Jumat, 08 Juli 2011

Not to give up

Sayuti, 8 Juli 2011 pukul 20.25.

Kali ini, saya sungguh ingin menuliskannya.

KKD atau keterampilan klinis dasar merupakan satu dari sepuluh kompetensi dokter lulusan FKUI. Di FK lain mungkin dikenal dengan sebutan "skill lab".

Dalam KKD, kami terbagi menjadi kelompok2 kecil yang beranggotakan kira-kira 7 mahasiswa. Lalu biasanya, kami akan berpura-pura menjadi dokter dan pasien.

Untuk Orang Percobaan (OP) biasanya menggunakan teman sendiri atau orang luar. (tentunya laki-laki)

Dalam kegiatan KKD ini, kami belajar mempraktikkan ilmu-ilmu kedokteran yang terkait dengan anemnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang menunjang. Misalkan pungsi vena, cek tanda vital, pemeriksaan fisik paru jantung, dll.

Dan satu yang tak ketinggalan, ELEKTROKARDIOGRAFI.

Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung. Elektokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung. Di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang katanya nomer satu dan paling bersejarah di Indonesia, KKD EKG terlaksana di semester 4. Tepatnya di modul Kardiovaskuler (Jantung dan Pembuluh Darah).

Semua materi KKD berjalan cukup baik dan lancar. Di modul ganjil, kami latihan. Di modul genap, kami ujian. Di akhir tingkat 2 ada ujian teori, di akhir tingkat 3 barulah ujian OSCE. Sebenarnya mirip dan tidak terlalu berbeda dengan Fsayaltas Kedokteran lain. Hanya satu yang membuatnya jadi berbeda. Ujian KKD EKG.

Dalam ujian KKD EKG ini, semua mahasiswa harus bersedia menjadi OP untuk temannya. Tentunya dipisah, laki-laki dan perempuan. Kalau tidak, awas saja!
Menjelang ujian KKD EKG, kami diminta mengisi informed consent. (baru di tahun 2011, angkatan saya). Tanda bintang di bawahnya berbunyi demikian.

*bagi yang tidak bersedia menjadi OP, tidak diperbolehkan mengikuti ujian

Adilkah?? Bisa diterimakah??

Oke, saya pribadi bisa menerima dan terasa malas untuk memberontak. Karena dari tahun ke tahun memang seperti ini sistemnya. Banyak senior dari angkatan2 atas yang aware atas masalah ini berpesan sejak awal, bahkan sejak saya masih di awal tingkat 2. “Tolong nanti sebelum modul Respirasi (saatnya ujian KKD EKG), lobi salah seorang staf pengajar faal, bu X, untuk membicarakan masalah ini. Coba dilobi agar muslimah tetap menjadi OP muslimah.”

Angkatan 2006 berhasil, 2007 gagal, 2008 berhasil, dan 2009....

"Katakanlah kepada wanita yang beriman :"Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka meukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An Nur 31)

Sesungguhnya, kami hanya tidak ingin, melanggar syari’atNya. Bahwa aurat kami di depan yang bukan mahram dan selain muslim, haram untuk diperlihatkan. Sedang di KKD EKG, semua elektroda dipasang di ektremitas dan dada, tanpa lapisan. Tak bolehkah kami menolak? Atau minimal, meminta keringanan saja agar tak menyalahi agama kami?

Selama ini, proses lobi melobi memang dilakukan diam-diam, oleh beberapa orang, tersembunyi dari angkatan, dan kepada orang tertentu juga yang faham akan masalah ini. Bu X pun berusaha melakukannya diam-diam karena beliau mengerti alasan kami. Departemen F****L*** di FKUI memang dikenal sebagai departemen yang cukup sulit untuk diajak berkompromi karena sebagian besar staf di sana, beragama selain Islam dan mengutamakan asas toleransi umum.

