Senin, 11 Maret 2013

Yuk, Perbaiki Diri


Bismillahirrohmanirrohim.. J
Sebagai seorang pribadi yang tak luput dari kesalahan, tentunya kita ingin agar setiap jejak kesalahan dan kekesalan dapat dijadikan bekal pelajaran untuk ke depannya. Semakin banyak dosa yang kita perbuat dan kelalaian yang tak sengaja diperbuat, akan menjadi motivasi penuh untuk terus berbenah.
1. Usahakan untuk selalu berpikiran positif.
Dalam melakukan sesuatu, adalah penting untuk berpikiran positif. Dalam tatapan mata yang optimis, kita akan menatap masa depan yang cerah. Optimis membuat kita mampu melewati berbagai tantangan, seberat apapun itu. Berpikiran positif ini erat pula kaitannya dengan prasangka baik. Ketika kita berusaha untuk terus berkhusnuzon terhadap apa yang terjadi pada diri kita, maupun berkhusnuzon terhadap mimpi-mimpi kita, tentunya Allah akan menguraikan hikmah dan makna dengan cara yang tiada terkira.
Berpikir positif juga mampu membuat kita jauh dari sifat-sifat yang negatif, seperti benci, iri, marah, dan kawan-kawannya. Maka, berpikirlah positif di setiap saat.
2. Mencoba untuk tabah, hindari untuk mengeluh.
Mengeluh hanyalah sesuatu yang menyebabkan kita loyo, tak bersemangat. Dalam menghadapi kegagalan, terus berpikiran positif dan terus tabah. Dengan mengeluh, tak akan menyebabkan kegagalan menjadi kesuksesan. Malah bisa jadi, kita semakin terperosok jauh dalam permasalahan yang ada. Terus bangun, jika kita jatuh.
Setinggi apapun harapan dan keinginan kita, jangan pernah lupa untuk menyiapkan ruang kegagalan sesempit apapun. Di ruang kegagalan itu, insyaAllah kita bisa merenung mengapa ikhtiar kita belum mencapai kata ‘berhasil’.
3. Biasakan untuk konsisten.
Pengaturan jadwal adalah sesuatu yang penting di dalam kehidupan ini, baik itu jadwal harian, bulanan bahkan tahunan. Cobalah untuk selalu disiplin dalam mentaati jadwal yg telah kita susun. Biasakan untuk menuliskan targetan hidup kita, lalu tuntaskan satu per satu. Jangan ada kata menunda-nunda.
Sebagai seorang muslim, tentu kita tahu bahwa Islam mengajarkan untuk selalu istiqomah dalam menjalani segala aktivitasnya. Istiqomah di sini artinya konsisten. Konsisten dalam beribadah, beramal, belajar, serta dalam menjalankan peran kita sebagai seorang mahasiswa dengan segudang agenda. Rasullah SAW pernah didatangi oleh seorang lelaki, kemudian lelaki itu bertanya: "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku satu ungkapan tentang Islam, yang saya tidak memintanya kepada seorang pun kecuali kepadamu." Rasullah SAW bersabda "Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah’". (HR. Muslim)
4. Fokus terhadap apa yang sedang dikerjakan
Fokus di sini artinya terpusat, tak terbelah-belah atau terpisah-pisah. Usahakan konsentrasi pada sesuatu hal, untuk menjadi pribadi yang profesional. Saatnya bekerja kita bekerja, saatnya belajar kita belajar, saatnya makan kita makan. Semua ada waktunya. Pun jika kita merasa punya bakat ‘multitasking’, cobalah untuk fokus terhadap setiap tugas atau amanah yang diemban.
InsyaAllah terpenuhi semua aktivitas dan kebutuhan kita jika kita fokus dengan apa yang kita kerjakan. Fokus juga akan memberikan hasil yang luar biasa karena kita berusaha dengan sebaik-baiknya, terlebih lagi jika kita mengikutsertakan hati dan pikiran dalam perbuatan.
5. Terbuka kepada orang terdekat
Nah, ini yang terakhir. Cobalah untuk selalu terbuka. Biar bagaimanapun, yang bisa menilai kita adalah orang lain. Kita butuh masukan positif dan negatif untuk terus memperbaiki diri. Sampaikan setiap kisah suka dan duka kepada ibu, ayah, saudara, serta sahabat-sahabat tercinta.
Ingatlah bahwa, kabar bahagia akan semakin merekah indahnya jika dibagi. Biar bagaimanapun, membuat orang lain tersenyum senang karena kita, akan menjadikan hidup kita terasa lebih bermakna. Kalau kabarnya sedih gimana? Ya, itulah saatnya kita butuh tempat untuk saling bertukar pikiran serta saling berkaca. Kita butuh sudut pandang orang ketiga dalam melihat masalah-masalah yang ada, agar semakin bijak dalam mencari jalan keluarnya.
-oo-
Itulah tips and triks yang mungkin berguna bagi kita untuk terus memperbaiki diri. Semoga bermanfaat. J

