya seperti itu, kau lebih berhak atasnya dari pada kami, orang tuanya sendiri.

Maka hargailah dia yang telah dengan rela mengabdi kepadamu. Maka hiburlah dia yang telah membuat keputusan yang sedemikian sulit. Maka sayangilah dia atas semua pengorbanannya yang hanya demi dirimu. Begitulah cantiknya putri kami, Semoga kau mengetahui betapa berharganya istrimu itu, jika kau menyadari.

(Syahidah/Voa-islam.com)

http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/09/22/16163/kuserahkan-putriku-padamu-renungan-untuk-para-suami/

Dokternya Dokter

Saya teringat sebuah hadist..

"Rasa sakit, sedih, lelah, demam, sampai duri yang menusuk kulit yang diterima seorang hamba akan menjadi penggugur dosa-dosa. Sampai seorang hamba berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa. Maka bersabarlah. Bisa jadi inilah yang membuatmu dimasukkan ke dalam Surga dan dijauhkan dari api neraka oleh Allah subhanawa ta'ala..."

Malam ini saya galau. Bukan karena kondisi emosional yang sedang labil, tapi sepertinya fisik saya sedikit bermasalah.

Sudah dua hari, sejak kemarin siang, saya merasa kurang sehat. Ternyata sampai malam ini belum juga membaik.

Saya tak punya diagnosa, tanya ke teman atau senior, katanya cuma distensi lambung. Oke, saya percaya.

Rasa tidak nyaman ini, bisa dinetralisir dengan banyak bergerak, menyibukkan diri.

Ya Allah, maka ijinkanlah aku bergerak dan terus bergerak.. :)

Selama ini, saya selalu diam kalau sakit dan mengatakan "aku baik2 saja". Tapi ada satu orang yang tak pernah bisa saya bohongi, ataupun saya anggap tak mengerti.

Dialah IBU..

Dulu, tiap kali saya merasa kurang enak badan. Saya selalu berusaha terlihat sehat di depan ibu. Mengapa? Karena ada dua alasan.
1. Saya takut pergi ke dokter
2. Saya g mau merepotkan bapak ibu

Saat saya sakit, saya berusaha makan meskipun tak nafsu makan. Tersenyum, meskipun saya lesu. Atau selalu menghindar bila ibu ingin mengusap kepala saya, atau memegang tangan saya. Karena jarang sakit, makanya saya juga menganggap remeh tiap kali merasa kurang sehat.

Tapi semua sandiwara itu cuma bertahan sebentar. Hingga akhirnya ibu berkata.
"Kamu sakit mbak?"
"Ndak bu, sehat.."
"Ndak, keliatan dari bibirmu sayang."

Weew, emang bibir saya kenapa ibu?
"Ya, Ibu bisa membedakan kamu sehat atau sakit dari bibirmu."

Aaah, so sweeet.. :")

Lalu dengan segera, Ibu selalu memberikan pelayanan dan perawatan terbaiknya hingga saya sehat dan kembali ceria. hehe.

Bagiku, Ibu adalah seorang dokter. Kelak kalau saya sudah jadi dokter (aamiin), maka Ibu akan menjadi DOKTERNYA DOKTER.

Ya Allah, jaga Ibuku saat pengawasanku tak sampai padanya..

Diriwayatkan dari Abu Abdul Rahman Abdullah bin Mas’ud ra., dia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Amalan apa yang paling disukai Allah SWT?” Beliau menjawab :”Shalat tepat waktu” Aku bertanya lagi : ”kemudian apa?” Beliau menjawab : “Birrul walidain”. Aku bertanya lagi : “kemudian apa?” Beliau menjawab : “Jihad fi sabilillah”.

Selaksa rinduku buat Ibu..



