Senin, 19 Juli 2010

Karena cinta ^^



Tak kusangka, secepat ini harus kembali ke asrama tercinta. Aku masih rindu ibu, bapak, adik, rumah, dan semuanya. Terimakasih, atas pertemuan dan kenangan yang terukir selama kurang lebih 12 hari di Solo. Hingga aku kembali lagi, secepatnya. InsyaAllah.

Alhamdulillah keretaku datang tepat waktu. Adzan subuh terdengar syahdu mengiringi langkahku keluar stasiun Jatinegara. Lalu menuju angkot jurusan Kampung Melayu, transit dan pindah ke angkot jurusan pasar minggu. Bus kuning terlihat begitu setia di depan asrama. Masih gelap. Alhamdulillah pintu luar asrama sudah dibuka, langsung menuju kamar 205. Kamarku, rumahku, istanaku, surgaku. :)

Sebenarnya, yang ingin kuceritakan di sini bukan tentang perjalananku semalam. Tapi tentang cerita yang kudapat semalam. Cerita cinta, aih aih selalu saja menarik untuk dibahas. Memang, setiap kali aku pulang atau balik sendirian, aku berusaha menjadi teman sebangku yang baik. Kalau enak diajak ngomong dan nyambung, pasti selalu berlanjut ke obrolan mendalam.

Yang semalam pun demikian, seorang wanita muda yang kira-kira usianya menginjak kepala 3. Kata orang, perempuan paling sensitif kalau ditanya berat dan usia, jadi aku hanya mencoba memprediksi. Dia lulus kuliah tahun 2003, sekarang tinggal di Bekasi dan bekerja di daerah Jakarta Selatan dekat RS. Fatmawati sebagai kontraktor.

Awalnya kami hanya saling tanya, kuliah dan kerja di mana. Turun di mana, rumahnya di mana. Senangnya, mbak Tri ini tidak terlalu membahas statusku, sebagai mahasiswa FKUI. Tidak melebih-lebihkan seperti yang sebelum-sebelumnya. Lalu pembicaraan terputus menginjak waktu Maghrib dan Isya'. Jam 19.30, pembicaraan pun dilanjutkan.

Mbak Tri bertanya, "Mbak, dulu masuk ui lewat jalur apa?"
"Lewat simak UI mbak."
"Itu jalur apa ya? jaman saya dulu kan cuma ada umptn, jadi bisa milih semuanya."
"Oh, kalo sekarang ada banyak jalur masuknya mbak, hampir tiap universitas punya jalur masuk sendiri. Kaya di UI, ada simak UI, UGM ada UM UGM, UNDIP juga ada UM UNDIP. Kalo UI sendiri, ada beberapa jalur. Ada PPKB, SIMAK, UMB, dan SNMPTN."
"Tapi kan sekarang jamannya otonomi kampus, biasanya ada jalur yang pake uang itu mbak, di UI juga ada yang seperti itu?"
"Oh, kalo di UI ndak ada yang pake-pake uang gitu mbak, ndak ada jalur swadana. Lewat semua jalur, pembayaran dan perlakuannya sama. Dan kalo di UI bisa mengajukan keringanan."
"Oh gitu, banyak beda ya sekarang mbak."
"Kalo boleh tau, mbak dulu di UNS ambil apa ya?"
"Ekonomi mbak."
"Oh, dari IPS kah SMA nya mbak?"
"Ndak kok, aku IPA, tapi ambil IPS karena pengennya ambil akutansi."
Baiklah, lulusan FE UNS.

Pembicaraan masih dilanjutkan dengan membahas masalah perguruan tinggi negeri, dilanjutkan dengan perguruan tinggi swasta, perbandingan antara keduanya, lanjut ke pentingnya koneksi dalam pekerjaan, lebih tinggi lagi. Aku mendapat ilmu, meskipun sedikit tapi membuka wawasan. Hingga akhirnya, mbak Tri mulai membahas sesuatu yang menjadi pertanyaanku dari tadi. "Mbak Tri ini, sudah menikah atau masih single ya?" ^^

"Calonku kebetulan juga dokter kok mbak." (hihihi, asik)
"Wah, satu angkatan mbak?"
"Bukan, dia kakak kelasku. Sekarang baru dinas di Jakarta Selatan."
"Lulusan UNS juga?"
"Iya, kebetulan sama-sama dari UNS. Dia itu sebenarnya tetangga, dekat rumah, tapi juga jarang komunikasi. Paling waktu dulu kan, masih ada Karang Taruna, dari situ kenalnya."
"Sudah lama ya mbak berarti?"
"Iya, lumayan. Kita itu dari dulu ndak pernah pacaran mbak, di keluarga saya juga ndak ada yang pacaran gitu. Ya, pernah ada kakak saya, tapi juga ndak berani ngasi tau orang tua. Kan pekewuh ya mbak. Pokoknya, taunya orang tua, kita sama-sama kenal, cocok ya terus nikah."
"Iya mbak."
"Cuman ya itu anak kedokteran itu kan suka baca ya? Lucu aja."
Lhoh??? Maksudnya?
"Iya mbak, dia juga suka baca. Tapi memang kurang wawasannya, kurang gaul gitu mbak. Orangnya juga pendiem, ndak banyak omong. Malah saya yang lumayan cerewet. Tapi kalo berantem sering. Dia itu kalo marah serem mbak, mungkin karena biasanya orang pendiem itu kalo marah serem ya mbak?"
"Ya gitu mbak, biasanya yang diem itu sekalinya marah agak serem."
"Tapi kata orang, kalo sering berantem itu malah awet lho mbak. Malah orang yang rukun-rukun aja itu sekalinya berantem susah baliknya."
"Oh iya kah mbak?" Aku heran.
"Iya, kita itu sering beda pandangan. Mungkin karena beda wawasan juga ya, beda pemikiran. Saya mikirnya gini, sana beda lagi. Terus berantem. Sampe g komunikasi, ketemu engga, tlp sms juga g. Kalo aku yang mulai keterlaluan ya aku minta maaf, kalo dia yang ngerasa gitu, ya dia yang minta maaf. Terus balik lagi."
Setiap aku bertanya, mbak Tri selalu menjawabnya.
"Mbak, kan asalnya sama-sama dari Solo, tapi kok bisa sama-sama di Jakarta sekarang? Kebetulan sekali."
"Kayaknya, dia mau nyusul aku mbak. Kita udah deket dari dulu, tapi baru sekarang mau nikah karena udah ketuaan kali ya."
Hah? Benar juga, kenapa lulus kuliah tidak langsung nikah. Ups!