Stase di Persahabatan


Selama di stase pulmonologi RSUP Persahabatan, ada banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil. Pasien-pasien di sana nampak berbeda dengan pasien-pasien yang biasa saya temui di RS lainnya. Mayoritas pasien yang saya temui di bangsal adalah pasien dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, mungkin karena pasien yang saya temui adalah pasien-pasien kelas 3. Akan tetapi, ada juga pasien-pasien dari kalangan atas yang terlihat berbeda sikapnya ketika saya menyambutnya.
Terlihat sekali, bagaimana mereka memposisikan saya sebagai seorang dokter yang benar-benar dokter, mempercayakan dirinya untuk saya periksa, baik di IGD, di bangsal, maupun di Poli. Bukan lagi dianggap sebagai seorang koas yang sedang belajar. Hanya sesekali saya menjumpai pasien-pasien yang terlihat masam saat saya anamnesis di IGD, ya karena pasien kelas satu atau kelas dua.
Pengalaman berkomunikasi dengan pasien juga beragam. Pertama, mengenai pasien follow up saya, ada dua orang. Pasien pertama adalah seorang kakek yang didiagnosis dengan bullae terinfeksi dan bekas TB. Awalnya, saya hanya ditugasi oleh residen yang memegang pasien tersebut untuk menganamnesis dan memeriksa ulang. Ternyata dokter tersebut merasa kesulitan untuk menggali informasi dari pasien dan keluarganya karena kurang terbuka dan kurang informatif. Setelah saya mencoba membangun rapport dengan pasien dan keluarga, saya mampu mendapatkan informasi yang lebih banyak, serta mencari tahu bagaimana tipe pertanyaan yang pasien lebih leluasa untuk menjawab. Kakek ini biasa tinggal seorang diri karena anak dan cucunya tinggal di rumah sendiri. Beliau biasa mengerjakan urusan rumah tangga sendiri, mulai dari memasak, menyuci, mengepel, dan lain-lain. Di usia 76 tahun, pasien masih kuat melakukannya. Dulu beliau adalah buruh bangunan, saat ini tubuhnya terlihat kecil dan kurus. Semenjak sakit, aktivitas pasien terhambat. Akan tetapi hal itu tidak membuatnya terlihat sedih atau berputus asa, beliau nampak seperti seorang kakek yang tegar, yang selalu ingin terlihat baik-baik saja di depan semua orang. Pun di depan saya. Saya senang ketika mengetahui beliau akan pulang, tetapi juga khawatir, siapa yang akan mengurusnya di rumah. Dengan yakin beliau menjawab, beliau bisa melalui hari-harinya sendiri, sesekali anak dan cucunya datang menjenguk. Semoga beliau selalu dilimpahkan kesehatan dan keberkahan. Amin.
Pasien follow up kedua saya adalah pasien adenokarsinoma paru. Beliau dirawat untuk persiapan kemo yang kesebelas kalinya, nampak bersahaja dengan senyumnya. Awalnya saya memperkenalkan diri dan meminta izin untuk bertanya-tanya. Beliau mengiyakan dan menjawab setiap pertanyaan saya dengan lengkap. Sesekali kami bercanda untuk mengakrabkan diri. Beliau menceritakan kisah hidupnya, di mana dulu sangat hobi merokok. Lalu setelah sakit, pasien baru menyadari bahwa selama ini uang yang digunakan untuk membeli rokok sia-sia, justru meninggalkan penyakit ganas di dalam tubuhnya. Karena sudah kemo sepuluh kali, pasien terlihat tenang dengan persiapannya menjelang kemo. Selama 4 hari saya mengunjunginya untuk follow up, beliau selalu menyambut saya ramah. Beliau juga tak segan menceritakan keluhannya setiap hari, bagaimana tidurnya, bagaimana makannya, dan apakah keluhan yang kemarin masih dirasakan. Saya mencoba menggali informasi lebih jauh tentang kondisi keluarganya, hingga anak dan cucunya. Pasien merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan padanya, termasuk istri yang sampai saat ini masih setia menemaninya berobat.
Pasien-pasien yang saya temui di IGD cukup bervariasi. Sempat beberapa kali, saya bertemu dengan pasien kelas dua atau kelas satu, mereka nampak tidak terlalu senang dengan keberadaan saya. Setiap saya tanya, jawabannya sedikit ketus dan terlihat high-educated. Terkadang merasa tidak dihargai, tapi saya selalu mencoba berpikir positif, mungkin pasiennya sedang sesak, misalnya. Meskipun perlakuannya ke saya dan teman-teman sedikit berbeda, tapi biar bagaimanapun mereka tetap pasien-pasien yang harus diperlakukan sama. Mereka semua berhak mendapatkan pelayanan paripurna. Pada akhirnya, mereka luluh juga dengan ketulusan saya dan teman-teman yang memang ingin membantu kesulitan dan mengatasi keluhan mereka. Senang rasanya, kepuasan tersendiri ketika mampu melayani dengan baik.
Sejauh ini, saya menyadari, bahwa ada banyak pelajaran tentang kehidupan yang saya dapat di sini. Bukan hanya tentang aplikasi dan korelasi teori dengan kasus yang saya coba pahami, tetapi juga bagaimana mampu menjalin ikatan erat antara dokter-pasien. Tentang saling membutuhkan, saling percaya. Tentunya pasien-pasien berharap, mereka berada di tangan orang-orang yang tepat, yakni dokter yang dipercaya. Saya pun demikian, berharap dapat memahami pasien seutuhnya, membacanya sebagai textbook yang langka, dengan integrasi akal, hati, dan berbagai ketrampilan yang saya miliki. Bagi saya, tempat di mana saya bisa belajar banyak hal yang tidak saya temui di tempat lain adalah, Rumah Sakit. 