Saya pun sudah mencoba, berulang kali menemui Bu X, bersama beberapa teman yang saya rasa aware juga dengan masalah ini. Tapi Allah memang menguji, seberapa besar perjuangan kami. Setiap kali kami berusaha menemui, selalu tidak jodoh dan ibu X ini sangat sibuk. Hingga suatu ketika, saya sempat bertemu beliau dalam waktu yang mendesak.

“Iya, kenapa nak?”

“Maaf bu, mengganggu. Saya ingin bicara terkait ujian KKD EKG. Pembagian pasangan dan urutannya bagaimana ya bu?”

“Di luar aja yuk, di luar.”

“Iya bu, jadi bagaimana?”

“Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, g beda. Pokoknya ibu usahakan sama. Ya? Kalau mau ngobrol, besok ya jam istirahat. Sekarang ibu mau pulang.”
“Oh iya bu, terimakasih. Kira-kira besok jam berapa bisa saya temui?”

“Jam 12 ya, pokoknya sama, g dibedain kok.”

“Iya bu, terimakasih.” J

Besoknya. SMS pendek, KKD direschedule jadi jam12. Dengan kata lain, saya harus membatalkan janji dengan ibu tersebut. Belum jodoh.

Setelah pertemuan itu, waktu untuk ngobrol semakin sulit. Hingga akhirnya, ujian KKD EKG semakin dekat. Jujur, saya pasrah dan berharap semua akan seperti yang dikatakan ibu X, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

*setahun sebelumnya, beberapa mahasiswa muslimah dari angkatan 2008 pun melakukan hal yang sama. Hal itu disetujui oleh ibu X dan semua terlaksana dengan baik. Bahkan instruktur/dokter pengujinya pun disesuaikan, muslim dengan yang muslim. Sungguh, saya hanya berharap, tahun ini demikian.

Kloter 1 senin, kloter 2 kamis, kloter 3 senin, kloter 4 kamis, kloter 5 senin, kloter 6 kamis, setiap minggunya.

Hari pertama Ujian KKD EKG, kloter pertama di minggu pertama (4 kelompok awal). Saya kaget bukan kepalang, ternyata sistem di tahun ini bukan langsung diurutkan, tapi menggunakan sistem undian di hari H. Efeknya, kami punya peluang untuk menjadi OP non muslimah dan instruktur muslimah. Alhamdulillah, di kloter pertama, semua mahasiswinya muslim.

Tapi saya tetap heran, kenapa diundi?? Kenapa tidak sama dengan tahun sebelumnya??

Saya tahu, tak boleh berdiam diri. Akhirnya, beberapa teman saya mencoba untuk melobi. Kloter kedua, lepas dari pengawasan. Ada seorang non muslim di sana, berdasarkan urutan undian, dia harus memeriksa OP muslimah. Teman saya yang non muslim tidak mau ditukar, karena akan merugikan dia, dengan menjadi yang pertama. Akhirnya, satu korban.

Ternyata, di tahun ini, Penanggung Jawab Ujian KKD EKG diganti, menjadi Dokter R (yang saya panggil Bang R, karena angkatan 2003). Kebijakan undi-mengundi ada di beliau. Dengan coba menyampaikan, duduk perkaranya. Terkait hak-hak muslimah dan ketentuan dalam Islam, akhirnya Bang R mengerti. Bang R muslim dan sangat pengertian, beliau magang di departemen F****L***.

Bang R mengatakan, “Kalau kalian mau seperti itu, tolong sosialisasikan ke angkatan terkait ini. Kalau semuanya sepakat, baik yang muslim maupun non muslim, mungkin bisa diusahakan.”

Baiklah, kami akan coba.

