Sabtu, 06 November 2010

Awal perjuangan FKUI

Mengulas kembali perjalananku saat berjuang untuk masuk ke perguruan tinggi. Sungguh tak pernah kuduga sebelumnya, hariku akan menjadi seperti ini. :)

Masih ingat saat awal bulan Januari tahun 2009, aku mengikuti acara presentasi UI dari para alumni SMA N 1 Solo. Sebelum itu, tak ada sedikitpun rasa-rasa ingin masuk UI. Sudah jauh, mahal, sendirian, dan semua pikiran-pikiran negatif tentang UI mengalir bagi air dalam otakku.
Presentasi itu menjadi awal pandanganku berubah. Wow, that's a great university.
Ternyata jauh dari bayanganku. Kampus UI mempesona (menurutku), fasilitasnya banyak, dan jalur masuknya pun banyak. Lebih sempit lagi, aku terkagum-kagum dengan salah satu fakultas di sana, yang eksotis dan menarik. FKUI.


Ya, aku memang terpesona dan entah mengapa sepulang dari presentasi tersebut, keinginan saya untuk menjadi bagian dari Universitas besar yang membawa nama negara tersebut. Setidaknya, ada keinginan jaket kuning dapat tersemat di dada. Apalagi saat melihat kakak2 kelas berjaket kuning itu, nampak keren sekali.. hehe.
Pendaftaran Seleksi Masuk UI pun dimulai, tak diragukan lagi aku mendaftar. Saat itu, berstatus sebagai pendaftar PMDK FKUNS Solo. Tapi tak ada salahnya mencoba, meski aku tahu, mimpiku masuk FKUI terlalu muluk-muluk. Mana bisa murid biasa sepertiku menjadi mahasiswa FKUI, kampus idaman berjuta orang. (lebai..)
Modal nekad, itu yang ku punya.
Yang penting daftar dulu, masalah diterima atau tidak itu urusan belakangan. Ujian SIMAK merupakan ujian mandiri masuk perguruan tinggi negeri yang pertama kali diadakan, sebelum UTUL UGM, UM UNDIP, UMB, SNMPTN, dll.

Masih ingat saat aku bingung membuat account. Username dan password. Aku tak boleh main-main. Dari dulu aku percaya bahwa hal-hal kecil yang kita yakini dapat menjadi kenyataan asalkan kita bersungguh-sungguh. Termasuk dalam urusan membuat account. Aku berpikir, untuk menemukan satu kata yang singkat padat jelas tetapi dapat mengingatkanku pada tujuan. FKUI, itulah fokusku saat itu. Baiklah, Enninurmita harus selalu optimis.
Akhirnya kuputuskan.....

Jumat, 27 Agustus 2010

Wajah Indonesia


Waktu itu, saya berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah, tepat di Hari Anak Nasional. Bersama teman-teman dari UI, universitasku tercinta. Transport utama kami, mungkin memang naik angkot. Sekali naik dari jalan besar Margonda, angkot 19. Dan sampailah kami di sana. Ternyata tak ada tiket gratis. Kami berjalan dari pintu gerbang menuju anjungan Maluku. Subhanallah, cukup panjang dan berliku. Ternyata keadaan di luar TMII tak serupa dengan dalamnya. Ramai sekali.

Ribuan anak berjajar di sepanjang jalan. Ada yang memakai seragam TK, ada yang SD, ada yang SMP. Tapi sayang, tak ada anak SMA maupun mahasiswa di sana. Mungkin karena sudah besar, jadi malu kalau ikut-ikutan. Mereka berjajar rapi. Sambil membawa bendera merah putih dengan ukuran bendera tujuh belasan, mereka bersorak senang. Oh, pantesan. Ternyata mereka menunggu Pak Presiden Republik Indonesia datang dan berharap bisa melambaikan tangan. Mobil-mobil dengan plat nomor berawalan RI, menjadi ciri khas bahwa mobil tersebut milik pejabat negara. Setiap ada mobil lewat, anak-anak pun berteriak, melambai-lambaikan tangan. RI 5, RI 2, RI3, dsb, entah punya siapa. Sedari tadi, posisi saya memang agak ke tengah jalan. Klakson mobil-mobil penting itu terdengar sebentar-sebentar. Hingga di saat mobil RI 1 lewat, saya pun terkesima. Wow, mana Pak SBY ya??

Eh, ternyata di dalam cuma ada supir. Entahlah, apa artinya Pak Presiden sudah lewat, atau mungkin itu baru gladi resik mobilnya. Tapi saya tidak berniat menceritakan perjalanan panjang nan amat berkesan waktu itu. Satu hal yang jadi catatan penting, bahwa menjadi minoritas memberi kebanggaan tersendiri. ^^

Saya sungguh kagum dengan wajah anak-anak tersebut, yang dengan setia menunggu dan berdiri sejak pagi. Dalam hati saya, “Inilah wajah Indonesia, dari sinilah masa depan itu ada.”

Iya, memang benar. Kalau waktu itu, mereka berjajar demi melambaikan tangan pada para pejabat negara. Entah sepuluh tahun, dua puluh, dan dalam hitungan yang tak terhingga, mereka lah yang akan menggantikan posisi penting itu.

Ada yang mengatakan, “Kalau kita ingin melihat orang, masa depannya akan seperti apa, lihatlah dia sekarang. Karena kita hari ini adalah cerminan kita ke depan.”