Ditulis untuk memenuhi tugas Prof. Menaldi Rasmin, 
Tentang bagaimana pengalaman berkomunikasi dengan pasien di stase Pulmonologi


Minggu, 10 Maret 2013

Chemistry

Baru saja berakhir Hujan di sore ini Menyisakan keajaiban Kilauan indahnya pelangi Tak pernah terlewatkan Dan tetap mengaguminya Kesempatan seperti ini Tak akan bisa di beli
Bersamamu ku habiskan waktu Senang bisa mengenal dirimu  
Rasanya semua begitu sempurna Sayang untuk mengakhirinya  
Melawan keterbatasan Walau sedikit kemungkinan Tak akan menyerah untuk hadapi Hingga sedih tak mau datang lagi


Tiba-tiba teringat seseorang di sana, yang selama tiga tahun di SMA selalu bersama, saling menemani dan menguatkan..

Ada chemistry yang kuat, antara aku dan kamu. Ya, karena kita sama-sama cinta kimia. :)
Pertama kali tahun 2007, kita ikut Lomba mapel kimia waktu kelas satu. Perasaan deg-degan tiada tara, pertama kalinya mengikuti kompetisi di SMA. Pada akhirnya, kamu mampu membuktikannya, kamulah yang jadi juara satu, aku belum beruntung. Ternyata, kita mampu bersaing dengan siswa kelas 2 dan 3 lho..

Lalu, kesempatan kedua Febuari 2008, di kesempatan yang sama pula, tapi kali ini diadakan di FKIP Kimia UNS. Ingatkah? Perjalanan kita waktu itu? Izin meninggalkan sekolah, berangkat berdua naik motor ke kampus UNS, lalu berjuang bersama pula. Sebagai dua orang siswa Smansa Solo yang hendak mengadu kemampuan. Hmm, memang begitulah. Tampak semua orang terlihat takut dan ragu menatap kita, bukan apa apa. Karena titel smansa yang sudah dikenal sering memboyong piala. Padahal mereka tak tahu, kita hanya siswa kelas 2 SMA.. hehe.
Waktu itu, kita lolos 10 besar dari sekian peserta. Masuk semifinal --> praktikum kimia, 10 soal. Untuk pertama kalinya, aku dan kamu mencoba titrasi asam basa. Padahal di sekolah belum diajarkan, tapi alhamdulillah sudah sering mencoba berdua di lab kimia. Hmm, terlewati sudah, kita berdua masuk 5 besar. Dan alhamdulillah, kamu jadi juara pertama lagi, aku nomor 4 nya.. Salut.. Ingat pulang-pulang bawa piala, naik motor lagi. Lalu mampir ke toko sepatu, beli sepatu ade-ray, habis dapet rezeki.. :)

Tidak berhenti sampai di situ, Febuari 2008 pula, kita berangkat berdua ke ITS Surabaya, pupuk bawang ikut Olim Kimia Se-Jawa Bali Lombok. Bersama siapa? Kamu tau tentunya. Bersama dua orang senior kita, yang luar biasa hebatnya. Perjalanan solo-surabaya terasa sangat menyenangkan. Bersamamu, izin sekolah dua hari. Pulang pergi dengan kereta eksekutif gratis, menginap di asrama haji sukolilo surabaya. Bukan tentang kalahnya kita yang aku ingat, toh dari awal aku katakan, jadikan ini sebagai ajang coba-coba dan cari pengalaman. Kita masih kelas 2, artinya kalau bisa masuk 20 besar saja sudah bagus. Tapi inilah saatnya kita liburan dan merajut cerita indah masa depan, bahwa kita pernah ada di sini. 
Kisah nasi pocol, makan sekotak berdua karena dimakan kucing, menemani kedua senior kita berjuang seharian hingga meraih juara 3, ditinggal tidur dan dibiarkan sendiri mencari makan malam-malam, ditinggal pembimbing, hingga kesiangan bangun esok harinya lalu harus lari-lari pesan tiket ke stasiun. Ada lagi?
Ups, dua bungkus nasi pocol tanda ucapan maaf yang diletakkan di depan pintu kamar pagi-pagi. Dan turut berbangga hati, bisa memegang piala kemenangan, meski bukan punya sendiri.. :')