"Iya, jadi dia itu dulu itu lulus kuliah. Terus keasikan klinik mbak. Kalo kerja di rumah sakit kan pasiennya banyak tapi dokternya juga banyak, kalo di klinik pasiennya juga banyak tapi dokternya g terlalu banyak, jadi ya keasikan itu. Udah mapan hidupnya. Sebenernya dari dulu udah ngajak nikah, tapi akunya g mau. Pokoknya PTT dulu sana, nanti nikahnya setelah PTT. Kan kasian kalo udah nikah, terus dianya pergi keluar kota buat PTT, ke tempat terpencil, terus aku di tinggal sendirian. Mendingan PTT dulu baru nikah."
"Iya mbak, aku setuju. Kasian kalo istrinya ditinggal kan, apalagi kalo luar pulau. Masnya itu PTT di mana mbak?"
"Wah, dia jauh mbak. Di Nusa Tenggara Timur, daerah apa ya itu namanya. Tenggara, Sulawesi tenggara."
"Lho mbak, nusa tenggara atau sulawesi?" -_-
"Iya, salah mbak, sulawesi tenggara maksudnya. Tapi saya g tau nama daerahnya apa. Tempatnya terpencil juga mbak. Kita itu ya, komunikasi cuma bisa seminggu sekali. Itupun kalo dia ke kota. Kalo balik lagi ke tempat dinasnya ya putus lagi hubungannya karena kan belum ada jaringan."
"Wah, seminggu sekali. Pelosok banget ya mbak tempatnya?"
"Iya, kalo PTT itu tempatnya terpencil banget, paling cuma tiga bulan. Kalo dia itu, setengah tahun mbak di sana. Itu aja tempatnya kaya gitu, masih pelosooook. Kan dia itu berdua sama temennya di sana. Nah, sebenarnya dikasi motor dua dari dinas. Tapi kadang sama warga sana, motornya diminta buat puskesmas katanya. Jadi ya, masnya sama temennya cuma bisa pake satu motor, buat gantian ke kota, beli bahan makanan. Kalo di kota itu, dia bisa hubungi aku."

Menarik juga ceritanya.
"Masnya sekarang kok bisa sampe Jakarta mbak?"
"Nah, di Jakartanya itu baru-baru aja. Kalo g salah, baru setahunan ini kok mbak. Dia kan habis PTT, daftar CPNS itu. Terus diterima, jadi PNS, dinasnya di Jakarta Selatan. Lucu ya mbak, waktu itu kan aku ketemu dia, la kok seragamnya kaya ayahku. Bapak kan pegawai negeri. Dokter kok pake seragam KORPRI. Dia bilang, 'sekarang saya jarang pake jas dokter lho. Malah pakaiannya kaya guru atau pegawai ini. Kalo PNS semua seragamnya gini. Saya kalah keren sama mahasiswa dan dokter yang magang itu, mereka di sini pake jas putih semua. Nah saya, pakenya baju PNS'. Lucu ya mbak, ketawa aku waktu itu."
hehehe.
"Kadang kan tiap aku pulang ke Solo, dia nitip suruh ambilin jas putihnya di rumah, yang cadangan gitu. Eh, sekarang malah jarang dipake."
"Ohya, kalo dokter kan suka baca ya. Waktu itu juga pernah. Biasanya kan dia nanyain tiap aku pulang kantor. Mau dijemput g? Nah, waktu itu kok g ada sms atau kabar sama sekali. Akhirnya aku tanya, dia bru di mana. Tau ndak mbak, jawabannya apa?"
"Apa mbak katanya?"
"Maaf ya, saya baru belajar. Besok ada penyuluhan tentang gizi ke ibu-ibu. Jadi saya belajar dulu dari bahan kuliah dulu, ngulang lagi. Tapi aku juga bukan tipe yang nuntut, jadi ya ndak masalah."

Akupun tertawa. Sampai seperti itukah?
"Dia itu juga cemburuan. Mungkin karena aku di kantor perempuan sendiri. Jadi, dia khawatir kalo aku pulang sendiri atau dianter temen kantor. Padahal mereka udah pada punya istri, tapi ya namanya laki-laki pasti ada cemburunya mbak."
"Pokoknya aku pesen, jangan galak-galak sama pasien. Kan kasian, pasien maunya sembuh kok malah digalakin dokternya. Pasien itu ya mbak, kalo udah cocok sama dokternya, mau si dokter pindah ke manaaaa aja, pasti disusul kok. Pasti dicari terus."
"Iya mbak, benar sekali. Malah ada juga pasien yang karena udah cocok sama satu dokter. Cuma liat senyumnya aja, langsung sembuh. Cuma ketemu aja, langsung sembuh."
"Nah, makanya itu, sebagai dokter tu harus ramah sama pasiennya."
"Tapi kadang mbak, yang membuat pelayanan rumah sakit buruk itu karena perawatnya yang kerjanya asal-asalan lho, perawatnya kurang ramah sama pasien. Bukan dokternya, kalo dokter kan paling cuma meriksa. Yang ngurusin kan perawatnya."
"Iya, aku setuju tu mbak. Dia juga bilang, perawat di sana galak-galak. Pasien aja dimarah-marahin, gimana mau sembuh."

