Rabu, 20 Juni 2012

Selepas membaca

Teruntuk seseorang di sana, yang begitu peduli..


"Kecepatan gerak adalah kunci dari pembebasan, seluruh sumber daya yang kita miliki harus dikumpulkan secara cepat, agar bisa memberi pukulan mematikan bagi musuh. Penaklukan ini adalah harga mati! Bila aku harus memimpin Utsmani tanpa Konstantinopel, lebih baik aku tidak menjadi pemimpin sama sekali!" 
(Muhammad Al Fatih, 'Mas Mehmed')


Jaga semangat kita! Bawa semangat Mas Mehmed!
Akan sebuah harapan, pertolongan dan kemenangan dari Allah..
Karena kita tak pernah tahu apa yang ada di penghujung jalan..


Galau dokter masa depan, punya privilege lebih untuk dipelihara.
Semangat menyambut maba! :)

Lagi-lagi, Galau

Puas, tidur 3.5 jam. Setelah berniat ingin rehat dan melupakan semua yang ada di pikiran, sejenak.

"Saya lihat, kamu agak berbeda akhir-akhir ini."
"Ya kak, saya lebih berani."
"Bahkan setiap masukan saya, kamu tekel. Tapi bukan karena saya."
"Bukan kak. Sip, saya mengerti."
(Berpikir)

Kereta ini, sudah hampir setengah tahun berjalan. Dilihat oleh banyak penumpang dan banyak orang luar. Apa karena istimewa? Bukan, karena kereta ini tampak teduh sedari dulu. Nyaman bagi orang-orang yang berada di dalamnya.


Perbaikan demi perbaikan telah dilakukan, bahkan perubahan demi perubahan. Untuk kereta yang lebih baik. Kita tambal setiap lubang yang mengganggu pandangan mata, kita bersihkan isinya, kita penuhi cadangan batu bara, lalu kita hias seindah mungkin. Bahkan kita pahamkan setiap orang yang berada bersamanya, "Kereta ini harus tetap melaju, kereta ini harus  punya pencapaian. Dan semua peran itu, ada di kita".


Betapa sulitnya. Ketika harus terseok-seok penuh arti, untuk menyemai sinar layaknya mentari. Menyebar kebermanfaatan bagi sesama, dekat dan bersahabat.
Tetapi begitulah kehidupan, ada banyak hal yang terkadang masuk, menyelinap, menggerogoti. Akan perasaan ingin berhenti
Menyatukan visi penumpang memang tak mudah. Sesekali aku diam dan berpikir, "Ide sudah digali, tapi belum mampu terealisasi. Sedang mengusahakan."
Sesekali seseorang di dalamnya bertanya, "Mengapa tak kita coba saja?"
Yuuk.
Atau sesekali juga seseorang bertanya, "Mengapa masih sama saja dengan perjalanan kereta kita tahun lalu?"
Dug.. Nuraniku yang paling dalam tersentil. Aku paham, aku paham. Ketika penumpang senior berkomentar, ingin agar kereta tahun ini berjalan dengan lebih baik. Dengan masinis dan awak kereta yang muda. 


Tapi percayalah, kita semua sedang berusaha. Coba lihat lebih dalam, lebih. Tidakkah terlihat lubang-lubang tengah ditambal, hingga kita tak harus kebasahan karena dinding kereta yang bocor. Tidakkah terlihat semangat penumpang yang mulai membara, ketika di akhir perjalanan lalu sempat memadam, ketika kita harus memantiknya kembali sekuat tenaga. Tidakkah terlihat setiap bekal yang berusaha kami bagi, ketika semenit, sejam, beberapa saat, kereta berhenti, lalu menumpahkannya ke penduduk sekitar. Tidakkah terlihat positifnya? Lalu mengapa harus retak-retak kecil yang selalu diangkat?
Tidakkah terlihat? Tidakkah terlihat? 