Lalu, kesempatan lainnya, lupa bulan apa ya, tahun 2008. Kita ikut OSN Kimia tingkat kota. Soalnya susah, selesai ujian kita menyocokkan soal, tapi rupanya hampir semua jawaban berbeda. Hingga akhirnya, alhamdulillah, aku dan kamu ada di nomor 1 dan 3. Masih ingat tak siapa nomor 2 nya? Teman kita yang unik itu, Driya. hehe. Yang jurus penenangnya terbawa hingga sekarang, 'tenang,,tenang,,tenang'. Alhamdulillah waktu itu aku sampai di tingkat provinsi, tentunya tak lepas dari semangat dan dukungan darimu, yang dari kota solo selalu mengiringi langkahku menuju semarang. Ini sok swit banget kata-kataku.

Kesempatan lainnya pula, tahun 2008, ikut lomba mapel kimia yang kedua. Gantian, kali ini aku yang jadi juara pertama, kamu di nomor 4 nya. Alhamdulillah. Tapi pengumuman dan pembagian hadiahnya sungguh-sungguh molor dari jadwal yang ditentukan. Waktu itu kelas 3, sedang jadi moderator acara di Studi Islam Intensif SMANSA, lalu dipanggil datang ke Dikpora. Antara senang mau dapet hadiah, dan sedih karena harus meninggalkan sebentar pesantren kilatnya. Pun berdua, melalui jalanan yang sepi dari asrama haji donohudan menuju Dikpora Solo. Ikut apel pembacaan juara dan pembagian tropi. Rupanya ibu yang membacakan nama terlihat sulit mengeja. Jadilah aku dipanggil Ennurmita, dan kamu Nafisa Munatsika.

Dan event lomba terakhir, Febuari 2009. Lomba kimia UNS edisi 2, lolos 10 besar lagi kita, lalu lolos final lagi. Pertama kalinya ikut final yang tipenya cerdas cermat. Begitu semangatnya aku memencet tombol setiap kali pertanyaan selesai dilontarkan. Maaf ya, waktu itu aku rakus, entah aku sudah menjawab berapa banyak soal. Bahkan tak kusisakan banyak kesempatan untuk pesaing lainnya. Hmm, kita pernah bilang kan, di luar kita teman dekat, sahabat, tapi dalam kompetisi, kita profesional. Alhamdulillah lagi, waktu itu mendapatkan piala paling tinggi yang sudah kuincar dari pagi. 
Lalu kita, pulang bersama, hujan-hujanan menaiki motor tercinta. Berdua saja, ditemani piala yang disembunyikan di bawah jas hujan. Menuju sekolah. Diakhiri dengan rehat sejenak di Masjid Annur smansa.

Dan kerjaan kita tiap kali melintasi lobi sekolah, melihat lemari yang isinya penuh dengan piala, adalah 'mencari-cari di mana piala kita?' Ya, ternyata akhirnya kita mampu membuktikan. Bahwa sejarah ke belakang, di mana kebanyakan hanya ikhwan ikhwan yang mampu berprestasi di sekolah, kita patahkan. 
Ingat sekali kata-katamu, "kita harus buktikan en, kalo akhwat juga bisa, jangan cuma ikhwan yang punya hak special di depan guru-guru". hehe. Of course, itulah aku dan kamu, sevisi, satu tujuan dan cita-cita. InsyaAllah.

Itulah rangkaian cerita kita, masih dalam ranah, 'kompetisi' dan 'kimia'. Sedang di luar itu, ada berjuta cerita lain yang mengendap di dalam ingatanku. Tapi kali ini ada sebuah cerita yang membuatku penasaran. hehe.

Tentang KOTAK.

Semoga selamanya selalu begitu, janganlah berganti..
Tetaplah seperti ini..

Semangat sayang, semoga do'a do'a kita sampai padaNya..
Ikatan kita sebagai pengingat dan penjaga..
Menjadi penjalin langkah menuju surga.. 
Because distant never separates two hearts that really care.. 

For you, Nafsa Muthmainna. Thanks. :)