Minggu, 30 Oktober 2011

Hujan

Aku suka hujan
Karena di bawah hujan
Aku bisa menangis sepuasnya
Tanpa seorangpun yang melihat

Aku suka hujan
Karena di tengah hujan
Aku bisa berteriak sepuasnya
Tanpa seorangpun yang mendengar

Lewat rintik rintik hujan yang membawa rahmat bagi semesta
Hanya aku dan Allah saja
Kusampaikan semua padaNya

Dan lelahku hilang bersama tetes air hujan

Cinta Rasul

Pada masa Rasulullah memimpin masyarakat Madinah, selaku orang besar ia justru paling miskin, walaupun warga Madinah hidup berkecukupan. Kalau ada pakaian yang robek, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memeras susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyinsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

Sayidatina 'Aisyah menceritakan "Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudah selesai shalat."


Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina 'Aisyah belum ke pasar.

Maka Nabi bertanya, "Belum ada sarapan ya Khumaira?" (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina 'Aisyah yang berarti 'Wahai yang kemerah-merahan')

'Aisyah menjawab dengan agak serba salah, "Belum ada apa-apa wahai Rasulullah."

Rasulullah lantas berkata, "Jika begitu aku puasa saja hari ini." Tanpa sedikit tergambar rasa kesal diwajahnya.


Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami memukul isterinya. Rasulullah menegur, "Mengapa engkau memukul isterimu?" Lantas dijawab dengan agak gementar, "Isteriku sangat keras kepala. Sudah diberi nasehat dia tetap bandel, jadi aku pukul dia."

"Aku tidak bertanya alasanmu," sahut Nabi s.a.w. "Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu bagi anak-anakmu ?"

Pernah baginda bersabda, "Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya."

Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam menjadi kepala keluarga tidak menampakkan kedudukannya sebagai pemimpin umat.

Pada suatu hari, ketika Rasulullah mengimami shalat Isya berjamaah, para sahabat yang jadi makmum dibuat cemas oleh keadaan nabi yang agaknya sedang sakit payah. Buktinya, setiap kali ia menggerakkan tubuh untuk rukuk, sujud dan sebagainya, selalu terdengar suara keletak-keletik, seakan-akan tulang-tulang Nabi longgar semuanya.

Maka, sesudah salam, Umar bin Khatab bertanya,"Ya, Rasullullah, apakah engkau sakit?"

"Tidak, Umar, aku sehat," jawab Nabi.

"Tapi mengapa tiap kali engkau menggerakkan badan dalam shalat, kami mendengar bunti tulang-tulangmu yang berkeretakan?"

Mula-mula, Nabi tidak ingin membongkar rahasian. Namun, karena para sahabat tampaknya sangat was-was memperhatikan keadaannya, Nabi terpaksa membuka pakaiannya.

Tampak oleh para sahabat, Nabi mengikat perutnya yang kempis dengan selembar kain yang didalamnya diiisi batu-batu kerikil untuk mengganjal perut untuk menahan rasa lapar. Batu-batu kerikil itulah yang berbunyi keletak-keletik sepanjang Nabi memimpin shalat berjamaah.

Serta merta Umar pun memekik pedih, "Ya, Rasulullah, apakah sudah sehina itu anggapanmu kepada kami? Apakah engkau mengira seandainya engkau mengatakan lapar, kami tidak bersedia memberimu makan yang paling lezat ?

Bukankah kami semuanya hidup dalam kemakmuran ?"

Nabi tersenyum ramah seraya menyahut, "Tidak, Umar tidak. Aku tahu, kalian, para sahabatku, adalah orang-orang yang setia kepadaku. Apalagi sekedar makanan, harta ataupun nyawa akan kalian serahkan untukku sebagai rasa cintamu terhadapku, tetapi dimana akan kuletakkan mukaku di hadapan pengadilan Allah kelak di Hari Pembalasan, apabila aku selaku pemimpin justru memberatkan dan menjadi beban orang-orang yang aku pimpin?"