Hari Jum’at, menjelang kloter ketiga. Saya dan seorang teman saya berbicara di depan angkatan seusai kuliah, intinya demikian:

“Teman-teman semuanya, kita tahu kan kalau dalam Islam, ada batas-batas yang harus dijaga, yaitu aurat kita. Dan ada yang boleh diperlihatkan kepada sesama muslim, yang mahram. Ada pula yang tidak boleh, yakni kalau kita membuka aurat kita di depan yang bukan mahram dan bukan muslim. Di ujian KKD EKG, kita tahu kan semua harus jadi OP. Nah, saya hanya ingin meminta kesepakatan dari teman-teman sekalian, terutama teman-teman yang non muslim, kira-kira bersedia tidak menjadi urutan awal, dan teman-teman muslimah di urutan setelahnya, agar teman-teman yang muslimah tidak menjadi OP teman-teman yang non muslim?”

Alhamdulillah, tanggapan angkatan baik, muslim dan non muslim. Bahkan salah satu wakil dari mereka mengiyakan, tanda setuju dan tak masalah. Satu PASSWORD untuk selanjutnya. Teman-teman muslimah yang belum tahu, akhirnya mengetahui, bahwa dalam Islam seperti itu aturannya.

Akhirnya, di kloter ketiga, Bang R menengahi, tidak ada undian saat itu. Tentunya setelah kami beritahu bahwa, angkatan sudah setuju. Urutan OP dan ujian disusun hari itu juga oleh Bang R dan Ibu X. Dengan urutan. OP bayaran-non muslim 1-non muslim 2-muslimah 1-muslimah 2-dst. Jadi tidak ada muslimah yang menjadi OP non muslim. Lagi-lagi, alhamdulillah ya Robbal Alamin.

Setelah itu, Bang R mencoba untuk mem-florkan hal ini ke Departemen F. Tujuannya agar semua staf mengerti dan sesuai prosedur. Syukur-syukur kalau diterima. Tetapi hal itu menjadi problema baru.

Masalah ini dari tahun ke tahun, tersembunyi. Sekarang, dibuka blak-blakan di hadapan dokter2 Dep F, yang notabene sangat toleran dan sulit menerima alasan agama. (terkenal banget, Dep F FKUI itu ‘seram’)

Jelas apa jawabnya. TIDAK.

Hari kamis kemarin, Bang R menemui saya dan dua orang teman saya.

“Maaf, sepertinya tidak bisa. Saya udah coba tanyakan ke staf dan Kodiknya, tapi tidak disetujui. Akhirnya, yang belum dapat bagian, diundi langsung, terus dicatat urutannya.”

“Di depan dokter2nya bang?”

“Iya, jadi semua tahu. Maaf sekali, saya mengerti. Tapi ternyata alasannya tidak diterima. Karena menurut kami, di sistemnya sudah dipisah laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan. Dan besok kalau kita jadi pasien, kita tidak bisa memilih mau diperiksa oleh dokter yang muslim maupun non muslim.”

“Tapi bang, masalahnya kan bukan itu. Kalau laki-laki dan perempuan dipisah itu harus, tapi kan kami ingin mengusahakan yang muslimah. Lagipula kalau jadi pasien, kami masih bisa milih ingin ke dokter yang mana.”

“Iya, saya mengerti tapi tetap tidak bisa.”

“Kalau disiasati, dirubah urutannya gimana bang?”

“Sulit ya karena semua dokter tahu, dan saya ga bisa ngubahnya. Karena semua keputusan dan kewenangan ada di Kodik.”

Kloter 4 loosss.. Sejauh ini, sudah 2 korban..

Pesimisssss... Tapi harus OPTIMIS!

Saking gundah gulananya kemarin. Saya, beberapa teman, dan senior memutuskan untuk langsung membicarakan hal ini ke dekanat, berharap akan lebih didengar. Saya sms Bu Dekan, lalu bersama teman kami datang ke sekretaris dekan. Akan tetapi, untuk bertemu orang nomor satu di FKUI tersebut harus menggunakan surat pemberitahuan, supaya bisa diagendakan. Hmm, lama sepertinya. Karena Kloter berikutnya adalah hari Senin dan Kamis (tanggal 11 dan 14).

Siangnya, saya ikut rapat FSI dengan Dekanat untuk Ramadhan, berharap semoga Bu Dekan ikut. Tapi, apa daya, tak ada.

