Selasa, 26 Februari 2013

Peran Mahasiswa Kedokteran di RS


Ditulis untuk dipresentasikan dalam diskusi topik 'Personal and Profesional Developmpent'

Pendidikan kedokteran bertujuan untuk mendidik mahasiswa fakultas kedokteran melalui serangkaian pengalaman belajar untuk menyelesaikan suatu kurikulum pendidikan. Kurikulum pendidikan terbagi menjadi dua tahap, yakni masa preklinik dan klinik. Selama tahap preklinik, mahasiswa kedokteran diajarkan tentang ilmu biomedik, pengenalan dini masalah klinik, pembelajaran ketrampilan dasar, dan prosedur klinik yang baku. Selain itu, mahasiswa juga mulai diperkenalkan dan dilatih untuk mencapai kompetensi utama seorang dokter, yakni ketrampilan komunikasi efektif, empati, bioetik, dan medikolegal. Semua bekal yang didapat selama preklinik akan menjadi modal bagi mahasiswa kedokteran dalam menjalankan praktik klinik.
Dalam pelaksanaan praktik klinik, pembelajaran menjadi ‘patient-centered’, di mana proses belajar akan berlangsung di rumah sakit pendidikan atau pusat pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas dan klinik. Yang perlu digarisbawahi adalah, dalam tahap praktik klinik, keselamatan dan kenyamanan pasien adalah yang utama.
Pendidikan kedokteran saat ini merupakan pendidikan yang berbasis kompetensi untuk mencapai kemampuan profesi klinik dan kedokteran komunitas. Selama praktik klinik, mahasiswa kedokteran akan berkontak langsung dengan pasien untuk mempelajari secara terintegrasi kaitan antara faktor resiko, patogenesis, serta beragam faktor fisik, psikologis, dan sosial yang menyertai patofisiologi penyakit.
Ada tiga poin penting yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa kedokteran, yakni knowledge, skill, attitude. Ilmu pengetahuan tentang kedokteran akan didapat dari pembelajaran selama tahap preklinik dan klinik, serta pembelajaran mandiri. Ketrampilan mengenai pemeriksaan fisik, menyuntik, memasang infus, akan didapatkan pula selama menempuh pendidikan kedokteran. Menurut Miller, tingkat kemampuan berbagai tindakan yang dikerjakan oleh seorang dokter diklasifikasikan dalam 4 tingkatan:
1.      Mengetahui dan menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya. 
2.      Pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini.
3.      Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya. Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan dan pernah menerapkan beberapa kali di bawah supervisi.
4.      Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan, pernah menerapkan beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.

Selama di tahap preklinik, mahasiswa kedokteran diajarkan untuk mampu mencapai tingkatan 1 dan 2. Ketika menginjak tahap praktik klinik, mahasiswa diharapkan mampu mencapai tingkatan 3 dan 4.
Kewajiban mahasiswa kedokteran selama menjalankan praktik klinik di Rumah Sakit atau layanan primer ialah:  
  •        Aktif mengembangkan potensi dirinya sesuai metode pembelajaran
  •         Mengikuti serangkaian pendidikan kedokteran
  •         Menjaga etika profesi dan etika rumah sakit serta disiplin praktik kedokteran       \ 
  •     Mengikuti tata tertib yang berlaku di lingkungan penyelenggara pendidikan kedokteran dan wahana pendidikan 
  •         Serta menghormati dan menjaga keselamatan pasien