Para sahabat pun sadar akan peringatan yang terkandung dalam ucapan Nabi tersebut, sesuai dengan tindakannya yang senantiasa lebih mementingkan kesejahteraan umat daripada dirinya sendiri.

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.

Baginda hanya diam dan bersabar ketika kain rida'nya ditarik dengan kasar oleh seorang Arab Baduwi hingga berbekas merah di lehernya.


Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencing si Baduwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.

Rasulullah SAW, seorang pemimpin yang senantiasa mendahulukan kepentingan umatnya, kepentingan rakyatnya, kepentingan masyarakatnya, tanpa melihat apa yang menjadi kepentingan bagi dirinya sendiri, rasa takut akan pertanggung jawaban kelak dihadapan Allah SWT, padahal jelas Rasulullah SAW oleh Allah telah di maksum, namun rasa cinta beliau kepada kita sebagai umatnya terlihat dari percakapan ketika Rasulullah SAW menghadapi sakaratul maut.

Rasulullah SAW Bersabda “ Beritahu kepadaku, wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untuk-ku di sisi-Nya?”

Jibril pun menjawab, “ Bahwasanya pintu-pintu langit telah dibuka sadangkan malaikat telah berbaris untuk menyambutmu.”

Rasulullah SAW bersabda,” Segala Puji dan Syukur bagi Tuhan-ku. Wahai Jibril, apalagi yang telah disediakan Allah untukku?”

Jibril menjawab lagi, “Bahwasanya pintu-pintu surga telah dibuka, bidadari-bidadari telah dihias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatanganmu.”

Rasulullah SAW bersabda lagi, “ Segala Puji dan Syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?”

Jibril menjawab, “Aku memberikan berita gembira untukmu, Engkaulah yang pertama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari Kiamat nanti.”

Kemudian, Rasulullah SAW Bersabda, “Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku.”


Jibril bertanya “Wahai Kekasih Allah apa yang sebenarnya ingin tuan tanyakan?”

Rasulullah SAW menjawab, “Tentang Kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al Qur’an sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”

Jibril menjawab,” Saya membawa kabar gembira untuk Rasulullah. Sesungguhnya Allah telah berfirman, ‘Aku telah mengharamkan surga bagi semua rasul dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”

Rasulullah SAW bersabda, “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku, Wahai malaikat maut, dekatlah kepadaku.”
Lalu malaikatpun mendekati beliau.


Lagi-lagi, yang membuat berlinang airmata..


Senin, 08 Agustus 2011

LPP SM IKM FKUI

Lembaga Pengkajian dan Penelitian FKUI merupakan badan kelengkapan legal yang berada di bawah Senat Mahasiswa SM IKMFKUI. Badan kemahasiswaan yang satu ini bergerak dalam bidang keilmiahan, sesuai dengan visinya yang ingin menciptakan atmosfir ilmiah di kampus.

Organogram LPP terdiri atas Ketua Umum dan enam Divisi. Untuk kepengurusan tahun ini, jabatan Ketua Umum dipegang oleh Fahmi Rusnanta, FKUI 2008. Enam divisi yang dibawahinya ialah Divisi Sekretaris, Divisi Bendahara, Divisi Pengembangan Anggota Biasa (PAB), Divisi Ilmiah, Divisi Informasi dan Hubungan Interpersonel (Dividi), dan Divisi Kaderisasi (Diversi). Enam divisi ini bergerak masing-masing dan terkait satu sama lain.

Adab Bertetangga

Tetangga merupakan orang yang sangat dekat dalam keseharian kita. Jika kita keluar rumah, maka tetangga-lah yang kita temui pertama kali. Saat kita membutuhkan bantuan, tetangga-lah yang pertama kali kita datangi pintu rumahnya. Sangat tidak mungkin bagi kita untuk hidup tanpa tetangga. Sungguh tetangga sangatlah penting artinya dalam kehidupan kita hingga Allah memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik kepada tetangga.

