Sabtu, 19 Maret 2011

Pusaka kebaikan

Tidak ada orang yang sibuk di dunia ini, yang ada hanyalah mereka yang tidak bisa membagi waktu dengan baik.

Jadi, sepadat apapun jadwal kita, jalanilah dengan sabar dan syukur. Terkadang kita dihadapkan dengan situasi-situasi yang sulit di mana menuntut kita untuk menjadi seorang decision maker yang profesional. Putuskan! Mau semuanya tapi setengah-setengah atau satu tapi fokus?

Buatlah prioritas yang terbaik untuk diri kita, orang-orang di sekitar kita, dan apapun kewajiban kita. Pikir ulang manfaat dan meruginya, serta seberapa penting keberadaan kita di dalamnya.

Sadarilah kembali, ketika waktu kita terpakai untuk kuliah, kajian, atau beragam hal yang menyibukkan. Itu artinya waktu kita tidak terpakai sia-sia. Tapi coba renungi lagi, untuk hal yang bermanfaat atau sebaliknya.

Isn't right?

Saudariku, jangan terlalu banyak mengeluh. Itu yang sering saya lontarkan ketika mendengar teman-teman yang spontan mencetuskan keluhannya. Btw oh btw, saya memang senang mendengarkan keluhan orang lain. Hehe.
Sedikit materi...........

--00--

Rasulullah Muhammad Saw menyebutkan tiga hal yang menjadi pusaka kebaikan. Yang pertama adalah merahasiakan keluhan. Orang yang mencintai Allah atau orang yang sedang melakukan perjalanan kepada Allah adalah orang yang mencintai ketentuan dan ketetapan Allah yang diberlakukan kepadanya. Orang-orang seperti ini tentunya sangat mencintai kehidupannya, walaupaun ia adalah seorang fakir miskin. Menjadi Hamba Allah tidaklah cukup kalau hanya berbuat kebaikan, tetapi kita juga harus merahasiakan keluhan-keluhan kita kepada manusia. Bukankah kita masih memiliki Allah? Karena itu, maka mengeluhlah kepada Allah.

Sesungguhnya orang-orang yang mengumbar keluhan-keluhannya kepada manusia layaknya manusia yang tidak memiliki kepercayaan yang baik kepada Tuhannya. Jika ia mengakui Allah sebagai Tuhan yang tunggal, tentunya ia tidak akan berlari kepada makhluk lain yang kekuatannya terbatas. Sesungguhnya apa yang dapat diberikan manusia pasti dapat diberikan Allah, tetapi manusia belum tentu mampu memberikan kebaikan sebagaimana yang telah diberikan Allah. Merahasiakan keluhan menjadi pusaka kebaikan karena ketika kita melakukannya maka kita berada dalam takaran iman yang luar biasa. Hanya kekuatan iman saja yang mampu menguatkan seseorang dalam kelaparan tanpa berteriak atau mengemis pada manusia. Hanya dengan kekuatan iman pula seseorang mampu bertahan dalam kepayahan tanpa mengharapkan pertolongan saudaranya. Keyakinannya bahwa Allah tidak akan membiarkan dirinya kepayahan telah membawanya pada titik di mana setiap kepayahan, kesukaran maupun kelaparan adalah bagian kecil dari rencana besar Allah SWT untuk membahagiakan dirinya. Saat itu seseorang akan mampu menerima keadaan apapun dari Tuhannya tanpa mengeluh. Allah adalah Dzat yang Maha Baik, maka kepastian dan ketentuan-Nya pun pasti baik untuk seluruh makhluk-Nya. Karena itulah, ketika kita merasakan beban berat terhadap dunia ini, berlarilah kepada Allah. Disanalah setiap kebaikan dan keburukan akan berakhir. Allah pun bisa cemburu ketika hamba-Nya lebih suka menyampaikan kesedihannya pada hamba-Nya yang lain daripada kepada Dirinya yang kekal. Hal ini tidak terkecuali ketika kita sedang melakukan kebaikan.

Merahasiakan keluhan ketika melakukan kebaikan adalah sebuah energi besar yang akan mampu mendorong laju kebaikan kepada sasaran-sasarannya. Dan tentunya Allah akan membuat kebaikan ini menjadi kebaikan yang sangat besar bagi kita. Tetapi bayangkanlah kalau kita melandasi kebaikan-kebaikan kita dengan keluhan-keluhan kepada manusia. Maka bisa saja kebaikan kita akan terhenti d tengah jalan dan tidak mengenai sasaran yang kita kehendaki. Bisa saja orang lain akan berpikir kita tidak serius dengan kebaikan-kebaikan kita.