Benar juga. Saat itu saya tatap wajah anak-anak Indonesia. Mereka masih begitu polosnya, masih lugu dengan segala tingkahnya. Termasuk beruntung, karena mereka yang ada di sana masih dapat menimba ilmu di sekolah, masih berpendidikan. Hanya perlu polesan yang baik dari kedua orangtua serta saudara di rumah, insyaAllah mereka akan terarah dengan semestinya. Rumah memang madrasah terbaik.

Tapi mereka, yang ada di luar sana. Dari berbagai pelosok negeri. Tidak semuanya mendapat kesempatan untuk bersekolah, mengenyam pendidikan. Mereka mungkin bercita-cita, tetapi tidak tahu bagaimana cara untuk mencapainya. Sungguh, kasihan.

Sekarang, masuk ke topik permasalahan. Hehe. Prolognya terlalu panjang..

Lihatlah diri kita. Kita bersekolah, berpendidikan. Pernahkah kita merenungi dan berpikir bahwa betapa beruntungnya kita. Bahwa betapa bahagianya kita. Mendapat ilmu, yang nantinya akan berguna bagi bangsa.

Mahasiswa Indonesia. Kalian lah tonggak kejayaan bangsa.

Kalau sedari tadi saya membahas anak-anak, memang merekalah generasi mendatang, generasi pembaharu yang akan menciptakan kesejahteraan merata di Indonesia, kelak.

Tapi tahukah kalian? Bahwa mereka masih jauh berada di bawah kalian. Dan kitalah yang akan menjadi contoh bagi mereka. Karena kita adalah GENERASI SEKARANG.

Sudahkah kita bersiap untuk kewajiban-kewajiban besar yang menggantung di pundak kita?

Masihkah kita bermalas-malasan?

Sungguh, saya sendiri kecewa ketika melihat diri saya bermalas-malasan. Saya juga kecewa ketika belajar dengan rasa terpaksa. Saya kecewa melihat langkah saya menuju kampus yang seolah tak bertujuan. Saya kecewa dengan niat bolos kuliah yang tak beralasan. Saya kecewa dengan ungkapan sok sibuk yang terkadang membuat diri ini merasa tak punya waktu untuk belajar, membagi waktu dengan baik. Saya kecewa ketika kewajiban untuk beribadah, kewajiban untuk berbakti kepada orang tua, dan semuanya terlalaikan oleh ini dan itu. Semuanya harus terpenuhi, harus seimbang.

Hati saya tergerak dengan sebuah percakapan singkat seorang teman:

“Hari gini bolos, Indonesia sudah maju bung.”

“Indonesia maju, tapi rakyatnya masih tertindas.”

“Kalau rakyat tertindas, itu karena kita menindas diri kita sendiri. Ayo tunjukan dengan menjadi mahasiswa yang baik.”

Gimana ada sejarahnya, ingin maju tapi tak ada usaha untuk berbenah. Lihatlah ke dalam diri kita, tak perlu lihat yang terlalu luas. Kalau kita saja masih seperti ini, bagaimana dengan rakyat Indonesia yang lainnya?

Skema pembagian era yang dibuat oleh Daniel. H. Pink dalam bukunya “A Whole New Mind”, terbagi menjadi:











Indonesia masih terbatas pada dua era terbawah, yakni agrikultur dan industri. Sedangkan di negara-negara barat, negara-negara maju telah meninggalkan era agrikultur dan industri menuju era penuh informasi dan pengetahuan, serta konseptual yang merumuskan berbagai ide jenius. Tanggung jawab kita adalah belajar sungguh-sungguh agar ilmu kita dapat bermanfaat untuk mengangkat derajat Indonesia di mata dunia. Hingga kita tak perlu lagi impor barang atau teknologi dari luar, karena di negara kita pun semuanya tersedia dan tercukupi.

Mahasiswa Indonesia, masa depan di tangan kita. Akan jadi apa Indonesia, itulah yang harus kita pikirkan. Tak harus jadi pejabat, tapi semua elemen penting di negeri ini kelak akan menjadi ladang-ladang kita. Ladang untuk belajar, beramal, dan beribadah.

Oleh karena itu, marilah kita mulai dari hal kecil yang ada di depan mata kita. Tak peduli mahasiswa dari fakultas atau jurusan apa, karena kita satu. Galilah ilmu sebanyak-banyaknya di bidang masing-masing. Carilah pengalaman sebanyak-banyaknya dalam berbagai aspek, baik aspek sosial dan kemasyarakatan, kesehatan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, semuanya.

Kontribusi kecil yang kita berikan akan membawa dampak besar bagi rakyat Indonesia.

Kita lah intelek muda, cendekiawan yang dinanti oleh para pendahulu kita. Sungguh, bukan karena kita pandai atau hebat, tapi semata-mata karena kita lah yang terpilih untuk memimpin bangsa ini!



Sedikit mengenang saat saya bersama seluruh mahasiswa UI angkatan 2009, menyanyikannya bersama di balairung. Menggelegar, semoga dapat terwujud, suatu saat nanti..


Kepada para mahasiswa, yang merindukan kejayaan

Kepada rakyat yang kebingungan, di persimpangan jalan

Kepada pewaris peradaban, yang telah menggoreskan

Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia


Wahai kalian yang rindu kemenangan

Wahai kalian yang turun ke jalan

Demi mempersembahkan jiwa dan raga

Untuk negeri tercinta


Dengan tangan mengepal, inilah janji. Bahwa kita harus terus berusaha, memberikan kontribusi, mempersembahkan yang terbaik bagi Indonesia.

Ada beragam jalan, semuanya luar biasa.