"Ohya, masnya itu juga sejak kuliah pakaiannya rapi. Anak FK itu kan jarang yang pake jeans, kaos. Pokoknya paling beda kalo dbandingin yang lainnya, paling rapi lah. Tapi, dia sekarang ngimbangin, kemaren ketemu pake celana jeans. Mungkin karena aku pake jeans. Jadi lucu. Karena dia kurang gaul juga, sekarang berusaha ngimbangin. Ya, cari-cari info, nambah wawasan. Ndak cuma baca buku aja."
"Kalo jeans kaos itu sampai sekarang juga masih ndak boleh kok mbak. Biar rapi kalo ketemu pasien. Tapi bagus juga, masnya berusaha ngimbangin mbak, biar agak gaul ya." hehehe
"Iya mbak, ada-ada aja. Mbak enni ini pacarnya kedokteran juga?"
"Wah, belum ada calon kok mbak. Pengennya, beda profesi."
"Iya mbak, malah pasangan yang banyak perbedaan itu lebih awet. Bisa saling melengkapi."

Berdua, kami terbahak sebentar.

Demikian cerita cintanya, menarik bagiku. Kisah seorang dokter dan kontraktor. Kisah orang Solo. Kisah lulusan kedokteran dan ekonomi UNS. Kisah mereka.

Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Terutama, anak kedokteran yang harus gaul. Dalam artian, wawasan yang dimiliki harus seluas anak ekonomi atau yang lainnya. Terpacu. Tidak hanya mengerti bagaimana mengobati pasien tapi juga harus tahu perkembangan dunia. Ya ya, baiklah. aku faham. Dan juga, perbedaan akan menyatukan banyak hal. Menikah bukan hanya menyatukan dua orang, tapi juga menyatukan beragam kepribadian dan latar belakang. Belajar menyeimbangkan, saling melengkapi, dan memahami.

Nice story to hear...
Mengingatkanku pada sesuatu, tapi aku percaya Allah akan merencanakan segala sesuatu dengan sempurna. Entah bagaimana jalan ceritanya, setiap orang akan mengukir jalan yang berbeda.

Kelak akan ada seseorang yang di depannya aku berkata, 'I love you just the way you are'. Apa adanya aku, apa adanya dirinya.
Masih ada empat tahun untuk kuliah, belajarlah yang rajin. Jadi dokter dulu yang baik. Amin.
Urusan jodoh, sepenuhnya serahkan padaNya.

Aku percaya dengan kata seseorang, "Masalah lain-lain, Allah sudah atur".
Ya Rabbi, hanya kepadaMu lah aku berharap. :)

Sabtu, 17 Juli 2010

Untukmu kawan

Bismillah

Aku yakin, kau bukan pribadi yang lihai mengeluh tentang kehidupan,
bukan pula pribadi tanpa visi ke depan..

Karena keyakinanku terhadapmu itulah,
yang membuatku harus menguatkanmu tentang hal ini:
bahwa, hidup adalah perjuangan untuk membangun mental!



Maka, jangan pernah bersedih manakala keringat ini mengalir lebih deras,
dan pikiran ini berkecamuk lebih hebat,
karena itu artinya,
kita tengah berjuang, kawan!

Kuminta agar kau tetap setia.
Ya, setia pada lahan pembelajaran kita tentang kehidupan,
setia pada setiap jalan yang terbentang,
dan jangan pernah ada kata meninggalkan.

***

Sungguh, sebenarnya aku hanya ingin menyampaikan,
bahwa Allah memuliakanku dengan kehadirmu dalam hidupku, sahabat seperjuangan!
Semoga langkah-langkah kecil kita kemarin, hari ini, esok, dan selamanya akan bernilai besar dengan keberkahan Allah Yang Maha Besar..

Terimakasih kuucapkan atas segala ajakan untuk membuatku lebih baik,
dan selamat berjuang meraih impian!

Ingatlah,
Aku takkan pernah ingin kalah darimu dalam mengusahakan kebaikan dan teguh dalam kebenaran..
Hei, itu artinya kita saingan!
hingga Surga menjadi tempat pijakan,

Semoga Allah mempertemukan kita,
Selalu dalam keadaan yang lebih baik ya kawan,

Semoga Allah pun mempertemukan kita,
di surgaNya kelak, yang kita nanti dan rindukan..


***

"Waktu berdetak, terus menghentak
Cepat gunakanlah waktumu
Secepat ayun langkahmu
Karena roda hidupmu
terus berputar

Janganlah ragu
kejarlah ilmu
Ingat janji masa depanmu,
Terbentang di hadapmu
Karena masa kecilmu tak akan kembali

Berakit ke hulu berenanglah ke tepian
Masa depanmu telah luas membentang
Kegagalan bukanlah sebagai penghalang.
Jangan sampai kau sesali,
karena waktu terus berlari

Bersakit dahulu bersenanglah kemudian,
Hari esok akan tiba menjelang
Kegagalan bukanlah sebagai penghalang..
Mari maju,
Kejarlah citamu"

(Sherina, Click clock)


Aku pergi dulu, mengejar citaku, mengejar mimpiku..
Aku harap, engkau pun selalu bersemangat untuk itu,
Akan banyak hal yang masih harus kita pikirkan,
Akan banyak hal yang akan menjadi rintangan untuk kita singkirkan,
dengan tangan-tangan kita, agar dapat membuka jalan ke masa depan..
S.E.M.A.N.G.A.T!!!



Aku berjanji akan menaklukan Jakarta.. Kalian juga! ^_^
Aku juga berjanji, akan selalu lebih baik!