Pusaka kebaikan yang kedua adalah merahasiakan musibah. Orang-orang yang beriman biasanya lebih menyukai menyimpan duka dan musibah yang mereka alami. Sehingga dalam pandangan masyarakatnya mereka terlihat layaknya orang-orang yang selalu mendapatkan kesenangan dari Allah. Hal ini berbeda dengan manusia pada umumnya. Mereka apabila mengalami musibah biasanya lebih suka mengabarkan kepada orang lain tentang musibah tersebut, tentu saja dengan harapan mereka akan mendapatkan bantuan selekasnya. Orang-orang seperti ini bukanlah orang yang kuat menghadapi sedikit ujian dari Tuhannya. Kebiasaan untuk menunjukkan musibah kepada orang lain lambat laun akan menjadikan seseorang menjadi orang lemah dan memiki ketergantungan yang berlebihan kepada makhluk. Inilah yang sebenarnya tidak boleh melekat pada orang-orang yang beriman. Adanya musibah yang dialami manusia sebenarnya merupakan sarana agar manusia mendekatkan dirinya pada Sang Khalik, menyadari keterbatasannya sebagai makhluk dan kekuasaan Allah yang tidak terhingga. Hingga pada akhirnya seseorang akan menyadari musibah tersebut sebagai sebuah karunia yang luar biasa. Sesungguhnya ketika musibah tidak lagi dianggap sebagai musibah maka tidak perlu seseorang mengatakan dirinya terkena musibah. Karena pada titik tersebut musibah tidak tampak lagi sebagai sebuah musibah, melainkan terlihat layaknya sebuah nikmat yang luar biasa. Karena itu pula seseorang yang beriman selayaknya memandang sebuah musibah sebagai sebuah kesenangan dari Allah, karena kita tidak mengetahui apa yang dirahasiakan Allah SWT atas musibah tersebut. Saudara-saudara kita banyak yang memperoleh kekuatan luar biasa ketika mereka mampu meletakkan musibah tersebut menjadi rahasia dirinya dan Allah. Allah menjaganya dari segala sesuatu yang menyedihkan ketika orang lain berduka terhadap kehidupan yang menyesakkan mereka. Inilah penjagaan Allah yang tidak akan pernah dapat diberikan oleh makhluk-Nya.

Pusaka kebaikan yang ketiga adalah merahasiakan shadaqah (yang kita infakkan). Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ketika Tuhan menciptakan bumi diciptakanlah gunung sebagai pasak, sambil terheran-heran para malaikat bertanya: ‘Ya Tuhan! Apakah ada dari makhluk-Mu yang lebih keras dari gunung?’ ‘Ada, yaitu besi.’ Jawab Tuhan. ‘Adakah yang lebih keras dari besi?’ ‘Api.’ , jawab Tuhan. ‘Adakah yang lebih keras dari api?’ ‘Air’, jawab Tuhan. ‘Adakah yang lebih keras dari air?’ ‘Angin’, jawab tuhan. ‘Adakah yang lebih keras dari angin? Dijawab oleh Allah, ‘yaitu anak Adam yang memberi shadaqah dengan tangan kanannya, tidak diketahui tangan kirinya.’ Lalu bagaimana merahasiakan shadaqah dapat memilki kekuatan yang luar biasa dan mengapa pula disebut sebagai pusaka kebaikan? Rahasianya terletak pada kedekatan seorang manusia dengan Tuhannya. Sesungguhnya manusia yang mampu mendekati Tuhannya dengan jarak yang sangat dekat akan menjaga shadaqah maupun ibadah yang lain dari pengaruh manusia. Baginya tidak ada yang lebih baik kecuali shadaqah itu hanya diketahui dirinya dan Allah SWT. Karena ketika perbuatan baik itu (shadaqah) diketahui oleh orang lain, maka bukan tidak mungkin hatinya akan terjangkit penyakit ujub terhadap shadaqah tersebut.

Karena alasan itu pula orang-orang Islam pada jaman dahulu (salaf) berusaha menyembunyikan shadaqahnya dari pandangan orang lain. Sehingga diantaranya lebih suka memberikan shadaqahnya kepada orang-orang buta agar tidak dikenalnya, dan ada yang mengikatkan sedekahnya pada baju yang dipakai si miskin di kala tidur atau ditaruhnya di jalan yang dilalui orang fakir. Orang yang beriman selalu khawatir terhadap perbuatan baik yang mereka lakukan, apakah akan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan atau Allah akan melemparkan kebaikan itu ke wajah pelakunya karena terdapat setitik kesombongan yang berada di hatinya pelakunya. Memberikan shadaqah kepada orang lain harus dimulai dengan alasan yang baik, dikerjakan dengan motivasi yang baik, dan diakhiri dengan cara yang baik. Tidak jarang kita menemukan saudara kita yang memberikan shadaqah kepada fakir miskin dengan mengundang media elektronik maupun cetak. Lalu keesokan harinya berita mengenai shadaqah mereka tersebut dimuat di koran maupun ditayangkan di televisi dan tentu saja diketahui oleh banyak orang. Orang yang dekat kepada Allah pastinya tidak akan menyukai publikasi semacam ini. Karena cara seperti ini tidak akan mendekatkan dirinya kepada Allah, malainkan akan membuat pelakunya memiliki kecenderungan yang lebih besar kepada makhluk. Entah disadari atau tidak, perbuatan ini akan menjauhkan mereka dari Allah dan kebahagiaan abadi yang berada disamping-Nya.

--00--

Jadi, masihkah kita mengeluh? Dan merasa begitu lelah dengan semua ini? Sungguhkah kita merasa terlalu sibuk hingga mengabaikan kewajiban terpenting kita? Atau memang kita yang ingin dianggap sebagai orang sibuk hingga membuat orang-orang di sekitar kita takjub, atau merasa takut mendekat dan mengganggu kita?
Masih banyak orang yang lebih padat hari-harinya, lebih banyak tanggungjawabnya. Tapi mereka menikmatinya dan tak mengumbarnya, kecuali untuk dijadikan pelajaran.
Kita tiada sebanding, mungkin.

Semangatlah kawan!

Biarlah keikhlasan yang menjaga amal-amal kita, agar tiada sia-sia. Hanya Allah yang tau, apa yang akan membawa kita ke menuju hadapanNya.
Terus berbuat baik dan mengajak pada kebaikan! :)


yang akan terus berusaha menginspirasi

nurmita

1 komentar:

jagoanmertua mengatakan...

=)

aku yo tau dinasehati ngene iki karo konco ku sing neng elektro ui

Posting Komentar