“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya kalian…” (Qs. An-Nisa’: 36)

Bahkan tetangga begitu mulianya dalam ajaran Islam hingga Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu menjaga hak tetangga.

“Senantiasa Jibril berpesan kepadaku tentang (hidup) bertetangga, sampai aku menyangka bahwa dia tetangga akan mewarisi tetangganya.” (HR. Bukhari-Muslim)

“Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”

Sabtu, 06 Agustus 2011

tentangmu

Ini juga tentangmu.
Sosok yang sangat ingin kedua mataku ini terjaga dengan apik.

Masih ingat aku pak. Belasan tahun lalu, bapak selalu bilang padaku. Saat tubuh mungilku duduk di depan TV. Tak berjarak dan terlalu dekat, katamu.

Sabtu, 09 Juli 2011

Kangen Solo

Saya sedang rindu Solo, kota tempat saya dilahirkan. Meskipun saya tinggal di pinggir kota Solo, tapi saya cinta Solo sepenuhnya.. :)

Tiba-tiba saya teringat keramahtamahan seorang nenek yang dipertemukan oleh Allah siang itu. Dalam suatu kecelakaan kecil di jalan utama kota Solo, Jalan Slamet Riyadi.

Saat kepulangan saya ke Solo, saya menyempatkan mampir ke rumah seorang sahabat, Nita. Siang hari itu, tak terlalu panas, saya mengendarai motor kesayangan saya ke arah kota Solo. Kampung Batik Kauman, pusat batik Solo. Kebetulan rumah teman saya di sana, hingga mengharuskan saya melewati jalan Slamet Riyadi, jalan yang paling lebar di kota Solo.

Jumat, 08 Juli 2011

Not to give up

Sayuti, 8 Juli 2011 pukul 20.25.

Kali ini, saya sungguh ingin menuliskannya.

KKD atau keterampilan klinis dasar merupakan satu dari sepuluh kompetensi dokter lulusan FKUI. Di FK lain mungkin dikenal dengan sebutan "skill lab".

Dalam KKD, kami terbagi menjadi kelompok2 kecil yang beranggotakan kira-kira 7 mahasiswa. Lalu biasanya, kami akan berpura-pura menjadi dokter dan pasien.

Untuk Orang Percobaan (OP) biasanya menggunakan teman sendiri atau orang luar. (tentunya laki-laki)

Dalam kegiatan KKD ini, kami belajar mempraktikkan ilmu-ilmu kedokteran yang terkait dengan anemnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang menunjang. Misalkan pungsi vena, cek tanda vital, pemeriksaan fisik paru jantung, dll.

Dan satu yang tak ketinggalan, ELEKTROKARDIOGRAFI.

Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung. Elektokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung. Di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang katanya nomer satu dan paling bersejarah di Indonesia, KKD EKG terlaksana di semester 4. Tepatnya di modul Kardiovaskuler (Jantung dan Pembuluh Darah).

Rabu, 15 Juni 2011

Buatmu Cah Bagus

Entah sudah kali ke berapa, kakak sampaikan padamu adikku sayang.
Yang selalu aku rindukan.

Segenggam ilmu yang kau minta tentu tiada tandingannya dengan berjuta hal yang pernah kurasakan, kuketahui, dan betapa aku sangat ingin kau mengetahuinya.
Ketika kau selalu bertanya. Dari dulu bertanya.

Kak, soal matematika nomer 19, berapa jawabannya?

Seusai kau menjawab, sudah tentu adikku. Gusar hatimu. Melihat kakak yang seolah acuh tak peduli. Atau hanya sekedar menjawab, ada rumus ini dan ini, lalu memintamu untuk bernalar dan menurunkan satu demi satu rumus itu sendiri.

Benar kan begitu?

Sengaja, sayang. Kakak ingin kau belajar. Bukan menerima segalanya dengan instan. Seperti yang biasa kakak tekankan, "COBA DULU".