From Solo with love,

Kamis, 15 Juli 2010

Rinduku

Ya Rabbi, hatiku berat untuk pergi
Ketika tiba saatnya harus kembali
Saat itu pula aku takut untuk berpisah
Bagaimana jika waktu tak mengijinkanku pulang

Hatiku tertambat pada kota ini
Cintaku jatuh di sudut surakarta
Setiap kali aku bertanya-tanya
Kapan Engkau akan mempertemukan lagi

Ya Rabbi, kalau memang saat ini harus menjauh
Dengan menunaikan kewajibanku padaMu
Mudahkanlah hamba
Untuk selalu ada dalam ridhoMu

Aku mencintainya ya Rabb, dengan segala kelemahanku
Engkau lah tempat berlabuh, ijinkan aku berada
Selalu dalam dekapanMu

Saat hatimu bicara

Bismillah. Untukmu, pemimpinku..




Binalah aku
Aku sangat lemah terhadap urusanku
Aku terlalu lemah untuk melangkah maju
Aku tak cukup kuat untuk terpacu

Bimbinglah aku
Agar aku bisa setegar yang kau damba
Agar aku bisa setampan yang kau puja
Agar aku bisa semulia yang kau pinta

Binalah aku
Kau tahu, tanpamu aku tak berharga
Kau pun tahu, tanpamu aku tak berdaya
Dan kau lebih tahu, tanpamu aku tak berguna

Bimbinglah aku
Untuk menuju ke jalanNya
Untuk mena'ati perintahNya
Untuk teguh pada ketentuanNya

Tak sadarkah engkau, akulah amanahmu
Akulah yang wajib engkau jaga
Akulah yang harus engkau bina
Amanah yang begitu besar bagi hidupmu, Tuanku

Aku lebih peduli terhadapmu
Aku yang sering menangis karena ulahmu
Aku yang bahagia atas kesenanganmu
Apakah selama ini kau tak pernah tahu, Tuanku

Sebenarnya aku lebih membutuhkanmu
Aku rindu untuk selalu engkau sayang
Rindu saat engkau meneduhkanku
Melalui bait demi bait do'a yang kau lantunkan
Melalui ayat demi ayat Al Qur'an yang kau bacakan
Melalui raka'at demi raka'at sholat yang kau dirikan

Sadarkah pula engkau Tuanku?
Aku cemburu karena yang kau memikirkan yang lainnya
Aku terluka karena kau lebih berniat untuk menjaga hatinya
Teganya engkau wahai Tuanku?
Untuk tetap berlaku seperti itu
Aku mengerti, sungguh mengerti keadaanmu

Tapi sekali lagi, aku tak berdaya
Binalah aku, bimbinglah aku
Agar aku bisa menenangkan dirimu
Agar aku bisa menjadi panduanmu
Agar aku bisa memberi fatwa kepadamu

Percayakah engkau Tuanku?
Tiap detikmu aku merasa takut
Akan titik hitam yang tanpa terasa semakin kelam menutupi diriku
Tiap nafasmu aku merasa sesak
Karena engkau tak kunjung melapangkanku
Tiap langkahmu aku merasa lelah
Mengapa lagi-lagi engkau mengotoriku
Sudah cukup engkau membuatku lemah Tuan

Aku ingin kita melangkah bersama
Menuju kebahagiaan yang sempurna
Aku ingin kita berusaha bersama
Menuju cinta yang sebenar-benarnya
Aku tak mau berdusta, tak jua ingin memendamnya

Biarlah aku yang tahu Tuanku, cukup aku yang memikulnya
Akan apa yang engkau timpakan kepadaku
Akan bisikan syaitan yang begitu mudah menggodaku
Akan nafsu yang begitu mudah menguasaiku
Akan niat yang tak mencermikan tindakanmu
Akan ucap yang jauh dari perangaimu
Cukuplah aku yang tahu, Tuanku

Ingatlah, ketika aku baik
Maka baiklah semua amalanmu
Ketika aku buruk
Maka buruklah semua amalanku
Kembalilah wahai Tuanku
Dekap aku lagi, lindungi aku lagi
Sayangi aku, rawatlah aku
Binalah aku dengan seluruh kemampuanmu
Bimbing aku dan jangan pernah mengabaikanku
Aku lebih mengharapkanmu Tuan
Aku lebih mendambamu Tuan

Bawalah aku menuju Tuhanku, Penciptaku
Bawalah aku menuju cahaya abadi itu
Aku tak sanggup jika harus durhaka kepadamu di akhirat
Tak rela jika harus melihatmu tersiksa di sana
Aku tak mampu Tuan, menghinamu

Aku ingin kita mendapatkan balasan yang terbaik
Karena engkau yang begitu sabar mengarahkanku
Engkau yang begitu indah menghiasiku
Engkau yang begitu lembut menyucikanku
Dengan nikmat dan karunia yang Tuhanku berikan padamu
Bukankah cukup aku menjadi peringatan bagimu Tuan?
Bersyukurkah engkau selama ini memilikiku?

Aku percaya padamu, engkau yang paling memahamiku
Hapus air mataku, dan jangan pernah engkau remehkan aku
Semoga bersamaku, engkau bisa lebih baik di hadapan Tuhanku
Agar aku lebih ikhlas menjadi saksi bagimu
Agar aku dapat meringankan bebanmu
Akan hiasan akhlak yang sangat memaknaiku
Dengarkan aku Tuan, dengarkan aku

Aku lebih merindukanmu
Dibandingkan para pemilik hati yang lainnya
Jagalah hati, jagalah hati
Aku masih ingin hidup dalam naunganNya
Takutlah wahai Tuan, pada Tuhanku



Hatimu, yang tak pernah berputus asa...




Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh namun jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Wahai dzat yang membolak-balikkan hati manusia, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu..