Peran mahasiswa kedokteran di RS dan Klinik dapat diklasifikasikan menjadi:
Peran terhadap pasien dan keluarganya
Terhadap pasien dan keluarganya, mahasiswa kedokteran diharapkan mampu memenuhi wewenang seorang dokter seperti mewawancarai pasien, memeriksa fisik dan mental pasien, menentukan pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis, menentukan penatalaksaaan pasien, pencegahan dan pengendalian penyakit, serta melakukan tindakan kedokteran. Dengan atau tanpa supervisi, mahasiswa kedokteran dituntut untuk selalu bersikap profesional di hadapan pasien dan keluarganya. Dengan begitu, pasien dan keluarga mempunyai gambaran yang komprehensif akan penyakitnya, yang tujuannya untuk meningkatkan prognosis, memperbaiki kualitas hidup dan fungsional pasien dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Mahasiswa kedokteran harus membangun interaksi yang baik, melalui ‘trust’ yang terjalin antara dokter muda dan pasien, terlebih lagi jika mampu menjadi sahabat baik bagi pasien.
Peran terhadap sejawat kedokteran
Di RS Pendidikan, mahasiswa kedokteran akan sering berinteraksi dengan sesama mahasiswa kedokteran, residen, hingga konsulen. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan yang kontinyu dan berkesinambungan. Seorang dokter konsulen akan membimbing beberapa dokter residen, seorang dokter residen akan membimbing beberapa orang dokter muda. Semua tindakan yang dilakukan oleh dokter muda telah sepengetahuan dan pengawasan dokter yang berwenang, dan telah dilakukan atas persetujuan pasien. Secara umum, dokter muda hanya “melakukan tugas sederhana”, seperti memeriksa pasien, belajar mengawasi pasien, memasang tensi dan mengukur suhu pasien. Akan tetapi, semua ilmu dan ketrampilan yang didapat, perlu dikonsultasikan dengan dokter penanggung jawab, bahkan mungkin didiskusikan dengan konsulen, agar mendapatkan pemahaman yang terbaik dan terintegrasi mengenai kondisi pasien. Sesama mahasiswa kedokteran pun sebaiknya menjadi evaluator satu sama lain atas kekurangan yang dimiliki. Ketika menemukan sesuatu yang janggal atau salah, mahasiswa diharapkan mampu menjadi lini terdepan yang berani menegur atau mengingatkan sesama sejawatnya, serta mencari solusi bersama atas sebuah permasalahan sesuai dengan etika profesi kedokteran. Dengan demikian, akan tercipta pula hubungan yang harmonis antar sejawat kedokteran di mana satu sama lain saling membutuhkan dan melengkapi dalam rangka pendidikan yang kontinyu dan berkesinambungan.
Peran terhadap tenaga kesehatan dan tenaga pendukung     
Mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani praktik klinik di RS atau klinik, tentunya akan sangat terpapar dengan berbagai tenaga kesehatan serta tenaga pendukung yang ada di sana. Tenaga kesehatan seperti perawat, apoteker, pengamat gizi, akan menjadi partner kerja seorang dokter. Selama klinik, mahasiswa atau dokter mudah dilatih untuk dapat membina hubungan yang baik serta membangun kerjasama dalam menangani pasien. Hal-hal seperti ini akan sering ditemui dalam praktik sehari-hari sebagai seorang dokter nantinya, sehingga hubungan baik harus mulai dibina sejak awal terpapar. Juga terhadap tenaga pendukung yang lainnya seperti, cleaning service dan satpam. Mereka adalah sahabat terdekat mahasiswa selama di RS. Mereka adalah orang-orang yang tergerak hatinya untuk membantu kita tanpa diminta. Sikap ramah dibalas dengan keramahan, senyum yang tulus pun dibalas dengan senyuman. Dengan menunjukkan attitude yang baik terhadap semua pihak, tentunya akan berdampak positif, karena akan menjadi ladang pahala, serta menjadi cerminan bagi masa depan kita ketika menjadi dokter nanti.