Tahukah engkau dik? Dulu saat kakak masih kecil, lebih muda dari usiamu kini. Kakak sudah belajar untuk menyelesaikan semua dengan tangan kakak.

Tahukah engkau dik? Air mata ini selalu tertumpah, meluas dalam pipi-pipi yang basah. Hampir tiap malam. Ketika kakak tertatih, menjawab soal demi soal. Lebih sakit dari cubitan ibu saat kakak nakal terhadapmu. Sering kakak terdiam tak mengerti, hanya memandangi langit-langit sambil membayangkan adanya seorang yang bisa mengajariku.

Mungkinkah bapak atau ibu? Sungguh tidak dik. Sejak kehadiranmu, perhatian terbagi.

Hingga kakak berusaha menggapai mimpi-mimpi sendiri. Berjuang sekuat tenaga untuk menjadi sukses (di mata anak kecil, tentu). Bahkan saat itu dik, aku sudah punya banyak mimpi. Jadi dokter salah satunya. Tahun demi tahun yang kakak jalani, memang terasa bagai duri-duri.

Sekarang, cobalah dik. Coba rasakan percikan ikhtiar kakak untuk membahagiakan bapak dan ibu, ingin membanggakan jua.

Lewat hari demi hari yang terasa berat. Tak tahu harus ke mana bertanya dan mencari tahu, lebih dan lebih. Hingga sering kakak coba cari jawabnya sendiri.

Tahukah kau dik? Kenapa kakak selalu tertantang untuk mencoba sesuatu? Karena kakak tahu, ada suatu potensi yang tersimpan erat dalam diri kita. Belum tergali, jadi kita tak tahu sebenarnya jalan yang mana yang memudahkan untuk meraih prestasi.

Coba dulu! Lalu tanyakan kembali jika kau masih tak tahu. Bosankah dengan kata-kata itu?

Jumat, 27 Mei 2011

Sebiru rindu

Dalam dekap hangat yang kudamba
Aku merindukan kalian

Bersabar untuk 10 minggu ke depan
Semoga dimudahkan
Aamiin

Ayahku luar biasa

“Kamu kenapa?”

Buru-buru kuhapus air mataku, melihat seorang teman yang memergoki diriku sedang berkaca-kaca di sudut kampus. “Nggak papa kok, cuma lagi bosen aja. Kenapa hidup di kampus, gini-gini aja ya. Banyak kerjaan sana-sini, ribet sana-sini.”

Astaghfirullah, ketahuan. Padahal bukan itu yang kupikirkan, tapi seseorang yang jauh di sana. Yang setiap nafasnya, selalu mengalirkan do’a untuk putrinya. Dialah Ayahku. Ayah yang luar biasa di mataku. Ayah memang jarang menelepon akhir-akhir ini, katanya tak ingin menggangguku. Aku pun tak ingin mengganggunya. Dua hari sekali, seminggu dua kali, bahkan kini dua minggu sekali.

Rasa rindu ini semakin membiru, sudah lama tak ditelepon. Karena ikatan hati, malam itu hand-phoneku berdering. Akhirnya, ayah telepon juga.

”Nak, sedang sibuk apa? Udah lama nggak ngobrol. Kuliahnya baik-baik aja kan?”

“Nggak kok yah, cuma baru banyak yang diurusin. Alhamdulillah lancar kuliahnya.”

“Alhamdulilllah. Oh iya, kemarin ayah belikan kamu notebook, biar gampang dibawa. Katanya mau jadi penulis buku kan? Menulis di mana saja?”

Tak mampu aku berkata. Ayah masih ingat? Padahal saat itu ayah diam, seolah tak merespon serius apa yang kukatakan, tentang cerita mimpi-mimpiku yang konyol saat pulang kampung. Aku tahu, dari dulu ayah selalu berusaha agar imajinasi dan impianku tak hanya menjadi angan-angan, hilang terseret waktu. Tapi dapat kuwujudkan di kemudian hari. Dan ayah selalu mendukung itu, apapun.