Allah, mungkin kesabaran yang tengah kau uji. Taatkah untuk menghadapi semua ini.
Bukan tak ingin aku mendengar. Hanya saja, dalam hati terjadi penolakan besar.
Kita tengah berusaha, perlahan. Mimpi-mimpi tengah disusun, proses perencanaan tengah diatur, dengan waktu-waktu yang tengah dibagi agar setiap strategi berjalan sesuai idealisme kita.
Maka bersabarlah. Ketika perubahan nyata belum nampak di pelupuk mata, dan ketika kesannya sama-sama saja dengan tahun sebelumnya.
Tapi sekali lagi, percayalah, kita semua sedang berusaha.
Coba lihat lebih dalam, tak setitik pun kau lihat adanya perubahan?
Maka maaf, kalau akhir-akhir ini aku tampak mentekel setiap masukanmu kakak. Karena aku tak suka, dengan sikapmu yang terus saja membanggakan yang lalu-lalu. Atau menyama-nyamakan kegagalan yang ada di tahun-tahun lalu..
Coba lihatlah, kita tengah berbenah. Coba lihatlah, fokus perbaikan internal yang coba kita angkat tahun ini. Coba lihatlah, rencana keumatan yang tengah kita susun. Coba lihatlah, coba lihatlah.
Maaf. Karena aku menghargai, setiap peluh dan tetes keringat dari setiap awak kereta. Mungkin kasat mata, tapi tampak begitu bersahaja. Karena aku mengetahui, setiap upaya mereka meredam keluh yang kerap kali membuat hati luluh. Ya bisa dibilang, kita telah mengakhiri tahap perbaikan karakter, perbaikan niat, perbaikan ruhani. Melangkah pada fokus eksternal, menebar cahaya dan manfaat sebanyak-banyaknya.
Semua ada waktunya.

Itulah mengapa, biarkanlah kereta ini berjalan sesuai dengan mimpi dan target yang telah kita rangkai, di awal tahun perjalanan.
Tunggulah, tunggu, hingga semua mata terbelalak..
Akan ada saatnya, mungkin bukan sekarang, tapi keyakinan kami berkata, PASTI. :')


(penutup kegalauan malam ini)





Selasa, 12 Juni 2012

Jejak hariku


Hari ini, akan menjadi saksi perjalanan dan kisah kita. Apakah Allah akan melabuhkan kita di sini, atau Allah telah menyiapkan tempat lain di sana, yang tak pernah kita mengerti. Perjuangan akan terus dimulai, tanpa awal dan tanpa akhir. Seperti hari ini, akan berbicara tentang sebuah mimpi indah masa depan. Percayalah pada dirimu, optimis dan jangan pernah ragu. Bismillah, Semangat! (enni, menjelang ujian SIMAK UI)

Ya, itulah yang berhasil membawaku ke sini. Menjadi semangat tanpa batas hingga saat ini.
Hampir tiga tahun menjejakkan kaki di kota besar yang asing dan keras. Yang pada awalnya aku ragu menapaki langkah demi langkahnya, ibarat anak kecil dari daerah yang lugu polos tak tau apa-apa lalu mencoba meraih penggalan-penggalan mimpinya.

Jakarta, aku akan menaklukkanmu! Begitulah jargon yang terus kubawa hingga saat ini. Janji bersama yang telah ku azzamkan kuat, bersama dengan teman-teman lainnya. Bahwa di manapun kita berada kini, taklukkan lah. 
Hingga detik ini aku berdiri, hmm, ternyata tak sesulit dan seseram yang dibayangkan dulu kala. Duduk, diam, tanya, cari, lalu berkarya. Begitulah seharusnya.
Jangan pernah mau tertinggal di belakang, jangan pernah mau jadi orang yang tak pernah tahu, jangan pernah mau menurut pada sesuatu yang tak sesuai dengan keyakinan. Keraslah..

Belajar. Belajar. Dan belajar. Di sini aku lebih banyak belajar tentang beragam sisi kehidupan. Tentang bagaimana kehidupan penduduk dengan berbagai latar belakang sosial, tingkat ekonomi, pendidikan, dll. Tentang bagaimana pemikiran orang yang terkadang aku sendiri keheranan. Tentang sebuah keikhlasan ketika harus bolak-balik Salemba-Depok. Tentang sebuah idealisme. Tentang sebuah impian. Tentang realita. Tentang bagaimana memahami. Tentang arti memberi. Begitu banyaknya.

Dan sekarang, ingin kukatakan bahwa. Aku tak pernah menyesal berada di sini. Alhamdulillah. Meski seringkali merindukan ketenangan kotaku tercinta, yang damai syahdu dan menentramkan jiwa.