Lakukanlah dengan caramu sendiri

Bagaimanapun kita tetap Anak Indonesia, yang bebas berkreasi dan berkarya asal masih dalam batas yang sewajarnya

Demi mimpi yang sama, Indonesia Tersenyum. :)

Rabu, 11 Agustus 2010

Hukum Kekekalan Energi dan Massa

Seusai sholat tarawih.

Terinspirasi dari khotbah ba'da isya' tadi yang mengulas sedikit mengenai hukum kekekalan energi dan massa.


Hukum Kekekalan Energi

Hukum Kekekalan Energi (Hukum I termodinamika) berbunyi: “Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan (konversi energi)”.

Hukum Kekekalan Massa

Hukum kekekalan Massa dikemukakan oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) yang berbunyi: ”Dalam suatu reaksi, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”, dengan kata lain massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Artinya selama reaksi terjadi tidak ada atom-atom pereaksi dan hasil reaksi yang hilang.

Energi yang ada dalam diri kita terhubung dengan energi-energi yang ada di alam semesta. Semuanya merupakan rangkaian sistem yang saling mempengaruhi dan berlaku kesetimbangan dalam segala aspeknya.

Percaya atau tidak, kita memiliki energi yang mempengaruhi internal diri kita, bahkan sampai ke eksternal. Energi yang kita serap, sedikit atau banyak akan selalu menyesuaikan dengan kondisi sekitar. Baik dalam fungsi fisik meliputi fisiologi tubuh seperti bernafas, makan, minum, tidur, dsb. Juga berkaitan dengan fungsi akal dan hati, seperti berpikir, merasakan, merenung. Apapun yang terjadi dalam aktivitas kehidupan kita melibatkan energi yang akan terus kekal, dalam jumlah yang sama di alam semesta.

Bulan Romadhon ini menjadi peluang besar bagi kita untuk menyeimbangkan energi tubuh. Seperti yang kita ketahui, tubuh kita terdiri atas tiga buah rongga. Rongga kepala, rongga dada, dan rongga perut. Dalam kondisi normal, ketiganya akan berfungsi secara seimbang. Dalam kondisi tidak normal, misalkan saat kesehatan terganggu, kesetimbangan ini pun tetap berjalan dengan baik, saling melengkapi dan mengisi.

Saat kita mengalami inflamasi, tubuh kita akan beradaptasi. Contoh kecilnya adalah mekanisme peradangan saat kita terluka. Jika tergores pisau, akan muncul respon peradangan dari dalam tubuh. Meliputi perubahan vaskular dan seluler, yang dipelajari lebih detail pada materi patologi kedokteran. Rentetan bertingkat dari kejadian inflamasi ini diintegrasikan oleh pelepasan mediator-mediator kimiawi. Dan akan memunculkan lima tanda lokal klasik inflamasi akut, yakni panas (kalor), merah (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan kehilangan fungsi (functio laesa). Mekanisme ini sangat rumit dan unik. Pada akhirnya, respon ini akan mengembalikan fungsi bagian tubuh yang terluka melalui proses regenerasi dan repairing yang sangat amat sempurna.

Itulah contoh kecil kesetimbangan dalam tubuh yang sakit.

Kembali lagi pada fungsi tiga rongga. Rongga kepala, berisi ribuan organ yang cukup fatal fungsinya. Organ utama adalah otak yang membuat kita dapat berpikir dan selalu menggunakan akal dalam berbuat dan bertindak. Rongga dada, berisi organ-organ penting dalam keberlangsungan hidup manusia, sedetik saja tak berfungsi, nyawa taruhannya. Rongga perut, berisi organ-organ pencernaan yang berperan juga dalam fungsi biologis, merupakan organ utama yang akan menyuplai makanan ke seluruh bagian tubuh.

Saat bulan-bulan selain bulan Ramadhan, tiga rongga tersebut bekerja sesuai porsinya. Kita makan tiga kali sehari. Berpikir saat sekolah atau bekerja. Diiringi aktivitas jantung dan paru-paru. Sekali lagi, seimbang. Namun, saat bulan puasa ini, ada sedikit perubahan yang berpengaruh besar dalam memaksimalkan potensi diri kita. Seperti yang kita tahu, aktivitas puasa sebulan penuh ini memaksa kita untuk mengosongkan isi rongga perut, atau mengurangi jatahnya jika dibandingkan dengan kondisi kita saat tidak berpuasa. Tentu ada bedanya bukan?

Nah, inilah yang menjadi kesempatan besar bagi kita, terutama generasi muda untuk mengoptimalkan potensi dua rongga yang lain. Kalau menurut saya pribadi, tiga rongga itu dapat diidentikkan dengan aktivitas akal, psikis, dan fisik. Akal terwakili oleh rongga kepala, psikis terwakili oleh 'hati' dalam rongga dada, serta fisik yang terwakili dengan rongga perut. Karena kita butuh makan untuk bergerak.

Dua potensi itu adalah untuk memperbesar kapasitas akal dan hati kita. Percaya atau tidak, saat puasa, diri kita akan tetap menjalankan keseimbangan dengan memperkuat fungsi akal dan pikiran, serta meningkatkan fungsi hati. Oleh karena itu, sungguh suatu hal yang sia-sia jika kita tidak mempergunakan kesempatan yang luar biasa tersebut untuk memperdalam ilmu, menambah kekayaan akal dan hati untuk senantiasa lebih baik. Alangkah sayangnya, waktu yang kita miliki demi menunggu waktu buka tersebut, kita gunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Seperti tidur. Tidur merupakan salah satu cara tubuh untuk menyeimbangkan kondisi perut kita yang kosong. Tapi, bukankah kerugian besar kita waktu kita habis untuk tidur dan bermalas-malasan?