Rabu, 14 Juli 2010

Nikmat dan impian

Keajaiban mimpi, keajaiban cita-cita, dan keajaiban keyakinan manusia adalah keajaiban yang tak terkalkulasikan dengan angka berapapun.

Apa yang perlu kita lakukan untuk sampai ke puncak?
Yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah..
Kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya..
Tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya..
Mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya..
Leher yang akan lebih sering memandang ke atas..
Lapisan tekad yang seribu kali lebih kuat dari baja..
Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya..
Serta mulut yang akan selalu berdo'a..

(dikutip dengan sedikit perubahan dari Novel 5cm, I like the words)




Saya setuju sekali dengan kalimat per kalimat di atas. Bahwa kita memang harus berusaha lebih untuk mencapai lebih. Dan kita tidak bisa membiarkan hidup kita begini-begini saja, tanpa ada turunan dan tanjakan yang berarti.
Bagaimanapun kita harus punya mimpi, punya cita-cita, dan keyakinan. Perjalanan untuk meraih dan mempertahankannya itulah yang akan mengajarkan kita bagaimana dapat mengalahkan ketakutan dan menghadapi setiap tantangan.
Dan bagaimanapun juga kita harus selalu bersyukur, atas kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Sehingga kita lebih dapat memaknai setiap hal yang kita alami. Memandang dari setiap sisi yang ada agar kita tak terfokus pada satu penyelesaian, terpaku pada satu pemahaman.

Ada dua hal yang harus kita pahami, tentang bagaimana mendefinisikan segala peristiwa itu sebagai nikmat dan impian. Intinya ada pada, berpikir positif. ^^

1. Nikmat

Nikmat ini dapat berarti nikmat yang baik, maupun ujian. Karena dua-duanya adalah nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Sekali lagi, nikmat itu apa yang Allah beri, apa yang Allah karuniakan kepada kita sebagai hambaNya. Nikmat telah ditetapkan sesuai dengan usaha yang telah kita lakukan dan sesuai pula dengan rezeki yang telah Allah tetapkan. Ketika kita mendapat nikmat, maka biasakanlah untuk melihat ke bawah. Maksud saya, bukan menundukkan kepala atau menengok ke bawah. Tapi biasakan diri kita untuk melihat mereka yang berada lebih di bawah kita. Dengan begitu, kita akan lebih mensyukuri apa yang kita punya, apa yang kita dapat. Bahwa masih banyak orang yang kurang beruntung, masih banyak mereka yang lebih merana dari kita.

2. Impian

Impian ini berarti apa yang kita ingin capai, apa yang kita yakini untuk diraih. Impian murni berasal dari individu, hubungannya kita dengan diri kita dan kita dengan lingkungan sekitar kita. Menciptakan impian adalah hak kita dan hak kita pula apakah ingin meraihnya atau hanya sekedar menaruhnya di dalam benak. Ketika kita bermimpi, maka biasakanlah untuk melihat ke atas. Maksud saya, bukan pula menengadahkan kepala atau menengok ke atas. Tapi biasakan diri kita untuk melihat mereka yang berada lebih di atas kita. Mereka yang telah berhasil mewujudkan mimpi mereka dan berada dalam keadaan yang jauh lebih baik. Dengan kata lain, mereka yang telah sukse menyemai impiannya. Dengan begitu, kita akan lebih bersemangat dan terpacu untuk menggapai cita dan menjaga keyakinan kita.


Untuk aplikasinya, saya ambil contoh yang simpel.
Misal: Berhubung statusnya mahasiswa, jadi saya ambil kasus yang biasa dialami oleh para mahasiswa juga.
Remedial. Mungkin sudah terdengar wajar bagi sebagian orang. Keadaan atau posisi atau apalah namanya, di mana seseorang belum mencapai batas minimal kelulusan.
Ketika takdir telah menggariskan kita untuk remed, maka cobalah untuk memandang dari dua sisi di atas. (banyak sisi tentu lebih baik, tapi untuk mempermudah saya rasa dua di atas cukup)

1. Remed sebagai nikmat

Lihatlah, masih banyak teman-teman di antara kita yang nilainya masih di bawah kita. Masih banyak orang yang tak seberuntung kita, dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di jurusan yang kita inginkan pula. Betapa Allah masih menyayangi kita, memberi kesempatan untuk mencapai cita-cita, sedang yang di luar sana banyak yang tak jelas nasibnya tak tahu hidupnya akan dibawa ke mana. Betapa Allah sebenarnya ingin memberi kita kepahaman yang lebih, bersama teman-teman yang remed pula. Allah ingin memberi pelajaran bagi kita, bagaimana kalau kita dalam posisi mereka, bagaimana rasanya remedial.
Syukurilah, syukurilah akan semua itu.

2. Remed sebagai impian

Maksud saya bukan, kita harus bermimpi untuk remed apalagi pasrah. Buang jauh-jauh pikiran seperti itu! Kita harus menjadikan momen remed ini sebagai titik tolak untuk maju lagi, untuk bangkit lagi. Lihatlah yang di atas. Teman-teman kita yang sangat lega menikmati harinya yang bebas dari cap remed. Mereka yang atas usaha mereka, mampu meraih nilai yang memuaskan. Sadari pula, hasil sebanding dengan niat dan usaha. Mungkin usaha kita memang kurang jika dibandingkan dengan mereka. Mungkin selama ini kita masih terbuai dengan kemalasan, dan lain hal. Padahal di lain tempat dan waktu, teman-teman kita mampu mengusahakan yang terbaik. Lihat lebih luas lagi, tentang hidup orang-orang yang telah sukse mencapai mimpi dan cita-citanya. Mengapa kalau mereka bisa, kita masih seperti ini? Kalau mereka bisa mencapai semua itu, kita pun bisa! Harus ada kemauan dan keyakinan yang lebih untuk memaksimalkan usaha yang kita lakukan agar hasilnya pun yang terbaik dari yang terbaik. Tak cukupkah mereka semua menjadi motivasi dan koreksi bagi kita untuk benar-benar bangkit dan berkata lantang, "I can do it, more than you know. I can do it more than you do. I can be better, surely!"