Bukan perbedaan pula yang kuharap ada, tapi perubahan yang akan membawa diri ini pada sebuah kesudahan yang baik. Nanti, nanti, masih terbentang jutaan mil jalan di depan.
Maka, tenanglah, teguhlah, optimislah!
Semoga lidah dan hati ini tak pernah kelu untuk selalu bersyukur. Alhamdulillah atas segala nikmat detik demi detik waktu yang terkadang masih sering terlalaikan.. :)

Sekali lagi, dalam perjuangan tiada awal dan tiada akhir. Karena awal dimulai setelah akhir, dan akhir akan selalu berlanjut dengan awal yang baru. Begitu seterusnya, sampai kita kembali ke hadapanNya.
Maka bawalah dan carilah bekal sebanyak-banyaknya di dunia ini. Melalui mimpi yang akan terus terajut, melalui langkah yang akan tetap terayun, melalui keringat yang tak henti mengalir, melalui kata lelah, pasrah, melalui setiap detik dalam hidup ini dengan penuh kesadaran. Bahwa kita diciptakan bukan tanpa tujuan.
Berikanlah yang terbaik untuk hari ini. Allah telah berencana, maka kita harus selalu siap atas hasilnya.

Hati yang bertaut

Rindu ada untuk cinta yang terpisah jarak dan kala
Maka sepasang insan dalam pelukan rindu bagai dua mata

Tak berjumpa
Tetapi memandang ke arah yang tak beda
Tersenyum bersama
Menangis bersama
Kelak beroleh mimbar yang dicemburui nabi dan syuhada

Kawan, rindu ada untuk membuat doa-doa rahasia antara kita
Membumbung tinggi ke sisi Rabb Yang Maha Kaya
Yang kiranya memberi sambil berkata
"Dan begitu juga, seperti apa yang engkau pinta untuk ayah, ibu, kakak, adik, dan saudaramu tercinta.."

rindu = hati yang bertaut

Minggu, 10 Juni 2012

Seven Star Moslem Doctor and FSI FKUI


Seven Star Doctor bukan suatu istilah yang asing di telinga para mahasiswa FKUI. Kualitas bintang tujuh merupakan karakter yang diharapkan akan terbentuk dalam diri lulusan dokter-dokter FKUI.

Tujuh karakter tersebut ialah care provider, community leader, decission maker, manager, communicator, researcher, iman dan takwa. Setiap proses panjang dan perjalanan yang akan dilalui selama menempuh pendidikan di FKUI perlahan akan mengasah kemampuan kita dalam mencapai kualitas ‘Seven Star Doctor’. Tentunya hal ini tak mudah. Akan tetapi, ada banyak sarana dan kegiatan di kampus yang dapat menjadi jalan bagi kita -mahasiswa FKUI- untuk dapat mengaktualisasikan diri hingga kelak kita siap menjadi seorang dokter yang sejati. Salah satunya, melalui Pengenalan Sistem Akademik Fakultas (PSAF) dan masa bimbingan di FKUI.

Seven Star Doctor sebenarnya merupakan bagian yang telah ditetapkan oleh WHO, yang dikenal dengan Five Star Doctor. Karena dirasa kurang, ada dua poin penting yang kemudian ditambahkan oleh jajaran dekanat FKUI, hingga terlahirlah Seven Star Doctor. Dua poin penting tersebut ialah ‘researcher’ serta ‘iman dan takwa’.

Seorang dokter diharapkan mampu menjadi dokter yang peduli, hingga setiap hal yang dilakukan dan keputusan yang diambil benar-benar bertujuan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Selain itu, dokter juga diharapkan mampu menjadi ujung tombak pembangun peradaban di komunitas masyarakat, di mana karakter pemimpin sangat dibutuhkan. Setelah lulus dari program pendidikan S1 kedokteran, kita akan terjun ke masyarakat yang perlu dibina dan disejahterakan dalam bidang kesehatan. Akan ada banyak titik ketika kita harus mengambil berbagai keputusan, mengarahkan masyakarat, yang mungkin tak hanya terkait bidang kesehatan, tetapi hampir di semua aspek kemasyarakatan. Inilah mengapa peran dokter menjadi penting. Diperlukan kemampuan komunikasi yang baik hingga akhirnya kita mampu menjadi ‘agent of change’ yang akan membangun Indonesia masa depan.