Jangan jadikan alasan berpuasa untuk mengurangi jatah atau kewajiban kita yang lainnya. Bersemangatlah untuk belajar, membaca buku, membaca Al Qur'an, menghafalkan ayat, dan segudang aktivitas lain, diiringi dengan hati yang ikhlas dan tulus, mengharap ridho Allah. Dengan demikian, kesetimbangan dalam tubuh kita akan berjalan dengan lebih potensial. Tingkatkan kapasitas kita, untuk melakukan serangkaian tugas dan kegiatan tambahan selama bulan Ramadhan ini. Membangun diri, itulah yang perlu kita lakukan. Bulan Ramadhan adalah sarana untuk memperbaiki diri, sebagai bekal untuk menghadapi dan menjalani hari-hari dalam sebelas bulan ke depan. Hingga akhirnya, Allah mempertemukan kita kembali dengan bulan Ramadhan tahun berikutnya, InsyaAllah... :)

Semangat! Semangat!


Saya ulang lagi, bahwa hukum kekekalan energi dan massa ini, menunjukkan bahwa dunia dan alam semesta ini merupakan suatu sistem yang tertutup, di mana perubahan-perubahan di dalamnya tidak mempengaruhi jumlah energi dan massa. Perubahan jumlah manusia, hewan, tumbuhan, bumi dan planet-planet lainnya, hanyalah merupakan perpindahan bentuk energi dan massa dari bentuk satu ke bentuk yang lainnya.

Pengetahuan ini menunjukkan bahwa diri kita selalu terhubung ke semua bentuk energi dan massa yang ada di dalam diri kita, di lingkungan kita, sampai tingkat ke alam semesta. Tubuh kita merupakan bagian dari rangkaian sistem energi dan massa yang mengisi jagat raya ini. Tubuh kita adalah simpanan atau kandungan dari materi dan energi.

Ada fenomena unik, menjelaskan tentang energi dan kekuatan pikiran yang dapat menimbulkan serangkaian energi. Mekanisme ini belum mampu diurai secara ilmiah.

-oo-

Contoh ini bukan pengalaman saya, saya mendapatkannya dari sebuah sumber.

“Suatu saat saya pernah diajari teman saya tentang kekuatan fokus pikiran, kemudian saya praktekkan ketika saya berada pada sebuah perjalanan di pesawat, saya fokuskan pandangan saya pada sesorang, yang duduk beberapa baris di depan saya. Kemudian saya gunakan fokus pikiran saya pada orang itu, agar orang itu menoleh kepada saya. Beberapa saat kemudian orang tersebut benar-benar menoleh pada saya dan tersenyum.”

Saya sempat tertegun dan takjub.
Kekuatan fokus pikiran tersebut relatif mudah dipraktekkan dan dibuktikan, namun meninggalkan pertanyaan tentang dasar ilmiahnya. Karena belum ada teori ilmiah yang menerangkan hal itu.

-oo-

Apa yang kita lakukan, pikirkan dan ucapkan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi system yang ada di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Dan sangat mempengaruhi pencapaian-pencapaian diri kita dalam hidup ini. Pergunakan dengan baik dan bijaksana energi yang ada, baik dalam tubuh kita, lingkungan kita, maupun seluruh energi yang tersimpan dan terjaga rapi dalam jagad raya. Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, dengan sebaik-baiknya.

Manusia, sebagai khalifah di bumi, bertugas menjaga dan mengoptimalkan semua itu, agar kelak di hari kiamat dapat mempertanggugjawabkan dengan baik apa yang sudah dilakukan di dunia ini.

Allahu akbar! Subhanallah! Bagaimana semuanya dapat terjadi, itu yang perlu kita cari dan pahami.. :)



Kepompong, begitulah kita menyebutnya

Untukmu yang memintaku kembali menulis..
Untuk kalian, kepompongku.. :)




Dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, kita akan terpisah lagi. Tapi yakinlah, pertemuan itu akan selalu ada, dalam rahasia waktu yang kita tak mampu menjawabnya, mengetahui dengan pasti. Yang kita bisa, hanya percaya dan terus berusaha, agar dalam setiap kesempatan untuk bersua, selalu ada pembaharuan dari diri kita. Lebih baik, dan terus lebih baik.

Kalian tahu kan? Kita harus punya prinsip, punya pegangan. Agar kita tak lepas kendali. Dan cukuplah Al Qur'an serta sunnah yang menyatukan prinsip kita. Meskipun aku sendiri mengakui, belumlah terlalu dalam apa yang kumiliki, kupahami. Tapi janji kita, kita tak kan pernah berhenti belajar.

Entah telah berapa banyak waktu yang kita lewati bersama. Dalam suka duka. Terasa berlalu begitu cepatnya, sehingga membuatku ingin mengulang setiap momen indah kala itu. Kalian semangatku, begitupun aku yang berharap dapat mengambil bagian dalam karya besar yang kalian toreh. Mungkin nanti. :p

Meski sekarang kita terpisah, tapi hati kita tetap dekat. Dan rindu yang bertaut itu akan tetap lekat dalam samar-samar kenangan masa lalu. Perjuangan kita untuk meraih mimpi ini, bukanlah perjuangan yang mudah kawan.