Bermimpilah, dan wujudkanlah. Impian itu milik kita, sepenuhnya milik kita. Untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita, baik yang besar maupun yang kecil. Kita pasti bisa kalau kita percaya. Optimis dan terus maju!
Mulailah dari diri sendiri, berusahalah untuk lebih baik dan lebih baik.



"Tak kudapatkan cela yang paling besar pada diri seseorang selain kmampuannya untuk sempurna, tetapi dia tidak mau berjuang untuk meraihnya." (abu thayyib al mutanabbi)




Yang bisa dilakukan seorang manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka tinggal mempercayainya.
Ketika kau telah memiliki tujuan untuk digenapi dan mimpi untuk dipenuhi, yakinlah.. Allah telah meneguhkan hati ini..
Semoga apa yang kita lakukan selalu dicatat sebagai amal baik dan dapat memberatkan timbangan kita di akhirat kelak.

Karena Allah lebih tahu, apa yang baik untuk kita. Skenario Allah itu selalu indah.
Keep positive thinking! Dan tetaplah bersyukur! What you think is what you have..

Semangaaaaaat! :D



NB: apa yang saya jabarkan di atas adalah pendapat saya pribadi
mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan ^^

Senin, 12 Juli 2010

Tersenyumlah dan kita ubah dunia



Senyum.
Sebuah kata yang simpel, mudah diucapkan, tetapi terkadang banyak hal yang menghalangi kita untuk melakukannya.
Secara ilmiah, mekanisme tersenyum ini telah terurut rapi dalam sistem limbik manusia. Mekanisme ini dipanggil secara involunter/tidak sadar. Saat kita tersenyum, melibatkan pengaturan yang dapat dengan mudah dilakukan.
Peran sistem refleks, otot wajah bagian kanan dan kiri akan berkontraksi secara sinergis. Diikuti perasaan tenang dan bahagia oleh kerjasama limbik dan amigdala yang bertugas pula mengatur emosi.
Sebuah bulan sabit yang terbentuk rapi dan indah sekali, menghiasi wajah kita.

Bersyukurlah kita masih bisa tersenyum, sewajarnya dan pada tempatnya.
Jauh di sana, ada sebuah penyakit yang namanya Happy Pupet Syndrome. Di mana seseorang yang mengidap penyakit ini akan terus menerus tersenyum sepanjang hidupnya. Bahkan dalam keadaan menangis pun, dia akan tetap tersenyum.
Sebaliknya, ada kelainan yang menyebabkan seseorang tidak bisa tersenyum karena kelumpuhan otot-otot yang mengaturnya. Ada orang yang terbatas senyumnya karena kelumpuhan saraf facialis yang bekerja dalam penghantaran impuls ke bagian wajah, sehingga hanya dapat menggerakkan sebelah sisi bahkan tak bisa sama sekali.
Juga di sana, banyak orang yang tersenyum dengan bebas tanpa makna akibat depresi berkepanjangan akan hidup yang tak bersahabat. Berjalan tanpa malu di sebuah kota atau mereka yang hari-harinya berlalu di rumah sakit jiwa.

Tak ada alasan yang kuat bagi kita untuk tidak tersenyum. Selagi kita bisa, selagi dengannya kita mampu membawa manfaat bagi yang melihatnya.
Kalau kata saya pribadi, "senyummu akan meneduhkan orang yang ada di sekelilingmu". Tak peduli mereka akan memandang seperti apa, yang penting niat di hati ini bersih dan apa adanya.
Selama masih sewajarnya, dan pada tempatnya.

Bayangkan betapa sejuknya, ketika kita dalam keadaan dilanda masalah. Batin kita cukup terluka karenanya, ibarat terhimpit, tak ada jalan keluar. Kemudian ibu, ayah, adik, kakak, sahabat, atau saudara kita datang menghampiri. Dengan satu kata, "Bersabarlah.."
Diiringi senyum ikhlas dan tulus tanpa cela. Betapa hati ini akan luluh karenanya, Ceesss, dingin sekali. Betapa sebuah energi telah disalurkan, energi positif yang luar biasa.

Atau seperti kata salah seorang teman saya, "Bagaimana seorang muslim tidak tersenyum?"
Sementara ia telah meridhoi Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad saw sebagai rasulnya.
Bagaimana seorang muslim tidak tersenyum, dengan segala nikmat yang ada, yang tiada pernah jemu Allah turunkan pada semua hambaNya di dunia.
Yang telah meninggikan langit tanpa tiang, menciptakan alam semesta ini dalam enam masa, menurunkan hujan, adanya siang dan malam, bersinarnya mentari dan bulan sebagai penerang bagi manusia, serta berjuta bahkan bertrilyun nikmat tiada tara yang mengalir dalam setiap jejak nafas dan usia kita. Akan mengalir, selamanya.
Allah telah menciptakan alasan yang tak terhitung banyaknya untuk tersenyum, selalu tersenyum.
"Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An Nahl 18)


Lalu, senyum seperti apa yang dianjurkan?

Dalam buku Menyemai Impian, Meraih Sukses Mulia-nya pak Jamil Azzaini.
Senyum yang dianjurkan adalah senyum 227.

