Senin, 19 Juli 2010

Karena cinta ^^



Tak kusangka, secepat ini harus kembali ke asrama tercinta. Aku masih rindu ibu, bapak, adik, rumah, dan semuanya. Terimakasih, atas pertemuan dan kenangan yang terukir selama kurang lebih 12 hari di Solo. Hingga aku kembali lagi, secepatnya. InsyaAllah.

Alhamdulillah keretaku datang tepat waktu. Adzan subuh terdengar syahdu mengiringi langkahku keluar stasiun Jatinegara. Lalu menuju angkot jurusan Kampung Melayu, transit dan pindah ke angkot jurusan pasar minggu. Bus kuning terlihat begitu setia di depan asrama. Masih gelap. Alhamdulillah pintu luar asrama sudah dibuka, langsung menuju kamar 205. Kamarku, rumahku, istanaku, surgaku. :)

Sebenarnya, yang ingin kuceritakan di sini bukan tentang perjalananku semalam. Tapi tentang cerita yang kudapat semalam. Cerita cinta, aih aih selalu saja menarik untuk dibahas. Memang, setiap kali aku pulang atau balik sendirian, aku berusaha menjadi teman sebangku yang baik. Kalau enak diajak ngomong dan nyambung, pasti selalu berlanjut ke obrolan mendalam.

Yang semalam pun demikian, seorang wanita muda yang kira-kira usianya menginjak kepala 3. Kata orang, perempuan paling sensitif kalau ditanya berat dan usia, jadi aku hanya mencoba memprediksi. Dia lulus kuliah tahun 2003, sekarang tinggal di Bekasi dan bekerja di daerah Jakarta Selatan dekat RS. Fatmawati sebagai kontraktor.

Awalnya kami hanya saling tanya, kuliah dan kerja di mana. Turun di mana, rumahnya di mana. Senangnya, mbak Tri ini tidak terlalu membahas statusku, sebagai mahasiswa FKUI. Tidak melebih-lebihkan seperti yang sebelum-sebelumnya. Lalu pembicaraan terputus menginjak waktu Maghrib dan Isya'. Jam 19.30, pembicaraan pun dilanjutkan.

Mbak Tri bertanya, "Mbak, dulu masuk ui lewat jalur apa?"
"Lewat simak UI mbak."
"Itu jalur apa ya? jaman saya dulu kan cuma ada umptn, jadi bisa milih semuanya."
"Oh, kalo sekarang ada banyak jalur masuknya mbak, hampir tiap universitas punya jalur masuk sendiri. Kaya di UI, ada simak UI, UGM ada UM UGM, UNDIP juga ada UM UNDIP. Kalo UI sendiri, ada beberapa jalur. Ada PPKB, SIMAK, UMB, dan SNMPTN."
"Tapi kan sekarang jamannya otonomi kampus, biasanya ada jalur yang pake uang itu mbak, di UI juga ada yang seperti itu?"
"Oh, kalo di UI ndak ada yang pake-pake uang gitu mbak, ndak ada jalur swadana. Lewat semua jalur, pembayaran dan perlakuannya sama. Dan kalo di UI bisa mengajukan keringanan."
"Oh gitu, banyak beda ya sekarang mbak."
"Kalo boleh tau, mbak dulu di UNS ambil apa ya?"
"Ekonomi mbak."
"Oh, dari IPS kah SMA nya mbak?"
"Ndak kok, aku IPA, tapi ambil IPS karena pengennya ambil akutansi."
Baiklah, lulusan FE UNS.

Pembicaraan masih dilanjutkan dengan membahas masalah perguruan tinggi negeri, dilanjutkan dengan perguruan tinggi swasta, perbandingan antara keduanya, lanjut ke pentingnya koneksi dalam pekerjaan, lebih tinggi lagi. Aku mendapat ilmu, meskipun sedikit tapi membuka wawasan. Hingga akhirnya, mbak Tri mulai membahas sesuatu yang menjadi pertanyaanku dari tadi. "Mbak Tri ini, sudah menikah atau masih single ya?" ^^