Kalian ingat, bagaimana cara kita didekatkan? Melalui lika-liku yang cukup rumit juga kan. Melalui setitik rasa cemburu dan terabai karena sikap dan perlakuan kita yang terkadang tak menyeluruh, pilih kasih. Kalian ada, bukan hanya seorang atau dua orang, tapi bersama. Dan maafkan aku, kalau memang pernah memunculkan rasa tidak enak itu. Karena aku yang tak cukup melihat, bahwa kalian semua ada di sana, di sampingku. Mengajariku lebih pandai untuk bersikap dan berucap. Aku sayang kalian.

Lalu kita melalui perjalanan yang lebih panjang lagi, untuk saling mengerti dan memahami. Melalui kata demi kata, agar tak menyakiti. Melalui semangat demi semangat, agar tetap kukuh mengejar mimpi. Melalui senyum demi senyum, agar mencairkan kebekuan hati. Melalui canda demi canda, yang memang kerap berlebihan tapi insyaAllah berharga sampai kapanpun. Melalui peristiwa demi peristiwa, agar kita tahu kesalahan diri masing2. Yang baik maupun yang kurang baik, cukuplah semua itu menjadi koreksi untuk lebih mempererat ikatan kita.

Hingga tak terasa pula, saat2 perpisahan menghampiri. Hanya sementara, ya, hanya sementara. Mimpi kita sama, untuk mempersembahkan yang terbaik bagi semua. Entah dengan menjadi dokter, insinyur, pengusaha, dan sebagainya. Kalian sadar, kita mampu mewujudkannya. Kita mampu membuktikannya. Akhirnya, kita terpisah oleh cita-cita, yang akan mendidik kita untuk lebih maju, untuk melukiskan ukiran indah bagi Indonesia. Itu inginku.

Ke Balitong, akankah menjadi kenyataan? Seperti impian arai, ikal di laskar pelangi?

Atau mungkinkah kita harus merumuskan sendiri, agar tak menyamai. Laskar kepompong, yang ada dan mengada. Ke mana kita akan melangkah?
Entah itu Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan lain sebagainya. Aku bermimpi kawan untuk mengelilinginya. Hingga persahabatan ini tak hanya menjadi kisah abadi di kampung sendiri, di tanah kelahiran sendiri. Tapi akan menjadi kisah yang terus membahana ke seluruh pelosok negeri. Indonesia. Karena aku begitu mencintainya, tanah airku.

Kepompongku, dalam suka dan duka yang kerap mambuat kita merasa sangat jauh ataupun sangat dekat, sertakanlah do'a. Untuk menjalani setiap rintang dan liku kehidupan ini dengan hati yang senantiasa bersyukur dan bersabar.
Setiap tetes keringat yang mengucur
Setiap derap langkah yang melelahkan
Setiap nafas yang terengah2 kita hembuskan
Setiap detak jantung yang selalu berpacu
Setiap air mata yang mengambang
Setiap senyum yang memancar dengan indah
Semuanya semuanya semuanya
Saat kita benar-benar hampa dan terus bertanya-tanya
Mengapa kita melakukan semua ini? Untuk apa keringat dan lelah ini?

Ketahuilah kawan, itulah bukti bahwa kita tengah berjuang. Untuk masa depan yang lebih baik. Atas kepercayaan Allah dan semua orang yang menyayangi kita.

Filosofi nikmat dan impian yang pernah kutulis, seperti itulah bagaimana aku berusaha menghadapi semuanya, apapun itu.




Kita ini manusia biasa. Tak punya apa-apa. Kalian mau cari apa? Dunia?
Carilah sampai dapat, kalian tak kan merasa puas. Banggakah kalian dengan ilmu yang kalian miliki? Dengan tempat kalian menuntut ilmu kini? Dengan semua kemudahan ini?

Sesungguhnya, ada yang lebih penting untuk dicari. Dan tugas kita adalah saling mengingatkan, bahwa mimpi kita bukan hanya untuk menebarkan harum wangi ke seluruh negeri. Tapi juga untuk kembali, kembali pada fitroh yang suci. Pada jalan yang diridhoi.
Karena aku mendamba, perjumpaan dengan kalian di surga, jannahNya yang abadi. Dalam naungan Allah yang Maha Pencipta.


Apabila kita mencintai karena Allah, maka kita akan dikumpulkan bersama mereka pada hari Kiamat. Dari Abu Musa ra., ‘Ditanyakan kepada Nabi SAW., ‘Seseorang mencintai suatu kaum dan dia tidak pernah bertemu mereka?’ Nabi bersabda, ‘Seseorang akan bersama orang yang dicintai’.” (HR. Bukhari)


Ana uhibbukum fillah.. :)
Kita harus jadi kepompong yang berkualitas. Yang matang dengan sayap indahnya. Mempesona bagi yang memandangnya.. Bermanfaat bagi seluruh insan di dunia..
Biarlah waktu yang kan menjawabnya..




*Maaf kalau acak-acakan. InsyaAllah, lain waktu akan kubuat lebih baik lagi.
Semoga semangatku selalu ada bersama kalian. hehe.




Senin, 19 Juli 2010

Karena cinta ^^



Tak kusangka, secepat ini harus kembali ke asrama tercinta. Aku masih rindu ibu, bapak, adik, rumah, dan semuanya. Terimakasih, atas pertemuan dan kenangan yang terukir selama kurang lebih 12 hari di Solo. Hingga aku kembali lagi, secepatnya. InsyaAllah.