Peran terhadap institusi RS/Klinik
Terhadap institusi RS atau klinik, mahasiswa wajib mematuhi etika rumah sakit serta menjaga nama baik RS/Klinik terkait. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga diharapkan aktif dalam memberikan saran dan kritik yang membangun, serta mendukung setiap kebijakan dan tata tertib yang berlaku di dalamnya. Dengan demikian, mahasiswa turut berperan serta dalam meningkatkan kualitas pelayanan RS Pendidikan maupun layanan primer, seperti puskesmas dan klinik. Pelayanan RS Pendidikan seharusnya lebih baik atau minimal sama dengan RS non pendidikan. Mahasiswa kedokteran harus mempunyai tekad kuat untuk membuktikan bahwa RS Pendidikan mampu memberikan pelayanan yang paripurna. Dengan mengupayakan untuk selalu bersikap baik dan profesional terhadap pasien, mahasiswa kedokteran juga turut berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan di sebuah RS secara tidak langsung.
Peran terhadap pendidikan kedokteran
Mahasiswa kedokteran adalah komponen yang tak terpisahkan dari rangkaian pendidikan kedokteran. Dengan menunjukkan iktikad baik dalam menjalani praktik klinik, secara tidak langsung mahasiswa kedokteran memberikan ‘positive impact’ bagi pendidikan kedokteran. Keberhasilan mahasiswa klinik dalam memenuhi dan mencapai kompetensi lulusan dokter juga menjadi tolak ukur tersendiri atas berlangsungnya sistem pendidikan kedokteran, menunjukkan bagian-bagian mana yang perlu diperbaiki dan dipertahankan untuk mencetak generasi dokter-dokter terbaik Indonesia. Kompetensi lulusan dokter terdiri atas 7 poin kompetensi utama dan 3 poin kompetensi pendudung. Kesempatan belajar di RS/Klinik melalui ilmu yang didapat selama menempuh pendidikan kedokteran, serta mengaplikasikannya langsung ke pasien harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Penyelenggara pendidikan kedokteran bertanggung jawab atas pencapaian poin-poin kompetensi lulusan dokter. Mahasiswa klinik juga diharapkan dapat mencoba untuk selalu aktif dan tanggap dalam menelaah setiap peraturan dan kebijakan yang telah dan akan dibuat, dengan tetap menjunjung tinggi etika profesi dan disiplin kedokteran.
Peran terhadap masyarakat, bangsa, dan negara
Ketika peran-peran di atas mampu dipenuhi, mahasiswa kedokteran akan mampu pula menjadi ‘agent of change’ di tengah masyarakat, bangsa, dan negara. Mengingat rumus momentum, di mana merupakan hasil kali massa dan kecepatan, kita sebagai mahasiswa kedokteran adalah tombak penting dalam menciptakan momentum besar dalam kemajuan dunia kedokteran dan kesehatan di Indonesia. Untuk mencapainya, dibutuhkan massa yang sangat banyak serta kemauan untuk terus bergerak, berkarya, dan memiliki kapasitas sebagai seorang dokter. Sosok mahasiswa kedokteran adalah sosok yang humanis, pantang menyerah, dan menjunjung tinggi kejujuran dan integritas, sehingga kelak, saat benar-benar telah menjadi dokter, maka akan muncul sebagai dokter yang profesional, memiliki sensitivitas etika mulia, beradab, dan berbudaya. Pada intinya, peningkatan kualitas kesehatan masyarakat berawal dari kemauan mahasiswa kedokteran untuk terus mengasah dan memberikan kontribusi terbaiknya, dengan belajar belajar dan belajar. Momentum bangsa ini menunggu sekumpulan massa yang sangat banyak dan juga berkualitas. Itulah peran dan tantangan utama mahasiswa kedokteran, tentang bagaimana belajar menjadi dokter yang kompeten dan profesional, serta mampu bekerja secara sosial bukan individual, demi meningkatkan taraf kesehatan penduduk Indonesia.