Minggu, 27 Maret 2011

Sebait rasa

Bagaimana aku tak haru ibu?
Tiba-tiba engkau mengabarkan sesuatu yang luar biasa..

Bagaimana aku tak haru bapak?
Tiba-tiba pula engkau memberiku pilihan yang tak terkira..

Bagaimana aku tak haru ibu bapak?
Mendengar kalian jauh di sana, menyambut mimpi ananda

Ananda tak pernah menuntut apapun ibu sayang
Hanya ingin bisa belajar baik di sini, memberi persembahan terbaik untuk kalian kelak

Ananda tak ingin merepotkanmu bapak
Hanya ingin mandiri di sini, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa

Ananda hanya ingin melihat senyum kalian
Tiap kali Allah mengizinkan ananda pulang ke rumah
Bernafas lega, ternyata kalian baik-baik saja
Masih tetap sama, meski usia semakin menua

Ragamu mungkin tak sekuat dulu, tapi keringat yang kau berikan itu adalah bukti cinta luar biasa bahwa ibu bapak telah berusaha sekuat tenaga agar ananda menjadi anak yang berguna

Betapa haru aku ibu bapak, tiap melihat kalian tertidur pulas
Wajah itu, begitu meneduhkan
Meski penat tampak mengacaukan indahnya

Ananda hanya ingin mendengar suara kalian
Tiap kali ananda pulang dari kampus
Berceloteh ria, bahagia mendapat cerita

Ibu, ayah, ananda janji akan jadi dokter muslimah yang hebat
Terimakasih telah mengajarkan arti kesederhanaan
Telah menanamkan jiwa yang optimis
Telah menumpahkan kasih sayang tiada tara
Telah mengijinkanku mengukir cita-cita
Telah mendukungku merangkai mimpi
Telah mendidikku, membimbingku hingga seperti ini
Dan semua yang luar biasa

Ananda rindu ibunda, bapaknda...
Yang membuat hatiku tenang, meski hanya lewat nada...
Biarlah Allah yang menjaga hati-hati kita, menghimpun dalam naunganNya...


Ditulis dengan penuh syukur, atas segala nikmat yang Allah berikan.
Terimakasih tak terkira pada ibu bapak. Semoga mimpi-mimpi ini dapat terwujud. Aamiin.

Sabtu, 19 Maret 2011

Pusaka kebaikan

Tidak ada orang yang sibuk di dunia ini, yang ada hanyalah mereka yang tidak bisa membagi waktu dengan baik.

Jadi, sepadat apapun jadwal kita, jalanilah dengan sabar dan syukur. Terkadang kita dihadapkan dengan situasi-situasi yang sulit di mana menuntut kita untuk menjadi seorang decision maker yang profesional. Putuskan! Mau semuanya tapi setengah-setengah atau satu tapi fokus?

Buatlah prioritas yang terbaik untuk diri kita, orang-orang di sekitar kita, dan apapun kewajiban kita. Pikir ulang manfaat dan meruginya, serta seberapa penting keberadaan kita di dalamnya.

Sadarilah kembali, ketika waktu kita terpakai untuk kuliah, kajian, atau beragam hal yang menyibukkan. Itu artinya waktu kita tidak terpakai sia-sia. Tapi coba renungi lagi, untuk hal yang bermanfaat atau sebaliknya.

Isn't right?