Alhamdulillah keretaku datang tepat waktu. Adzan subuh terdengar syahdu mengiringi langkahku keluar stasiun Jatinegara. Lalu menuju angkot jurusan Kampung Melayu, transit dan pindah ke angkot jurusan pasar minggu. Bus kuning terlihat begitu setia di depan asrama. Masih gelap. Alhamdulillah pintu luar asrama sudah dibuka, langsung menuju kamar 205. Kamarku, rumahku, istanaku, surgaku. :)

Sebenarnya, yang ingin kuceritakan di sini bukan tentang perjalananku semalam. Tapi tentang cerita yang kudapat semalam. Cerita cinta, aih aih selalu saja menarik untuk dibahas. Memang, setiap kali aku pulang atau balik sendirian, aku berusaha menjadi teman sebangku yang baik. Kalau enak diajak ngomong dan nyambung, pasti selalu berlanjut ke obrolan mendalam.

Yang semalam pun demikian, seorang wanita muda yang kira-kira usianya menginjak kepala 3. Kata orang, perempuan paling sensitif kalau ditanya berat dan usia, jadi aku hanya mencoba memprediksi. Dia lulus kuliah tahun 2003, sekarang tinggal di Bekasi dan bekerja di daerah Jakarta Selatan dekat RS. Fatmawati sebagai kontraktor.

Awalnya kami hanya saling tanya, kuliah dan kerja di mana. Turun di mana, rumahnya di mana. Senangnya, mbak Tri ini tidak terlalu membahas statusku, sebagai mahasiswa FKUI. Tidak melebih-lebihkan seperti yang sebelum-sebelumnya. Lalu pembicaraan terputus menginjak waktu Maghrib dan Isya'. Jam 19.30, pembicaraan pun dilanjutkan.

Mbak Tri bertanya, "Mbak, dulu masuk ui lewat jalur apa?"
"Lewat simak UI mbak."
"Itu jalur apa ya? jaman saya dulu kan cuma ada umptn, jadi bisa milih semuanya."
"Oh, kalo sekarang ada banyak jalur masuknya mbak, hampir tiap universitas punya jalur masuk sendiri. Kaya di UI, ada simak UI, UGM ada UM UGM, UNDIP juga ada UM UNDIP. Kalo UI sendiri, ada beberapa jalur. Ada PPKB, SIMAK, UMB, dan SNMPTN."
"Tapi kan sekarang jamannya otonomi kampus, biasanya ada jalur yang pake uang itu mbak, di UI juga ada yang seperti itu?"
"Oh, kalo di UI ndak ada yang pake-pake uang gitu mbak, ndak ada jalur swadana. Lewat semua jalur, pembayaran dan perlakuannya sama. Dan kalo di UI bisa mengajukan keringanan."
"Oh gitu, banyak beda ya sekarang mbak."
"Kalo boleh tau, mbak dulu di UNS ambil apa ya?"
"Ekonomi mbak."
"Oh, dari IPS kah SMA nya mbak?"
"Ndak kok, aku IPA, tapi ambil IPS karena pengennya ambil akutansi."
Baiklah, lulusan FE UNS.

Pembicaraan masih dilanjutkan dengan membahas masalah perguruan tinggi negeri, dilanjutkan dengan perguruan tinggi swasta, perbandingan antara keduanya, lanjut ke pentingnya koneksi dalam pekerjaan, lebih tinggi lagi. Aku mendapat ilmu, meskipun sedikit tapi membuka wawasan. Hingga akhirnya, mbak Tri mulai membahas sesuatu yang menjadi pertanyaanku dari tadi. "Mbak Tri ini, sudah menikah atau masih single ya?" ^^

"Calonku kebetulan juga dokter kok mbak." (hihihi, asik)
"Wah, satu angkatan mbak?"
"Bukan, dia kakak kelasku. Sekarang baru dinas di Jakarta Selatan."
"Lulusan UNS juga?"
"Iya, kebetulan sama-sama dari UNS. Dia itu sebenarnya tetangga, dekat rumah, tapi juga jarang komunikasi. Paling waktu dulu kan, masih ada Karang Taruna, dari situ kenalnya."
"Sudah lama ya mbak berarti?"
"Iya, lumayan. Kita itu dari dulu ndak pernah pacaran mbak, di keluarga saya juga ndak ada yang pacaran gitu. Ya, pernah ada kakak saya, tapi juga ndak berani ngasi tau orang tua. Kan pekewuh ya mbak. Pokoknya, taunya orang tua, kita sama-sama kenal, cocok ya terus nikah."
"Iya mbak."
"Cuman ya itu anak kedokteran itu kan suka baca ya? Lucu aja."
Lhoh??? Maksudnya?
"Iya mbak, dia juga suka baca. Tapi memang kurang wawasannya, kurang gaul gitu mbak. Orangnya juga pendiem, ndak banyak omong. Malah saya yang lumayan cerewet. Tapi kalo berantem sering. Dia itu kalo marah serem mbak, mungkin karena biasanya orang pendiem itu kalo marah serem ya mbak?"
"Ya gitu mbak, biasanya yang diem itu sekalinya marah agak serem."
"Tapi kata orang, kalo sering berantem itu malah awet lho mbak. Malah orang yang rukun-rukun aja itu sekalinya berantem susah baliknya."
"Oh iya kah mbak?" Aku heran.
"Iya, kita itu sering beda pandangan. Mungkin karena beda wawasan juga ya, beda pemikiran. Saya mikirnya gini, sana beda lagi. Terus berantem. Sampe g komunikasi, ketemu engga, tlp sms juga g. Kalo aku yang mulai keterlaluan ya aku minta maaf, kalo dia yang ngerasa gitu, ya dia yang minta maaf. Terus balik lagi."
Setiap aku bertanya, mbak Tri selalu menjawabnya.
"Mbak, kan asalnya sama-sama dari Solo, tapi kok bisa sama-sama di Jakarta sekarang? Kebetulan sekali."
"Kayaknya, dia mau nyusul aku mbak. Kita udah deket dari dulu, tapi baru sekarang mau nikah karena udah ketuaan kali ya."
Hah? Benar juga, kenapa lulus kuliah tidak langsung nikah. Ups!