Perjuangan dilanjutkan ke siang ini. Pagi ini saya coba menghubungi Bu X lagi. Alhamdulillah ada waktu dan kebetulan Bu X sedang luang. Saya dan 3 orang teman saya.

“Bu, bisa bicara sebentar.”

“Iya, di luar yuk di luar..”

“Iya ibu, jadi terkait ujian EKG. Apa tidak bisa diusahakan lagi ya bu, terkait muslimah dan muslimah?”

“Yang namanya enni yang mana?”

“Saya bu.”

“Iya, jadi gini ya. Memang di SOP nya sudah dibuat begitu (baca: dipisah laki-laki dan perempuan). Jadi kalau mau diubah lagi sulit. Saya juga sudah mengusahakan tiap tahunnya, tapi kan ngerti juga ya gimana.”

“Oh begitu ya bu. Tapi dari tahun ke tahun kan selalu ada yang melobi bu, kira-kira apa tahun ini g bisa diusahakan lagi ya?”

“Iya, saya sudah coba juga. Tapi memang harus sesuai SOP. Tahun-tahun sebelumnya juga begitu kok, g ada yang macem-macem. Udah pokoknya, ikutin aja ya, insyaAllah gak papa kok. Yang penting kalian baik, ikutin aja. Saya juga udah sempat diskusi dengan bidang Kerohanian (Prof. Yun), katanya gak papa. Jadi ya saya pikir, g akan masalah. Yang penting jangan buat masalah aja, saya takut kalau ada yang macem-macem gitu. Ya gpp ya?”

Terdiaaam...

“Apa g bisa diusahakan lagi ya bu, diubah urutannya begitu? Kan katanya sudah diundi dan semua instruktur tahu, apa kira-kira mereka hafal urutannya?”

“Iya, sepertinya g bisa mbak. Sudah gak papa ya. Saya selalu mengusahakan, tapi kan tahu sendiri, sebagian besar di sini non, dan yg muslim cuma beberapa orang. Saya sendiri dari tahun-tahun dulu, sudah dicoba.”

Jujur, saat saya mendengar Bu X bicara, hati saya luluh. Rasanya, saya tak mampu berdiplomasi lagi, seperti luluh di depan ibu saya.

“Saya juga sudah bilang ke semua instruktur, tolong buka seminimal mungkin. Seminimal mungkin. Bahkan kalau diusahakan, bisa saja bagian itu tidak terbuka, bisa dimimalisir. Gak papa ya, ikutin aja?”

“Iya bu, berarti benar2 tidak bisa ya diusahakan lagi bu? Urutannya saja yang diubah? Karena sebenarnya, angkatan sudah setuju.”

“Gak bisa lagi, karena ikut SOP nya.”

“Iya, kalau memang tidak bisa untuk yang besok. Mungkinkah kalau untuk tahun-tahun ke depannya diusahakan bu?”

“Sepertinya sulit juga. Sudah, gak papa ya. Kau coba dulu.”

“Ya sudah, terimakasih banyak ya bu.” (cium tangan)

-------------------------------------------------------

La haula wala kuwwata ila billah. Kami pergi. Bu X orang yang sangaaaat baik dan pengertian, tapi memang kekuatannya kecil.

Teman-teman bilang, “Ya udah en, kasian Bu X nya juga, dia sendirian dari tahun ke tahun. Kalo emang gitu, ya udah, mau gimana lagi.”

“Tapi pasti bisa diusahain lagi. Aku g mau nyerah cuma karena ini. Selama masih ada jalan, pasti bisa.”

No respon. Saya ngotot, dan mungkin terlihat sangat ngotot. Kami hanya diam. Saya berpikir, gimana caranya mengusahakan 2 kloter yang tersisa ini. Dalam waktu yang singkat ini.