Sebagai seorang dokter muslim, kita memerlukan modal utama dalam setiap aktivitas kita, yakni ‘iman dan takwa’. Karakter ini tak boleh lepas dan wajib menjadi target utama bagi kita, sebagai mahasiswa muslim. Dengan iman yang kuat, serta atas dasar takwa kita kepada Allah, segala hal yang nantinya akan kita lalui akan menjadi berkah dan bernilai lebih mulia. Sepanjang hidupnya, dokter akan menjadi seorang pembelajar sejati -long life learner-, sehingga akan lebih baik jika segala sesuatu dilandaskan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Penciptanya.

Untuk memfasilitasi karakter ‘iman dan takwa’ ini, FKUI memiliki sebuah lembaga dakwah fakultas, yang bernama Forum Studi Islam (FSI). FSI merupakan badan rohani Islam yang secara resmi berada di bawah Badan Eksekutif Mahasiswa Ikatan Keluarga Mahasiswa FKUI (BEM IKM FKUI). FSI menjadi wadah bagi semua mahasiswa muslim untuk senantiasa menjaga serta semakin memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Sehingga nantinya, kita semua akan menjadi dokter-dokter muslim yang profesional serta bermanfaat bagi semua.

I’m proud to be a moslem doctor, don’t you? J

Sudahkah Kita Bersyukur?



Alhamdulillah. Itu kata orang yang khas soal syukur. Apa iya syukur kita terbatas tiga belas huruf yang bisa terlantun dalam lima suku kata itu?

Yang namanya syukur identik dengan nikmat. Kalau kita dapat rezeki, bersyukur. Dianugerahkan badan yang sehat, kita bersyukur. Punya wajah kece, otak oke, baju perlente juga kita bersyukur. Begitu banyak nikmat yang dicurahkan Allah buat manusia. Lantas bagaimana kita menyikapinya? Ya dengan bersyukur.
Secara bahasa, syukur punya arti terima kasih. Ada terima, ada kasih. Meski kadang nikmat itu kadarnya tidak melebihi ekspektasi kita, dua unsur penting dari syukur ini baiknya selalu kita jadikan pegangan dalam menyikapi berbagai nikmat.

 Terima, maksudnya kita merasa cukup dengan apa yang telah kita dapatkan. Sedangkan kasih memiliki makna memberi, berbuat, atau secara umum mengejawantahkan nikmat dalam bentuk tindakan. Inilah yang menjadi aplikasi syukur dalam kehidupan kita. Di mana kita harus mampu menerima segala nikmat yang telah Allah berikan dengan penuh keikhlasan, lalu menumpahkan rasa syukur kita dalam amal kebaikan. Seperti itulah Islam mengajarkan kita, bahwa bentuk syukur ada tiga, melalui hati, lisan, dan perbuatan.
Lalu, bagaimanakah cara kita bersyukur kepada Allah?

“Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu.” (QS. Al-Baqarah : 152)

Ada banyak hal yang patut kita syukuri. Mulai dari nafas yang tiap detik berhembus, nadi yang tiap waktu berdetak, yang jika sesaat saja berhenti, seluruh proses biokimiawi tubuh pun akan berhenti, akhirnya mati. Nikmatnya sehat dan waktu luang yang seringkali kita lupakan, padahal dua nikmat tersebut merupakan celah terpenting yang dapat mengarahkan kita pada kebiasaan bersyukur. Ditambah lagi dengan jutaan nikmat lainnya yang tak mampu kita menghitungnya, termasuk nikmat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Masihkah ragu untuk bersyukur?

 “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat dholim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” (QS. Ibrahim: 34)

Seorang muslim memiliki dua karakteristik khas, sabar dan syukur. Dua sifat inilah yang harus mendarah daging dalam keseharian kita. Syukur akan menghindarkan kita dari keluh kesah yang berkepanjangan. Dengan hati yang senantiasa bersyukur, setiap langkah yang kita ambil akan membawa pada sebuah keyakinan besar. Bahwa nikmat Allah tak pernah putus, selalu mengalir bagi hambaNya yang bersyukur. Bahwa rencana Allah tak pernah meleset, senantiasa memberikan makna mendalam akan sebuah peristiwa. Terkadang Allah tak memberi apa yang kita inginkan karena Dia lebih tahu apa yang kita butuhkan. 
Sekali lagi, masihkah kita ragu untuk bersyukur?