"Iya, jadi dia itu dulu itu lulus kuliah. Terus keasikan klinik mbak. Kalo kerja di rumah sakit kan pasiennya banyak tapi dokternya juga banyak, kalo di klinik pasiennya juga banyak tapi dokternya g terlalu banyak, jadi ya keasikan itu. Udah mapan hidupnya. Sebenernya dari dulu udah ngajak nikah, tapi akunya g mau. Pokoknya PTT dulu sana, nanti nikahnya setelah PTT. Kan kasian kalo udah nikah, terus dianya pergi keluar kota buat PTT, ke tempat terpencil, terus aku di tinggal sendirian. Mendingan PTT dulu baru nikah."
"Iya mbak, aku setuju. Kasian kalo istrinya ditinggal kan, apalagi kalo luar pulau. Masnya itu PTT di mana mbak?"
"Wah, dia jauh mbak. Di Nusa Tenggara Timur, daerah apa ya itu namanya. Tenggara, Sulawesi tenggara."
"Lho mbak, nusa tenggara atau sulawesi?" -_-
"Iya, salah mbak, sulawesi tenggara maksudnya. Tapi saya g tau nama daerahnya apa. Tempatnya terpencil juga mbak. Kita itu ya, komunikasi cuma bisa seminggu sekali. Itupun kalo dia ke kota. Kalo balik lagi ke tempat dinasnya ya putus lagi hubungannya karena kan belum ada jaringan."
"Wah, seminggu sekali. Pelosok banget ya mbak tempatnya?"
"Iya, kalo PTT itu tempatnya terpencil banget, paling cuma tiga bulan. Kalo dia itu, setengah tahun mbak di sana. Itu aja tempatnya kaya gitu, masih pelosooook. Kan dia itu berdua sama temennya di sana. Nah, sebenarnya dikasi motor dua dari dinas. Tapi kadang sama warga sana, motornya diminta buat puskesmas katanya. Jadi ya, masnya sama temennya cuma bisa pake satu motor, buat gantian ke kota, beli bahan makanan. Kalo di kota itu, dia bisa hubungi aku."

Menarik juga ceritanya.
"Masnya sekarang kok bisa sampe Jakarta mbak?"
"Nah, di Jakartanya itu baru-baru aja. Kalo g salah, baru setahunan ini kok mbak. Dia kan habis PTT, daftar CPNS itu. Terus diterima, jadi PNS, dinasnya di Jakarta Selatan. Lucu ya mbak, waktu itu kan aku ketemu dia, la kok seragamnya kaya ayahku. Bapak kan pegawai negeri. Dokter kok pake seragam KORPRI. Dia bilang, 'sekarang saya jarang pake jas dokter lho. Malah pakaiannya kaya guru atau pegawai ini. Kalo PNS semua seragamnya gini. Saya kalah keren sama mahasiswa dan dokter yang magang itu, mereka di sini pake jas putih semua. Nah saya, pakenya baju PNS'. Lucu ya mbak, ketawa aku waktu itu."
hehehe.
"Kadang kan tiap aku pulang ke Solo, dia nitip suruh ambilin jas putihnya di rumah, yang cadangan gitu. Eh, sekarang malah jarang dipake."
"Ohya, kalo dokter kan suka baca ya. Waktu itu juga pernah. Biasanya kan dia nanyain tiap aku pulang kantor. Mau dijemput g? Nah, waktu itu kok g ada sms atau kabar sama sekali. Akhirnya aku tanya, dia bru di mana. Tau ndak mbak, jawabannya apa?"
"Apa mbak katanya?"
"Maaf ya, saya baru belajar. Besok ada penyuluhan tentang gizi ke ibu-ibu. Jadi saya belajar dulu dari bahan kuliah dulu, ngulang lagi. Tapi aku juga bukan tipe yang nuntut, jadi ya ndak masalah."

Akupun tertawa. Sampai seperti itukah?
"Dia itu juga cemburuan. Mungkin karena aku di kantor perempuan sendiri. Jadi, dia khawatir kalo aku pulang sendiri atau dianter temen kantor. Padahal mereka udah pada punya istri, tapi ya namanya laki-laki pasti ada cemburunya mbak."
"Pokoknya aku pesen, jangan galak-galak sama pasien. Kan kasian, pasien maunya sembuh kok malah digalakin dokternya. Pasien itu ya mbak, kalo udah cocok sama dokternya, mau si dokter pindah ke manaaaa aja, pasti disusul kok. Pasti dicari terus."
"Iya mbak, benar sekali. Malah ada juga pasien yang karena udah cocok sama satu dokter. Cuma liat senyumnya aja, langsung sembuh. Cuma ketemu aja, langsung sembuh."
"Nah, makanya itu, sebagai dokter tu harus ramah sama pasiennya."
"Tapi kadang mbak, yang membuat pelayanan rumah sakit buruk itu karena perawatnya yang kerjanya asal-asalan lho, perawatnya kurang ramah sama pasien. Bukan dokternya, kalo dokter kan paling cuma meriksa. Yang ngurusin kan perawatnya."
"Iya, aku setuju tu mbak. Dia juga bilang, perawat di sana galak-galak. Pasien aja dimarah-marahin, gimana mau sembuh."