Apakah itu? Saat kita tersenyum, cobalah untuk simetris. Tarik ke sudut bibir kiri 2cm, sudut bibir kanan 2cm, dan kembangkan selama kira-kira 7 detik. Inilah senyum tulus. Bukan senyum basa-basi, bukan pula senyum yang sinis.
Sungging senyum 227, perasaan kita yang gundah gulana, sedih, cemas, khawatir, dan semua perasaan negatif lainnya akan berlalu. Saatnya senyum menjadi bagian dari hidup kita, aktivitas yang secara refleks kita tampilkan.

"When I see you smile, I can face the world. You know, I can do anything.."

Dan betapa tersenyum itu akan membawa berkah bagi kita dan yang melihatnya.
"Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah." (HR. Tirmidzi)


Tak ada alasan bagi kita untuk tidak tersenyum karena Allah telah menciptakan alasan yang tak terhitung banyaknya untuk tersenyum.
Hadirkan senyum terindahmu hari ini untuk memulai segala aktivitas dengan hati yang senang, hati yang bahagia.
Senyumku, ibadahku, senyum 227.

Tersenyumlah, dan kita ubah dunia.. =)

Belajar dari mereka

Saat itu, diskusi usai lebih awal. Kira-kira pukul 11.oo kurang. Tak ada tempat di kampus yang bagiku menenangkan kecuali masjid At Tauhid ARH UI. Selain lokasinya yang tidak begitu jauh dari ruang diskusiku, tempatnya pun nyaman dan adem.
Hingga kuputuskan untuk segera melangkahkan kaki ke tempat yang dituju, lantai 2.

Ternyata ada seorang teman yang sampai lebih dulu sampai di sana. Dia tampak sedang bercakap dengan seorang ibu yang usianya sekitar 30-an, di dekatnya ada seorang anak kecil laki-laki yang berjalan ke sana ke mari. Juga tak jauh dari sana, ada seorang lagi, mbak-mbak yang sedang duduk. Yang kulakukan waktu itu, segera menemui temanku dan ikut bercengkerama dengan ibu tersebut.

Temanku sedikit menjelaskan, siapa ibu itu. Ternyata, beliau sedang mencoba menawarkan dagangannya pada temanku. Beberapa botol sari kurma terlihat rapi dalam plastik di sampingnya. Dijual dengan harga dua puluh ribu per botolnya. Aku penasaran, ingin tahu lebih detail tentang sang ibu dan anaknya.

Yang aku tangkap dari cerita beliau, seperti ini.
Ibu dan anaknya tersebut adalah musafir yang tanpa sengaja sampai di masjid ARH. Beliau asli dari Jogja, datang ke Jakarta niatnya ingin mencari lapangan kerja. Suaminya sudah tidak ada. Mempunyai tiga orang putra, dua perempuan dan satu laki-laki. Yang besar sudah SMP, yang nomor dua masih SD, si kecil bernama Dimas, yang masih TK Nol Besar. Mereka berdua, dengan modal dan uang yang minim memberanikan diri untuk mengadu nasib di Jakarta. Alhamdulillah, sang ibu diterima bekerja konveksi di Depok, tapi atas izinNya perusahaan kecil tersebut bangkrut. Kebutuhan hidup harus dipenuhi, kontrakan rumah harus ditunaikan juga. Sayangnya, tabungan mulai menipis dan hampir tiada sisa. Benar-benar tiada sisa. Ibu dan Dimas tak mampu lagi membayar uang kontrakan. Hingga salah seorang temannya yang iba, menawarkan ibu untuk menjual sari kurma. Setidaknya bisa untuk makan dan untuk transport.
"Lumayan, kalau laku semua, bisa pulang ke Jogja," katanya.

Aku pun semakin penasaran, selama ini beliau tinggal di mana. Dari masjid ke masjid. Itulah jawabnya. Ibu dan Dimas, berpindah dari masjid yang satu ke masjid yang lain. Dari depok, kemudian ke Jakarta. Kalau menemui spanduk "Pengajian Akbar" di jalan, tak tanggung-tanggung mereka segera mengunjunginya. Sebuah niatan yang suci, ikhlas dari hati seorang hamba. Aku salut, hati semakin gerimis mendengarnya. Hari ini (waktu itu), mereka sampai di masjid cintaku.

"Kasihan Dimas, dia masih pengen belajar di sekolahnya. Makanya saya masih sering ke depok. Gurunya juga bilang, sayang kalau berhenti. Dimas anak yang pintar. Dia juga masih pengen ketemu temen-temennya. Kadang saya nangis, kalau lihat dia. Mau makan susah, kalau blm ada rejeki ya puasa. Dia juga sering ikut puasa sama saya. Alhamdulillah, dia ngerti. Anak saya yang besar juga kadang telpon, ke rumah teman saya yang di depok itu. Saya selalu titip pesan, jangan bilang ke anak saya kalau sayang sekarang g punya tempat tinggal, bilang saja saya sedang kerja. Anak saya sampai mau nyusul ke Jakarta mbak. Mereka di rumah sama mbahnya. Dimas ini seneng di sini, ada temennya. Biasanya dia sendirian," tuturnya.

Sungguh, aku terharu. Hanya terdiam, dan hatiku yang menjawabnya. "Barakallahu fiik ya ummi.."
Sesekali kulihat Dimas, ia sedang bermain puzzle dan pesawat-pesawatan dengan mbak-mbak yang sedang duduk itu. Sesekali juga, ia mengajakku bermain, menawarkan botol-botol kurma yang ada, menggodaku dan temanku, serta berbagi cerita tentang sekolahnya. Kasihan sekali dia, ya Rabb..

Komunikasi berjalan dua arah. Ibu pun bertanya, aku kuliah di mana, dari mana, tinggal di mana. Deskripsi singkat tentangku dan temanku.
"Kita berdua tinggalnya di asrama Wisma Rini bu, yang di otista," kataku.
Beliau pun menjawab, "Oh yang di dekat gelanggang remaja itu ya? Saya tahu asrama itu."
Hmm, sudah tau ya?