Saya membicarakan hal ini dengan seorang senior, kak Amel. Hingga akhirnya kami putuskan, untuk menemui Bang R sore ini juga. Kami berdua, menuju ke Bursa Kedokteran menemui seorang ikhwan 2008. Kami meminta saran dan meminta bantuan juga untuk melobi bersama. Tapi sayang, beliau sedang sibuk. Lalu setelah mendapatkan nomor Bang R, saya langsung hubungi.

Bang R sedang luang, akhirnya saya janjian bertemu di suatu tempat. Bersama kak Amel. Tapi saya pikir, harus ada ikhwan di sini, karena biar bagaimanapun, saya pikir diplomasi sesama ikhwan akan lebih mudah. Akhirnya saya hubungi seorang teman saya.

“Bisa g nemenin diskusi sama Bang R sekarang? Terkait KKD EKG. Di skill lab bawah.”

“Bisa-bisa en, tunggu 10 menit ya.”

“Iya, makasi ya.”

Setelah saya jelaskan duduk perkaranya ke teman saya itu, kami siap menemui Bang R. (Bahkan teman saya mengajak gontok2an dengan kodiknya, padahal g tau masalahnya apa. ckckck)

Akhirnya saya panggil Bang R. Kami bicara delapan mata. Yang kami tanyakan sama.

“Di akhir waktu, 2 kloter yang tersisa ini, bisa tidak disiasati agar muslimah tetap sama muslimah?”

“Iya, saya mengerti. Tapi sepertinya untuk yang sekarang sulit. Karena kalaupun saya coba main belakang, ujung-ujungnya mahasiswa yang akan disalahkan kalau ketahuan.”

“Tapi bang, memang dokter2nya hafal ya urutan-urutannya? Bisa kan kalau dituker diam-diam gitu.”

“Iya, tapi setelah diundi itu daftarnya udah ditempel di dalem departemen, jadi semua instruktur bisa liat. Takutnya kalau ketahuan diganti, akan jadi masalah lagi. Mungkin untuk tahun-tahun ke depan, coba bicarakan dari awal. Misalkan kalian ajak temen2 kalian ni, jangan kalian aja yang berjuang. Trus ajak juga temem2 yang non muslim. Biar dari departemen bisa menerima dan mengerti bahwa dari muslim dan non muslim pun g ada masalah untuk disetujuinya hal ini. Sekarang kan kewenangan ada di Kodik, jadi lebih baik kalau untuk jangka panjangnya kalian langsung bilang ke kodik, didiskusikan bersama. Kalau untuk 2 kloter terakhir ini, sulit.”

“Oh gitu, berarti memang harus lewat jalur formal ya bang? Soalnya dari tahun ke tahun kan sebenarnya main belakang.”

“Iya, dan itupun saya tidak menjamin akan disetujui, karena pasti ada prosesnya. Dari sini ke sini, trus ke sini, sampai disetujui dekanat. Tapi kalian coba usahakan saja.”

“Tapi bang, kira-kira gimana ya tanggapan Kodiknya terkait hal ini?”

Bang R menyebutkan, memang akan sulit. Kodik kita itu tidak mau mengait-ngaitkan urusan akademik dengan agama. Bla bla bla bla bla... (yang jelas memang sangat sulit untuk mengubah pemahaman dan pemikiran dokter2 di sana tersebut, Bang R pun menyadari.)

Setelah berdiskusi panjang dan lebar (kira-kira satu jam), hasilnya tetap mendekati 0. Belum ada hasil.

“Kalau masih ingin menyiasati, coba kalian hubungi Bu X. Sekarang semuanya beliau kembali yang memegang, kemarin2 saya hanya menggantikan karena Bu X sedang banyak urusan. Karena kalau daftar undiannya ada di saya, g akan ada pertemuan kita sekarang ini.”

Lalu kami berbincang, meminta saran nasehat wejangan dari Bang R. Luar biasa Bang R.

