Selasa, 30 September 2014

Antara lelaki dan perempuan


Seringkali -entah sudah berapa kali- aku harus memutar otak berkali-kali, ketika ingin memilih kata yang tepat untuk menanggapi cerita mereka. Lelaki dan perempuan.


Perempuan akan merasa cukup lega ketika didengar apapun yang ingin dia ceritakan. Dari mulai yang penting, setengah penting, atau tidak penting. Baik yang bertema senang, sedih, lucu, apapun juga. Dukungan dalam bentuk refleksi perasaan akan membuatnya semakin tertarik untuk bercerita. Apalagi jika bisa menemukan ekspresi mimik yang mendukung suasana hatinya.  
"Wah, seru banget.." 
"Oh iya, khawatir boleh. Tapi cobalah sewajarnya."
"Aku mengerti perasaanmu. Kamu pasti sedih."
"Kalau kita duduk di sana, mungkin rasanya akan lebih nyaman."

Barulah setelah itu, setiap komentar, saran, dan masukan yang ingin disampaikan, menjadi lebih mudah didengar dan dicerna oleh mereka. Penyatuan persepsi adalah ketika kita mulai bisa merasakan hal yang dia rasakan.


Sedangkan lelaki. Bagiku lebih sulit memahaminya, ketimbang perempuan. Tapi tak ambil pusing karena mereka, manusia yang terkadang menomorduakan perasaan. Biasanya akan cerita jika memang sedang perlu dukungan akal atau teman diskusi. Sejauh mereka diam saja, artinya masih mampu menyelesaikan sendiri tantangannya. Refleksi isi mungkin lebih tepat untuk mereka.
"Kamu hebat. Apa yang kamu lakukan itu luar biasa."
"Emm, kamu sudah mencoba. Aku pikir, itu pilihan yang tepat."
"Bagaimana kalau kita coba, begini?"
"Aku setuju pendapatmu, ga ada yang salah, tapi sepertinya ada yang kurang pas.”

Begitulah lelaki. Terkadang pula tak perlu banyak masukan atau nasihat. Karena logikanya yang selalu berjalan-jalan mencari solusi atas permasalahan. Penyatuan persepsi adalah ketika kita mulai bisa memahami apa yang dia pikirkan.

Menarik bukan?

Maka ketika ingin membicarakan hal yang ‘penting’ kepada mereka pun, kita harus mengetahui ‘timing’ yang tepat.
Ketika perempuan sedang sensitif, akan sulit sekali untuk diajak bicara dan mengambil tindakan. Tunggulah hingga reda, baru katakan. Atau jika mampu, tanyakan apa yang sedang dia alami.
Ketika lelaki sedang banyak pikiran, akan sulit sekali untuk diajak bicara dan membahas sesuatu yang butuh perhatian. Tunggulah hingga ia kembali dari diam. Lalu katakan perlahan.

Betapa banyak kejadian, ribut-ribut antara lelaki dan perempuan, berawal dari ketidakpahaman.

Perempuan merasa, lelaki tak perhatian, tak berperasaan, mudah lupa, dia tidak menyenangkan, atau terlalu pendiam. Apapun. Padahal seringkali, lelaki tak merasa ‘ada yang salah’ dengan dirinya, juga tak ‘memikirkan hal yang sama’ dengan dirinya. Lalu perempuan itu makin terbawa oleh perasaannya. Padahal seringkali, lelaki tak merasa ada yang harus diperbaiki, tak tahu bagian mana yang tercela.

Lelaki merasa perempuan terlalu sensitif, terlalu khawatir berlebihan, terlalu mudah berubah –kadang cerewet tiada akhir, kadang cemberut tanpa pikir-. Lalu lelaki itu berpikir, perempuan banyak maunya, sulit dimengerti jalan pikirannya. Padahal seringkali, perempuan hanya minta waktu sejenak untuk dihargai keberadaannya.

Terlalu menarik memang, menghadapinya. 
Kunci semua itu, sebenarnya adalah ketika kita sama-sama bisa menerima ‘value’ yang ada, bahwa sejatinya lelaki dan perempuan itu berbeda, serupa tapi tak sama.

Dan terkadang, terlalu sering mendengar cerita dan berbagi pikiran bersama mereka, membuatku merasa amat bersyukur, mampu sedikit demi sedikit memahami adanya ‘perbedaan’ itu. Learning by doing.
Mengambil pelajaran, untuk masa depan. 
Untuk orang-orang tersayang kini dan nanti, agar mereka tak perlu jauh-jauh mencari, ke mana tempat berbagi. For all of you, dear, I'm here. InsyaAllah. :)

Ini baru bicara tentang lelaki dan perempuan, belum lagi bicara karakter seseorang. DariNya aku belajar, untuk selalu mendengar. Karena sampai kapanpun, Allah akan tetap menjadi Pendengar yang terbaik, tak berubah walau sedetik.

0 komentar:

Posting Komentar