Berusaha berempati dengan baik, sedikit berunding dengan temanku itu. Lalu kami sepakat, satu botol untuk berdua. Patungan, urunan, sepuluh ribu-sepuluh ribu. Dimas pun dengan polosnya berkata, "Yang ini atau yang ini Kak? Kalo yang ini buat aku, ini buat kakak."
Aku tersenyum melihat tingkahnya.

Waktu dzuhur pun tiba. Pembicaraan kuakhiri, selesai. Usai sholat, Ibu itu memanggil temanku. Mereka berdua tampak sedang bicara serius di dekat tangga. Aku menunggu. Temanku pun datang, dia bilang.
"Ibu tadi mau pinjem uang. Katanya kalo boleh, hari ini mau pulang ke Jogja. Udah g kuat di sini. Pengen banget pulang, Dimas juga sering minta pulang, kangen kakak-kakaknya. Gimana ni?"

Berpikir sejenak, apa yang harus kulakukan. Aku belum terlalu kenal beliau, belum cukup kenal. Tapi saat itu, hanya aku dan temanku yang ada, yang Allah minta untuk menolongnya. Sesama orang Jawa, rasa tidak tegaan dan pekewuh itu pun muncul dengan sendirinya. Pertentangan hati, lagi. Tak ada salahnya berbagi rezeki, tak ada salahnya berkorban untuk kebaikan. Sedekah itu investasi akhirat, teringat tausyiahnya Ustadz Yusuf Mansur tentang sedekah.

YA. Kereta ekonomi ada yang berangkat siang ini. Biarkan mereka pulang, menyudahi penat dan lelah yang ada. Biarkan mereka melepas kerinduan dengan keluarga tercinta. Aku dan temanku pun kembali patungan. Tak seberapa, semoga cukup untuk bekal perjalanan pulang.

“Sesama muslim adalah saudara; tidak boleh mendzalimi dan menyakitinya. Barangsiapa selalu menolong saudaranya maka Allah akan menolongnya. Dan barangsiapa meringankan penderitaan saudaranya maka Allah akan meringankan penderitaannya pada hari Kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib saudaranya maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari).

Ibu dan Dimas tersenyum senang sekali, "Alhamdulillah, kita pulang dek. Besok bisa ketemu mbak sama mbah di rumah. Makasi ya mbak, nanti kalau ada rejeki lebih dan ada kesempatan ke Jakarta lagi, saya main ke asrama mbak, ngembaliin uangnya. Saya do'akan sukses ya kuliahnya."

-I trust you, mom. Really trust you.-

"Iya bu, sama-sama. Hati-hati di jalan. Dimas pasti seneng ya, mau ketemu kakak sama nenek?"
"Iya kak," jawabnya senang.
Setelah mengemasi tas dan dagangannya, ibu dan Dimas berpamitan. Ucapan terimakasih pun mengalir lagi, larut dengan haru yang membiru.

Ya Rabb, ternyata di luar sana, masih banyak yang membutuhkan uluran tangan ini. Meski hanya dengan jabat tangan dan seuntai senyum yang tulus ikhlas bagi mereka semua.

Ya Rabb, ternyata di luar sana, masih banyak yang tak jelan hidupnya, tak menentu keadaannya. Mereka yang entah dalam senang, sedih, sehat, maupun sakit, berjuang melawan kerasnya hidup.

Ya Rabb, ternyata di luar sana, akan selalu ada jalan bagi mereka yang percaya, Engkau ada dan akan selalu melindungi hambaNya. Dalam dekap erat penuh cinta dan bahagia.

Ya Rabb, terimakasih atas pelajaran yang telah Kau beri. Atas setiap detik yang berlalu dengan penuh makna. Begitu meruginya, aku yang masih sering menyia-nyiakan waktu yang kupunya.

Jalanku masih panjang, terbentang. Dan mulailah sadari, apakah yang telah, yang sedang, dan yang akan kita lakukan untuk hari ini?

"Makasih ya Kak.. Dimas pulang dulu," sambil mencium tanganku, Dimas berceloteh.

Dan dari bawah, Dimas berteriak, kepalanya melihat ke arah kami di lantai dua.
"Semoga dibales sama Allah kak!!"

Bibir tersenyum dan hatipun menangis. Tidak, aku tak boleh lengah.
Pelajaran yang kudapat waktu kuliah: Tak boleh bersimpati, tapi harus berempati.
Semoga ibu dan Dimas dalam keadaan yang lebih baik sekarang, di manapun mereka berada. Amin.


What a nice story to remember, :')

Minggu, 11 Juli 2010

Akhirnya, blog ini tercipta..

Alhamdulillah.
Setelah perdebatan yang cukup panjang dalam hati, pertentangan yang muncul karena kata 'iya' dan 'tidak' dalam merealisasikan keinginan untuk membuat blog.
Akhirnya, terwujud juga.
Masih harus banyak belajar dan renovasi sana sini agar semua yang ada dan tertulis dalam blog ini dapat menuang berbagai manfaat bagi penulis, pembaca, dan semuanya.

Like the name, inspire the sphere..
Mencoba sedikit berfilosofi. Inspire berarti inspirasi, sphere yang berarti dunia. Di dalamnya tersimpan harapan, semoga goresan yang tertuang di sini akan memberi sebuah inspirasi, pesan, dan makna yang tersirat di balik setiap kata. Dan akan membawa ke arah yang lebih baik.

Tetaplah berjalan lurus
Tataplah yakin ke depan
Bahwa di depan sana ada mimpi yang harus diraih
Bahwa tidak ada satupun di dunia ini, yang tak dapat kita lakukan
Percaya dan kejarlah

..Walk in straight..
..And there ain't nothing we can't do..



Nurmita