Kalau memang kalian masih bisa mengusahakan, lakukan saja sekuat yang kalian bisa. Jangan hanya karena ada masalah-masalah kecil, kalian berhenti. Karena kalau sekarang kalian pasrah, dan berhenti berjuang, bisa-bisa besok kalian akan menyesal. Kenapa dulu begini? Kenapa tidak berusaha lebih?

Mungkin kalian merasa, sudah berpeluh-peluh mengusahakan ini untuk teman-teman kalian, tapi jangan menyerah. Coba saja, usahakan. Dan kalau bisa, bicarakan sebaik mungkin. Ajak yang lain, jangan kalian aja yang berlelah sendirian. Biar yang lain juga membantu dan merasakan. Apapun yang menurut kalian benar, selama tidak merugikan orang lain, lakukanlah..

Saya tahu, Bang R mungkin tidak bisa membantu lagi. Saya tahu, Bang R begitu baiknya. Saya tahu, Bang R juga sudah mengusahakan yang luar biasa.

Dan satu hal, saya tahu bahwa saya tidak boleh menyerah hanya karena hal ini.

Satu pesan lagi dari Bang R.

Indonesia itu kan kental dengan budayanya. Yang muda harus mengalah dengan yang tua. Kalau kalian memaksa, kalian dapat dianggap sebagai orang yang attitudenya kurang baik. Jadi kalau bisa, jangan mendesak dan jangan terkesan kalian memaksa. Bicarakan baik-baik untuk tahun-tahun ke depannya. Biar legal dan efeknya jangka panjang.

Satu pesan dari MR saya.

Suatu sistem itu kan ada saatnya untuk dirubah. Mengapa tahun ini sulit diusahakan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya? Mungkin karena sekaranglah waktunya untuk membuat sistem yang ada sesuai dengan aturan Islam. Supaya tahun-tahun ke depan tidak ada lagi lobi-melobi karena sudah jelas sistemnya. Sabar ya, jangan menyerah.

Ya Allah, sesungguhnya hanya kepadaMu kami kembali.

"Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik." (QS.Al Israa':19)

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS. AnNisaa’:135)

Indonesia, negara yang sangat menghargai kebebasan umat beragama, tetapi mengapa untuk satu hal yang ini saja, terasa sangat sulit?

Di FK lain, tak ada yang begini. Mengapa di sini seperti ini?

Ketika dua prinsip toleransi bertentangan, haruskah kita meninggalkan kepentingan agama kita untuk menghargai kepentingan umum?

Sebegitu daruratkah hal ini ya Allah, sehingga alasan akademis dapat mengalahkan syari’atMu...

Di depan manusia, diri ini begitu lemah. Saya tak punya kekuatan untuk melawan, tak punya kedudukan untuk didengar, karena saya bukan siapa-siapa. Tapi di hadapanMu ya Allah, diri ini lebih lemah lagi.

Kalaupun harus dimulai dari sini, kami siap! Meskipun ke depannya, jalan akan semakin berkelok. Legalisasi SOP baru, sungguh saya berharap itu terjadi. Kalaupun harus melalui FSI dan Senat Mahasiswa, melibatkan semua mahasiswa FKUI, tak kan mengurungkan niat ini. Sesulit apapun, kami hadapi. InsyaAllah..

Berilah kami kapasitas yang lebih untuk menjalankannya, Duhai Illahi...

Menunggu jawaban dari Bu X, dan sedang memikirkan jawaban untuk membalas sms Bu Dekan yang tiba-tiba malam ini.

Yang lemah di hadapanMu –Nurmita-

3 komentar:

nita prasasti mengatakan...

merinding mbak saya bacanya...subhanalloh sekali perjuangannya. Tetap berjuang ya kawan, semoga dimudahkan urusannya. Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (3:104)

Nurmita mengatakan...

nita, perjuangan belum berakhir.. :)
nantikan cerita saya selanjutnya..

ada konyol dan sedihnya, masih dalam proses juga, tapi insyaAllah akan ada akhir yang indah..
semangaat!

jagoanmertua mengatakan...

ngeri tenan en...

Posting Komentar