"Calonku kebetulan juga dokter kok mbak." (hihihi, asik)
"Wah, satu angkatan mbak?"
"Bukan, dia kakak kelasku. Sekarang baru dinas di Jakarta Selatan."
"Lulusan UNS juga?"
"Iya, kebetulan sama-sama dari UNS. Dia itu sebenarnya tetangga, dekat rumah, tapi juga jarang komunikasi. Paling waktu dulu kan, masih ada Karang Taruna, dari situ kenalnya."
"Sudah lama ya mbak berarti?"
"Iya, lumayan. Kita itu dari dulu ndak pernah pacaran mbak, di keluarga saya juga ndak ada yang pacaran gitu. Ya, pernah ada kakak saya, tapi juga ndak berani ngasi tau orang tua. Kan pekewuh ya mbak. Pokoknya, taunya orang tua, kita sama-sama kenal, cocok ya terus nikah."
"Iya mbak."
"Cuman ya itu anak kedokteran itu kan suka baca ya? Lucu aja."
Lhoh??? Maksudnya?
"Iya mbak, dia juga suka baca. Tapi memang kurang wawasannya, kurang gaul gitu mbak. Orangnya juga pendiem, ndak banyak omong. Malah saya yang lumayan cerewet. Tapi kalo berantem sering. Dia itu kalo marah serem mbak, mungkin karena biasanya orang pendiem itu kalo marah serem ya mbak?"
"Ya gitu mbak, biasanya yang diem itu sekalinya marah agak serem."
"Tapi kata orang, kalo sering berantem itu malah awet lho mbak. Malah orang yang rukun-rukun aja itu sekalinya berantem susah baliknya."
"Oh iya kah mbak?" Aku heran.
"Iya, kita itu sering beda pandangan. Mungkin karena beda wawasan juga ya, beda pemikiran. Saya mikirnya gini, sana beda lagi. Terus berantem. Sampe g komunikasi, ketemu engga, tlp sms juga g. Kalo aku yang mulai keterlaluan ya aku minta maaf, kalo dia yang ngerasa gitu, ya dia yang minta maaf. Terus balik lagi."
Setiap aku bertanya, mbak Tri selalu menjawabnya.
"Mbak, kan asalnya sama-sama dari Solo, tapi kok bisa sama-sama di Jakarta sekarang? Kebetulan sekali."
"Kayaknya, dia mau nyusul aku mbak. Kita udah deket dari dulu, tapi baru sekarang mau nikah karena udah ketuaan kali ya."
Hah? Benar juga, kenapa lulus kuliah tidak langsung nikah. Ups!

"Iya, jadi dia itu dulu itu lulus kuliah. Terus keasikan klinik mbak. Kalo kerja di rumah sakit kan pasiennya banyak tapi dokternya juga banyak, kalo di klinik pasiennya juga banyak tapi dokternya g terlalu banyak, jadi ya keasikan itu. Udah mapan hidupnya. Sebenernya dari dulu udah ngajak nikah, tapi akunya g mau. Pokoknya PTT dulu sana, nanti nikahnya setelah PTT. Kan kasian kalo udah nikah, terus dianya pergi keluar kota buat PTT, ke tempat terpencil, terus aku di tinggal sendirian. Mendingan PTT dulu baru nikah."
"Iya mbak, aku setuju. Kasian kalo istrinya ditinggal kan, apalagi kalo luar pulau. Masnya itu PTT di mana mbak?"
"Wah, dia jauh mbak. Di Nusa Tenggara Timur, daerah apa ya itu namanya. Tenggara, Sulawesi tenggara."
"Lho mbak, nusa tenggara atau sulawesi?" -_-
"Iya, salah mbak, sulawesi tenggara maksudnya. Tapi saya g tau nama daerahnya apa. Tempatnya terpencil juga mbak. Kita itu ya, komunikasi cuma bisa seminggu sekali. Itupun kalo dia ke kota. Kalo balik lagi ke tempat dinasnya ya putus lagi hubungannya karena kan belum ada jaringan."
"Wah, seminggu sekali. Pelosok banget ya mbak tempatnya?"
"Iya, kalo PTT itu tempatnya terpencil banget, paling cuma tiga bulan. Kalo dia itu, setengah tahun mbak di sana. Itu aja tempatnya kaya gitu, masih pelosooook. Kan dia itu berdua sama temennya di sana. Nah, sebenarnya dikasi motor dua dari dinas. Tapi kadang sama warga sana, motornya diminta buat puskesmas katanya. Jadi ya, masnya sama temennya cuma bisa pake satu motor, buat gantian ke kota, beli bahan makanan. Kalo di kota itu, dia bisa hubungi aku."

Menarik juga ceritanya.
"Masnya sekarang kok bisa sampe Jakarta mbak?"
"Nah, di Jakartanya itu baru-baru aja. Kalo g salah, baru setahunan ini kok mbak. Dia kan habis PTT, daftar CPNS itu. Terus diterima, jadi PNS, dinasnya di Jakarta Selatan. Lucu ya mbak, waktu itu kan aku ketemu dia, la kok seragamnya kaya ayahku. Bapak kan pegawai negeri. Dokter kok pake seragam KORPRI. Dia bilang, 'sekarang saya jarang pake jas dokter lho. Malah pakaiannya kaya guru atau pegawai ini. Kalo PNS semua seragamnya gini. Saya kalah keren sama mahasiswa dan dokter yang magang itu, mereka di sini pake jas putih semua. Nah saya, pakenya baju PNS'. Lucu ya mbak, ketawa aku waktu itu."
hehehe.
"Kadang kan tiap aku pulang ke Solo, dia nitip suruh ambilin jas putihnya di rumah, yang cadangan gitu. Eh, sekarang malah jarang dipake."
"Ohya, kalo dokter kan suka baca ya. Waktu itu juga pernah. Biasanya kan dia nanyain tiap aku pulang kantor. Mau dijemput g? Nah, waktu itu kok g ada sms atau kabar sama sekali. Akhirnya aku tanya, dia bru di mana. Tau ndak mbak, jawabannya apa?"
"Apa mbak katanya?"
"Maaf ya, saya baru belajar. Besok ada penyuluhan tentang gizi ke ibu-ibu. Jadi saya belajar dulu dari bahan kuliah dulu, ngulang lagi. Tapi aku juga bukan tipe yang nuntut, jadi ya ndak masalah."