Jumat, 18 Maret 2011

Cerita dari kampung

Minggu ini adalah minggu yang paling kutunggu-tunggu. Bagaimana tidak, ada serangkaian ujian di hari Senin sampai Kamis. Lalu agenda yang full dari Jum'at sampai minggu.
Ujian bagiku adalah suatu momen keramat, momen anti sosial yang tidak bisa diganggu gugat. Dengan kata lain, sejak semester 4 ini aku memutuskan untuk mengosongkan agenda non akademis selama minggu-minggu ujian. Semester sebelumnya? Masih setengah-setengah.
Senin: Ujian formatif
Selasa: Ujian praktikum
Rabu: Ujian anatomi
Kamis: Ujian sumatif

Begitu ada sms masuk, "Rapat, atau syuro', atau apapun itu", akan langsung dijawab. "Maaf saya izin, sedang ujian minggu ini". :)

Padahal dalam minggu ini, memang banyak yang harus dipikirkan, bukan hanya tentang ujian. Tapi aku berusaha, meskipun fokus yang harus dilakukan ada beberapa, konsentrasi tetap terpusat untuk belajar. Alhamdulillah masih bisa dihandle dengan short message service dan internet.

Sabtu, 12 Maret 2011

Akhwat tangguh

Dengar akhwat...

Jadilah muslimah tangguh, yang selalu bangkit saat jatuh

Jangan mudah mengeluh, meskipun raga dan hati berpeluh

Jadilah muslimah mandiri, yang bisa berdiri sendiri

Terus mengejar mentari, meski kita harus berlari

Berikan yang terbaik untuk semua yang ada di sekelilingmu

Dan untuk semua muslimah di muka bumi

Agar ridho Tuhanmu tetap terjaga



Akan tetapi, ingatlah...

Bahwa sekeras apapun kita berkarya

Selelah apapun kita berjalan

Sekuat apapun kita berjuang

Kita ini tetap seorang wanita



Pelajaran di FKUI:
posisi wanita itu sebagai manajer, laki-laki sebagai leader.
tapi saat ini, keadaan hampir berubah, bukan berbalik.
wanita harus bisa jadi manajer, sekaligus leader.
hehe :)

Mimpi

Proyek peradaban ini bertujuan menciptakan taman kehidupan, di mana bunga-bunga kebaikan, kebenaran, dan keindahan tumbuh bersemi.
Dan taman itulah yang kelak akan menjadi saksi kemanusiaan dan sejarah.
(A. M. MD UI 2002)

Itulah mimpi yang akan kita bawa

Kita perjuangkan bersama

Saat kita tak boleh lagi berdiam diri

Saat kita harus berdiri

Melangkahkahkan kaki

Bahkan sampai berlari

Menorehkan jejak abadi

Di atas tanah ibu pertiwi

Demi citanya yang mulia

Bergerak dan terus bergerak!!!

Perubahan itu nyata...

Rabu, 09 Maret 2011

Jadwal diskusi

Inilah jadwal diskusi dengan Prof. Syamsurijal Djauzi selama 1 semester ke depan.
Tak sabar melewati minggu demi minggu.
Bertemu orang-orang luar biasa. Amin.
Lalu dilanjutkan dengan plans of action.

InsyaAllah resume setiap minggunya akan diupload. :)

Bulan

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Maret

Raker FSI

UKDI

Pendidikan Dokter – Dokter Keluarga

Hubungan Dokter dan Pabrik Obat

April

Jalur-jalur Profesi Kedokteran 1 DEPKES

Budaya dan Bahasa

Mahasiswa Kedokteran dan Sastra

Jalur-jalur Profesi Kedokteran 2 DPR

Mei

Akademi Rekam Medik

Revolusi

Freedom and Peacefullness

Jalur-jalur Profesi Kedokteran 3 PENELITI

Juni

Menyingkap Misteri Kampung Nelayan Trip

Menyingkap Misteri Kampung Nelayan

Usaha Kecil Menengah (UKM)

Keburukan Sistem Kapitalisme

Juli

Ekonomi Syariah

Enterpreneur Doctor

Jalur-jalur Profesi Kedokteran 4 STAF PENGAJAR

Fasilitas Kesehatan di Tempat Penampungan PSK

























"The difference between a successful person and others is not a lack of strength, not a lack of knowledge, but rather in a lack of will."

Keep spirit!!!