Kompetensi Kita :)


Kompetensi yang diharapkan dicapai oleh lulusan FKUI adalah:

A. Kompetensi Utama
(sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional dalam Standar Kompetensi Dokter)
1.    Keterampilan komunikasi efektif
2.    Keterampilan klinik dasar
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
4.  Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga maupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, bersinambungan, terkoordinir dan bekerjasama dalam konteks pelayanan kesehatan primer
5.    Memanfaatkan dan menilai secara kritis teknologi informasi
6.    Mawas diri dan pengembangan diri dengan belajar sepanjang hayat
7.    Etika, moral dan profesionalisme dalam praktek

B. Kompetensi Pendukung
1.    Riset
2.    Pengelolaan kegawat-daruratan kedokteran dan kesehatan
3.    Manajemen pelayanan kesehatan

Sumber: Diambil dari Kurikulum berbasis kompetensi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2005

Ingin Menjadi Dokter yang Seperti Apakah Saya?

Ingin Menjadi Dokter yang Seperti Apakah Saya?

Dokter di mata saya merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia. Setiap orang wajib menolong orang lain yang kesulitan atau membutuhkan bantuan, tetapi hanya dokter yang mempunyai hak untuk menolong dan merawat pasien. Dokter memiliki nilai plus atas hak prerogatifnya tersebut. Dengan demikian, seorang dokter dituntut untuk memiliki sifat dan perilaku yang baik dalam menjalankan profesinya. Karena pada intinya, dalam pendidikan kedokteran diperlukan knowledge, skill, dan attitude. Hanya dengan modal ketrampilan dan pengetahuan, seorang dokter dapat menjadi buruk di mata pasien ketika tidak profesional dan terpercaya dalam menangani pasien. Saya merumuskan, sosok dokter yang saya idamkan ialah menjadi dokter yang beriman, terampil, dan mempunyai semangat tinggi. Tiga kunci itu akan mampu melahirkan jiwa dokter yang sejati.
Iman adalah keyakinan yang terletak di dalam hati. Ia ditanamkan oleh orang tua kita sejak dilahirkan ke dunia. Seiring berjalannya waktu, kita mampu menemukan jati diri kita yang sesungguhnya, hingga kita tahu apa makna dari keimanan itu sendiri. Iman adalah pegangan, iman adalah tanda kita dekat dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu, dokter yang beriman tentu akan berusaha menyerahkan setiap ikhtiar yang dilakukannya dalam menolong pasien kepada Allah SWT. Karena dia tahu bahwa segala penentu hidup dan mati, serta yang memiliki rencana terbaik adalah Dia. Keimanan akan melahirkan keikhlasan dalam berbuat, membuka pintu-pintu sabar dan syukur atas setiap hal yang dokter alami. Dengan begitu, seorang dokter akan ikhlas dalam melayani, serta tulus mengabdi kepada masyarakatnya. Hal yang terpenting dari hakikat iman adalah ketika kita mampu menempatkan segala sesuatunya dengan seimbang. Seimbang dari segi dunia dan akhirat, seimbang dalam menjalankan berbagai peran yang diembannya.
Kedua, dokter yang terampil. Seorang dokter dilihat dari ketrampilannya mengelola pasien, bagaimana teknik menganamnesis, sampai pada diagnosis dan tatalaksana pasien. Terampil di sini maksudnya, seorang dokter harus mampu melihat pasiennya sebagai satu kesatuan yang komprehensif. Bahwa seorang pasien bukan hanya objek yang bisa kita sama ratakan dengan yang lain, tapi sebuah subjek dengan karakter dan latar belakangnya masing-masing. Pertama, terampil dalam berempati dan memanaje emosi diri. Empati adalah sebuah ketrampilan, bagaimana kita bisa memposisikan diri kita dengan tepat di depan pasien, melalui mimik wajah, ucapan, serta tingkah laku yang semuanya terlihat oleh pasien. Kedua, terampil dalam mengasalah clinical judgement dan clinical reasoning untuk mendiagnosis dan mentatalaksana pasien. Inilah yang akan menjadi tujuan dari pasien datang ke dokter, di mana pasien menjadi tahu apa masalahnya dan mendapatkan solusi terbaik dari dokter yang dipercaya. Ketiga, terampil dalam memenuhi poin-poin 5 stars doctor: community leader, communicator, decision maker, problem solver, dan manager. Karena di manapun seorang dokter berada, dia dianggap tahu segalanya, terlebih lagi ketika berada di daerah. Itulah mengapa tiga ketrampilan tersebut harus dimiliki dan dilatih sejak sekarang oleh seorang calon mahasiswa kedokteran.
Ketiga, dokter harus memiliki semangat yang tinggi. Semangat tinggi dalam belajar dan berjuang. Belajar menambah wawasan ilmu baik seputar dunia kedokteran maupun bukan, serta mau berjuang memberikan yang terbaik kepada pasien hingga titik darah penghabisan. Profesi dokter adalah pembelajar sepanjang hayat, di mana kita tidak boleh lengah sedikitpun dalam upaya upgrading kualitas keilmuan dan wawasan kita, terutama dengan semakin majunya teknologi pada zaman ini. Semangat berjuang juga diperlukan dalam melahirkan ketekunan dan mencetak dokter-dokter luar biasa hebat dengan daya juang tinggi, dalam membuat perubahan dan perbaikan di setiap lini.
Dengan tiga kunci tersebut, saya berharap mampu menjadi dokter yang profesional serta memiliki integritas terhadap diri saya, keluarga saya, pasien saya, dunia kedokteran, serta masyarakat bangsa dan negara. Berbekal iman yang kuat, terampil, serta semangat belajar dan semangat berjuang yang tinggi dalam memberikan pelayanan yang terbaik. Amin. J
  