"Ohya, masnya itu juga sejak kuliah pakaiannya rapi. Anak FK itu kan jarang yang pake jeans, kaos. Pokoknya paling beda kalo dbandingin yang lainnya, paling rapi lah. Tapi, dia sekarang ngimbangin, kemaren ketemu pake celana jeans. Mungkin karena aku pake jeans. Jadi lucu. Karena dia kurang gaul juga, sekarang berusaha ngimbangin. Ya, cari-cari info, nambah wawasan. Ndak cuma baca buku aja."
"Kalo jeans kaos itu sampai sekarang juga masih ndak boleh kok mbak. Biar rapi kalo ketemu pasien. Tapi bagus juga, masnya berusaha ngimbangin mbak, biar agak gaul ya." hehehe
"Iya mbak, ada-ada aja. Mbak enni ini pacarnya kedokteran juga?"
"Wah, belum ada calon kok mbak. Pengennya, beda profesi."
"Iya mbak, malah pasangan yang banyak perbedaan itu lebih awet. Bisa saling melengkapi."

Berdua, kami terbahak sebentar.

Demikian cerita cintanya, menarik bagiku. Kisah seorang dokter dan kontraktor. Kisah orang Solo. Kisah lulusan kedokteran dan ekonomi UNS. Kisah mereka.

Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Terutama, anak kedokteran yang harus gaul. Dalam artian, wawasan yang dimiliki harus seluas anak ekonomi atau yang lainnya. Terpacu. Tidak hanya mengerti bagaimana mengobati pasien tapi juga harus tahu perkembangan dunia. Ya ya, baiklah. aku faham. Dan juga, perbedaan akan menyatukan banyak hal. Menikah bukan hanya menyatukan dua orang, tapi juga menyatukan beragam kepribadian dan latar belakang. Belajar menyeimbangkan, saling melengkapi, dan memahami.

Nice story to hear...
Mengingatkanku pada sesuatu, tapi aku percaya Allah akan merencanakan segala sesuatu dengan sempurna. Entah bagaimana jalan ceritanya, setiap orang akan mengukir jalan yang berbeda.

Kelak akan ada seseorang yang di depannya aku berkata, 'I love you just the way you are'. Apa adanya aku, apa adanya dirinya.
Masih ada empat tahun untuk kuliah, belajarlah yang rajin. Jadi dokter dulu yang baik. Amin.
Urusan jodoh, sepenuhnya serahkan padaNya.

Aku percaya dengan kata seseorang, "Masalah lain-lain, Allah sudah atur".
Ya Rabbi, hanya kepadaMu lah aku berharap. :)

Sabtu, 17 Juli 2010

Untukmu kawan

Bismillah

Aku yakin, kau bukan pribadi yang lihai mengeluh tentang kehidupan,
bukan pula pribadi tanpa visi ke depan..

Karena keyakinanku terhadapmu itulah,
yang membuatku harus menguatkanmu tentang hal ini:
bahwa, hidup adalah perjuangan untuk membangun mental!



Maka, jangan pernah bersedih manakala keringat ini mengalir lebih deras,
dan pikiran ini berkecamuk lebih hebat,
karena itu artinya,
kita tengah berjuang, kawan!

Kuminta agar kau tetap setia.
Ya, setia pada lahan pembelajaran kita tentang kehidupan,
setia pada setiap jalan yang terbentang,
dan jangan pernah ada kata meninggalkan.

***

Sungguh, sebenarnya aku hanya ingin menyampaikan,
bahwa Allah memuliakanku dengan kehadirmu dalam hidupku, sahabat seperjuangan!
Semoga langkah-langkah kecil kita kemarin, hari ini, esok, dan selamanya akan bernilai besar dengan keberkahan Allah Yang Maha Besar..

Terimakasih kuucapkan atas segala ajakan untuk membuatku lebih baik,
dan selamat berjuang meraih impian!

Ingatlah,
Aku takkan pernah ingin kalah darimu dalam mengusahakan kebaikan dan teguh dalam kebenaran..
Hei, itu artinya kita saingan!
hingga Surga menjadi tempat pijakan,

Semoga Allah mempertemukan kita,
Selalu dalam keadaan yang lebih baik ya kawan,

Semoga Allah pun mempertemukan kita,
di surgaNya kelak, yang kita nanti dan rindukan..


***

"Waktu berdetak, terus menghentak
Cepat gunakanlah waktumu
Secepat ayun langkahmu
Karena roda hidupmu
terus berputar

Janganlah ragu
kejarlah ilmu
Ingat janji masa depanmu,
Terbentang di hadapmu
Karena masa kecilmu tak akan kembali

Berakit ke hulu berenanglah ke tepian
Masa depanmu telah luas membentang
Kegagalan bukanlah sebagai penghalang.
Jangan sampai kau sesali,
karena waktu terus berlari

Bersakit dahulu bersenanglah kemudian,
Hari esok akan tiba menjelang
Kegagalan bukanlah sebagai penghalang..
Mari maju,
Kejarlah citamu"

(Sherina, Click clock)


Aku pergi dulu, mengejar citaku, mengejar mimpiku..
Aku harap, engkau pun selalu bersemangat untuk itu,
Akan banyak hal yang masih harus kita pikirkan,
Akan banyak hal yang akan menjadi rintangan untuk kita singkirkan,
dengan tangan-tangan kita, agar dapat membuka jalan ke masa depan..
S.E.M.A.N.G.A.T!!!



Aku berjanji akan menaklukan Jakarta.. Kalian juga! ^_^
Aku juga berjanji, akan selalu lebih baik!

From Solo with love,