 Jika engkau bersyukur, maka akan kutambahkan (nikmat-Ku), dan jika engkau kufur (ingkar) sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”(Ibrahim: 7)

Syukur adalah wujud cinta, semakin kita bersyukur, semakin bertambah pula kecintaan kita pada Sang Pencipta. Syukur akan melahirkan keoptimisan dan keyakinan besar untuk terus menatap ke depan, serta memanfaatkan setiap momen yang ada untuk tetap berikhtiar menuju akhir perjalanan yang terbaik. Langkahkan kakimu dengan penuh optimis, iringi dengan hati yang terus bersyukur.  J


Halida-Enni

Selasa, 05 Juni 2012

Alangkah Cukup

Tanpa sadar.. Menemukan jawabannya..
Lewat sekelumit cerita pendek yang seseorang sampaikan malam ini..


Allah memerintahkan kita meneladani para Rasul yang kisah mereka dalam Al Quran ditujukan untuk menguatkan jiwa kita dalam meniti jalan cinta para pejuang.

Para Rasul itu, utamanya Rasul-rasul Ulul ‘Azmi menjadi mungkin kita teladani karena mereka memiliki sifat-sifat manusiawi. Mereka tak seperti malaikat. Juga bukan manusia setengah dewa. Mereka bertindak melakukan tugas-tugas yang luar biasa beratnya dalam keterbatasannya sebagai seorang manusia.

Justru keagungan para Rasul itu terletak pada kemampuan mereka menyikapi perintah yang belum tersingkap hikmahnya dengan iman. 


"Dengan iman. Dengan iman."

Berbeda dengan Khidzir yang diberitahu skenario dari awal hingga akhir atas apa yang harus dia lakukan, ketika mengajar Musa, para Rasul seringkali tak tahu apa yang akan mereka hadapi atau terima sesudah perintah dijalani. Mereka tak pernah tahu apa yang menanti di hadapan.

"Yang mereka tahu hanyalah, bahwa Allah bersama mereka." 

Nuh yang berupaya membuat kapal di puncak bukit tentu saja harus menahan geram ketika dia ditertawai, diganggu, dan dirusuh oleh kaumnya.
Tetapi, sesudah hampir 500 tahun mengemban risalah dengan pengikut yang nyaris tak bertambah, Nuh berkata dengan bijak,

dengan cinta, “Kelak kami akan menertawai kalian sebagaimana kalian kini menertawai kami.”

Ya. Nuh belum tahu bahwa kemudian banjir akan tumpah. Tercurah dari celah langit, terpancar dari rekah bumi. Air meluap dari tungkunya orang membuat roti dan mengepung setinggi gunung. Nuh belum tahu. Yang ia tahu adalah ia diperintahkan membina kapalnya.

Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya.. :')

Orang biasa?

Terkadang saya..
Ingin jadi orang biasa saja..

Yang tak harus berpura-pura..
Menampakkan mimik muka yang selalu tampak baik-baik saja..
Padahal sejatinya..
Saya juga punya rasa..

Atau..
Yang tak harus galau galau ria..
Kata temanku tercinta..
Sebagai kompensasi untuk tegar menjalani semua..

Ya, terkadang saya ingin jadi orang biasa saja..
Yang mampu berpikir simpel untuk diri saya..
Tanpa harus berpikir luas akan dampak pemikiran bagi semua..
Yang mampu bersikap sewajarnya..
Ketika saya ragu saya tinggalkan, ketika saya yakin saya lakukan..
Bukan meyakinkan orang lain akan sesuatu yang meragukan..
Atau memutuskan sesuatu yang orang lain harus tinggalkan atau lakukan..

Sekelumit pikiran sederhana yang sifatnya jangka pendek dan tak bertahan lama, saat sifat kanak-kanak mendadak mendominasi logika seorang enninurmita.. hehe.

Kamu sudah dewasa, maka begitulah seharusnya..
Dan ingat saja, akan quote favorit yang selalu kau bawa..

"JANGAN MAU JADI ORANG BIASA!
MAKA OPTIMIS DAN BERSYUKUR SAJA, KAU PASTI MAMPU MELALUINYA!
SEMANGAT!" :)