Pernahkah
kamu bermain dengan anak-anak? Terkhusus lagi, balita?
Pernah
mendengar, atau membuatnya menangis, lalu mampu mendiamkannya?
Berhasilkah?
Kalau dia
mampu kembali tersenyum padamu, rasanya puas, lalu merasa mampu menaklukannya.
Ya kan?
Untuk yang
satu ini, saya sendiri sempat merasa mati gaya. Bahkan hampir kehabisan akal
untuk mendiamkannya. Untuk yang satu ini, ‘Memeriksa Pasien Anak’.
Membangun
rapport yang baik pada awal pertemuan adalah kunci membangun kepercayaan dan
hubungan yang baik antara dokter-pasien. Namun agaknya, untuk pasien spesial
seperti mereka, perlu cara yang special pula untuk mendekatinya.
Menyampaikan
maksud hati yang ingin sekali berkata, “Tenanglah sayang, aku tak akan
melukaimu..”
Kenyataannya
tak semudah itu. Mereka hadir dengan keunikan yang beraneka rupa. Senyumnya,
tangisnya, tatapannya, sentuhannya, bahkan kata-kata yang terucap dari
mulutnya, menyimpan makna. Mungkin ‘periksa ke dokter’ adalah momen menyeramkan
bagi mereka. Apalagi kalau harus minum obat yang rasanya tidak enak itu. Hingga
seringkali, secerewet-cerewetnya mereka, seaktif-aktifnya mereka di luar sana,
bisa berubah menjadi kebalikannya ketika berhadapan dengan dokter. Karena dua
hal, pertama karena sedang sakit, kedua karena takut periksa ke dokter.
Tentunya hal
itu tak boleh menjadi alasan untuk seorang dokter untuk ‘menyerah’. Apalagi
untuk seorang dokter muda sepertiku, yang masih minim pengalaman dan minim
pengetahuan. Masih perlu anamnesis yang panjang dan pemeriksaan fisik yang
lengkap untuk menegakkan diagnosis.
Dimulai
dengan menyapa, mengajaknya berkenalan, menanyakan apa keluhannya, lalu
memintanya menunjuk bagian yang sakit. Kalau mereka mulai takut, mencoba
mengajaknya bercanda. Atau menanyakan tentang hal yang lain, kalau mereka sudah
lancar berbicara. Atau kalau belum bisa, beraksi sejenak. Dengan cara apapun.
Sesekali mereka diam, atau tetap saja ketakutan. Ibu dan ayahnya menjadi segala
sumber informasi. Dalam satu waktu, bisa tiba-tiba tersenyum dan ceria, tiba-tiba pula berwajah tersiksa. Kalau sudah benar-benar menangis tiada henti, hmm. Apa yang akan kamu lakukan? Jawabannya, "Teruskan saja." Sambil mencoba berbagai jurus dan daya tarik untuk menenangkannya. Hehe.
Kalau sedang periksa di poli, satu saja ada pasien yang
menangis, seluruh anak di ruangan itu bisa ikut menangis. Terbayang bagaimana
ramainya?
Yah, tapi
itulah tantangannya. Ketika harus mendapatkan data sebanyak-banyaknya, meskipun
dia –pasien kecil nan imut itu- meronta sejadi-jadinya. Itulah tantangannya.
Itulah serunya.
Thank you
dear, for giving me a lot of knowledges. My lovely little teachers. :)
0 komentar:
Posting Komentar