Sabtu, 23 Februari 2013

Sampaikan, en!

Kemarin, selepas ujian dan mengakhiri hari-hari sebagai koas kardiologi, ada satu sesi di mana kita -dokter muda K- saling mengevaluasi.

Saat tiba giliran disebut nama Enninurmita, alhamdulillah hanya ada tiga orang teman yang mengangkat teman. Itu artinya,saya ga bermasalah. hehe.
Dimulai dari sang moderator yang bertanya, "Ayo sekarang giliran enni, ada ga yang mau mengevaluasi enni, atau mengomentari enni, atau pernah bermasalah sama enni?"
Semua diam, tersenyum. Menggeleng.
Lalu mbak Yusia cuma bilang, "Enni itu, touch of heartnya tinggi banget." 
Neologisme mbak yus, yang artinya touch of heart = memahami orang lain, peka. Alhamdulillah.

Dua orang mengangkat tangan. Komentar yang sama.
Dari Afifah, "Enni, cobalah menyampaikan kalo ada yang bikin kesel marah atau kecewa. Jangan disimpen."
Dan Aravinda, "En, kalo emang enni merasa ga perlu diomongin langsung ke orangnya atau g perlu dibagi, gapapa enni ga share ke kita. Tapi kalo berhubungan sebagai satu kelompok, sampein aja. Jangan sampe enni yang berkorban."

Saya hanya menjawab, "Terkadang, ketika aku kesal atau marah dan aku ceritakan ke orang lain. Bukan artinya aku meminta solusi, tapi aku butuh tempat berbagi. hehe. InsyaAllah setiap masalah bisa diselesaikan."

Dan akupun terdiam. Ya, that's my weakness. Terlalu sulit buat saya untuk menyampaikan kekesalan saya terhadap orang lain. Paling saya hanya butuh waktu sebentar untuk melampiaskan (lewat diam, air mata, atau cerita ke teman terdekat), lalu perasaan itu hilang dengan mencoba bersabar. 

Sejak setahun lalu, saya belajar untuk menyampaikan. Ini inti nasehat dari seseorang yang begitu peduli dengan saya, Aravinda. Piss! :)
"Ketika kita ga suka dengan sikap dan ucap orang lain, kita berhak untuk menyampaikan. Kalo kita ga bilang, dia g akan pernah tau dan apa yang kita hadapi sekarang mungkin akan terus berulang dan g ada solusinya. Jangan salahkan dia di masa depan ketika nanti dia berbuat demikian. Karena kita g pernah memutuskan untuk 'menyampaikan'."
Hingga sampai saat ini, tiap saya melihat ada sesuatu yang salah di depan mata saya, selalu terngiang-ngiang di telinga, "Bilang en! Kalo kamu ga bilang, semuanya g akan jadi lebih baik".
Dan saya terus belajar, berusaha untuk selalu menyampaikan. Mencoba berani untuk berkata 'Tidak', selama tidak merugikan saya dan orang lain.

Ternyata masih tetap saja, sesekali saya merasa ga enakan, hingga disimpan saja di dalam hati. Tapi saya akan terus belajar, untuk berani 'menyampaikan' dan berkata 'Tidak'.. :)