Akupun tertawa. Sampai seperti itukah?
"Dia itu juga cemburuan. Mungkin karena aku di kantor perempuan sendiri. Jadi, dia khawatir kalo aku pulang sendiri atau dianter temen kantor. Padahal mereka udah pada punya istri, tapi ya namanya laki-laki pasti ada cemburunya mbak."
"Pokoknya aku pesen, jangan galak-galak sama pasien. Kan kasian, pasien maunya sembuh kok malah digalakin dokternya. Pasien itu ya mbak, kalo udah cocok sama dokternya, mau si dokter pindah ke manaaaa aja, pasti disusul kok. Pasti dicari terus."
"Iya mbak, benar sekali. Malah ada juga pasien yang karena udah cocok sama satu dokter. Cuma liat senyumnya aja, langsung sembuh. Cuma ketemu aja, langsung sembuh."
"Nah, makanya itu, sebagai dokter tu harus ramah sama pasiennya."
"Tapi kadang mbak, yang membuat pelayanan rumah sakit buruk itu karena perawatnya yang kerjanya asal-asalan lho, perawatnya kurang ramah sama pasien. Bukan dokternya, kalo dokter kan paling cuma meriksa. Yang ngurusin kan perawatnya."
"Iya, aku setuju tu mbak. Dia juga bilang, perawat di sana galak-galak. Pasien aja dimarah-marahin, gimana mau sembuh."

"Ohya, masnya itu juga sejak kuliah pakaiannya rapi. Anak FK itu kan jarang yang pake jeans, kaos. Pokoknya paling beda kalo dbandingin yang lainnya, paling rapi lah. Tapi, dia sekarang ngimbangin, kemaren ketemu pake celana jeans. Mungkin karena aku pake jeans. Jadi lucu. Karena dia kurang gaul juga, sekarang berusaha ngimbangin. Ya, cari-cari info, nambah wawasan. Ndak cuma baca buku aja."
"Kalo jeans kaos itu sampai sekarang juga masih ndak boleh kok mbak. Biar rapi kalo ketemu pasien. Tapi bagus juga, masnya berusaha ngimbangin mbak, biar agak gaul ya." hehehe
"Iya mbak, ada-ada aja. Mbak enni ini pacarnya kedokteran juga?"
"Wah, belum ada calon kok mbak. Pengennya, beda profesi."
"Iya mbak, malah pasangan yang banyak perbedaan itu lebih awet. Bisa saling melengkapi."

Berdua, kami terbahak sebentar.

Demikian cerita cintanya, menarik bagiku. Kisah seorang dokter dan kontraktor. Kisah orang Solo. Kisah lulusan kedokteran dan ekonomi UNS. Kisah mereka.

Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Terutama, anak kedokteran yang harus gaul. Dalam artian, wawasan yang dimiliki harus seluas anak ekonomi atau yang lainnya. Terpacu. Tidak hanya mengerti bagaimana mengobati pasien tapi juga harus tahu perkembangan dunia. Ya ya, baiklah. aku faham. Dan juga, perbedaan akan menyatukan banyak hal. Menikah bukan hanya menyatukan dua orang, tapi juga menyatukan beragam kepribadian dan latar belakang. Belajar menyeimbangkan, saling melengkapi, dan memahami.

Nice story to hear...
Mengingatkanku pada sesuatu, tapi aku percaya Allah akan merencanakan segala sesuatu dengan sempurna. Entah bagaimana jalan ceritanya, setiap orang akan mengukir jalan yang berbeda.

Kelak akan ada seseorang yang di depannya aku berkata, 'I love you just the way you are'. Apa adanya aku, apa adanya dirinya.
Masih ada empat tahun untuk kuliah, belajarlah yang rajin. Jadi dokter dulu yang baik. Amin.
Urusan jodoh, sepenuhnya serahkan padaNya.

Aku percaya dengan kata seseorang, "Masalah lain-lain, Allah sudah atur".
Ya Rabbi, hanya kepadaMu lah aku berharap. :)

3 komentar:

jagoanmertua mengatakan...

^^...
lha kapan ini Enni bercerita???

hehehe

Nafsa Muthmainna mengatakan...

hoho, sepertinya ada pula yang berflower2 ni.
kedokteran dan "ekonomi"??
:p

tapi aku setuju, pingin cari yang diluar dokter saja..^^

nek masalah berantem2 itu, betuuul sekali.
pada akhirnya akan balik lagi.
:)

Nurmita mengatakan...

insyaAllah syad, ada waktunya..
do'akan saja.. akan kuukir dengan indah ceritanya, hehe

iya ukhti, cerita itu mengingatkanku pada sesuatu. biarlah perbedaan itu yang akan menyatukan.. :)

anti sukanya berantem ukh? hehe.
nek arsyad kan anteng2.. ^^

Posting Komentar