Senin, 10 Januari 2011

Lika-Liku Riset Part 1

Buntu, jalan hampir buntu.

Tapi aku percaya, tak pernah ada akhir.

Betapa tidak menyedihkan? Hari ini, tanggal 10 Januari 2011, tepat satu bulan setelah aku berusia 19 tahun (lhoh??), aku diusir secara halus dari departemen F tempatku mengerjakan riset untuk skripsi. Bukan hanya aku, tapi kami berlima.

"Ya sudah, sekarang kalian rapikan semuanya. Terus bisa pulang", kata dokter D.

Flash back ke perjalanan ku waktu itu...

-ooo-

Desember, 2009

Saat aku bersemangat sekali untuk segera menuntaskan riset, yang akan menjadi skripsi. Aku tak ingin menunda-nunda. Di FKUI, mahasiswa S1 diberikan waktu hingga tingkat 4 untuk riset secara berkelompok. Alhamdulillah, saat itu aku dipertemukan dengan empat orang teman yang juga berniat untuk mencari topik riset secepatnya. Maksimal satu kelompok terdiri atas 5-6 orang. Karena sudah sevisi, tanpa ragu lagi aku menawarkan diri untuk menggenapi. Lengkaplah personel kami.

Lalu kami putuskan untuk mendatangi Departemen F. Berdasarkan penuturan salah seorang dosen di sana, ada banyak riset yang dilakukan dan waktu penelitiannya singkat. Dengan yakin dan mantap, kami sampai di sana.

"Maaf dok, kami mahasiswa tingkat 1, mau tanya. Apa di sini ada penelitian yang akan dikerjakan?" dengan polosnya, gaya maba.

"Wah, hebat ya. Masih tingkat satu sudah pengen riset," jawab dokter E.

Lalu dokter E tersebut menjelaskan panjang lebar mengenai proyek riset yang sedang dilakukannya. Beliau menerima kami untuk berperan serta dalam melaksanakan risetnya. Syaratnya tentu ada, kami harus menyusun proposal sendiri, lengkap dengan anggaran penelitian serta lampiran2. Dengan bekal ilmu yang sedikit, kami beranikan untuk mencoba.

Topik waktu itu, "Uji Kelasi Ekstrak Air Mangiferin terhadap Serum Penderita Thalasemia".

Kami setuju dan mengerti apa yang harus kami lakukan segera. Dengan 2 kontrol dan 5 perlakuan. 24 sampel darah penderita. Semua siap, tinggal dikerjakan.

Hampir tiap hari setelah kami terikat kontrak, kami ke departemen tersebut untuk berkonsultasi. Pembimbing sudah tersedia, ada dua. Dokter E dan Dokter D.

Mungkin saat itu, teman2 kami satu angkatan masih santai dengan perkuliahan. Kami adalah kelompok riset pertama di angkatan, yang pertama bergerak. Sampai suatu ketika, dokter E mengatakan sesuatu.

Intinya, penelitian tersebut terlalu mudah bagi kami. Takutnya, proposal kami hanya copasus (copy paste ubah sedikit) dari proposal dokter E. hehe. Benar juga.

Hingga kami ditantang, untuk melakukan riset lain yang sama sekali tak terbayang bagaimana prosedurnya. Tapi kami yakin bisa dan sanggup menjalaninya.

Topik pun berubah, "Uji Fitokimia dan Kadar Ekstrak Etanol Mangiferin dalam Mangifera foutida lour.

Menjelang libur tahun baru tahun lalu, aku putuskan untuk pulang. Karena saat liburan semester 1, waktu liburanku akan berkurang. Selama di rumah, aku mencari tinjauan pustaka untuk proposal. Kromatografi. Fitokimia. Apalah itu, aku sendiri tak mengerti.

Setelah libur, kami berlima kumpul dan merumuskan pembagian tugas. Masih ingat, waktu itu. Hampir setiap kuliah saya tertidur karena seringnya begadang menuntaskan proposal.

Dalam waktu seminggu, proposal jadi. That's tiring.

Kata teman2,"Kamu ngapain semalem en, ngantuk banget kayaknya."

"Iya ni, nglembur proposal."

"Proposal riset?"

"Iya, alhamdulillah udah dapet topik.." :)

"Wah, hebat..."

Dari percakapan2 itulah, teman2 mulai bergegas mencari topik riset di berbagai departemen di FKUI. Hingga ada satu kelompok yang bertanya, apa di departemen F masih ada topik. Kami tidak tahu, coba menyampaikan ke dokter E bahwa ada satu kelompok yang ingin riset di sana.

Dua minggu berlalu, tiba saatnya libur semester. Proposal sudah siap, sudah dikonsultasikan. Tinggal diedit sedikit2 sembari melakukan riset.

Sore itu, sms dari dokter E, selaku pembimbing pertama kami.

Kelompok teman kamu yang mau riset bagaimana? mereka bisa mengerjakan uji kelasi mangiferinnya.

Astaga, agak kaget juga. Kenapa mereka ditawarkan yang mudah, kami dihadapkan dengan yang lain? Tapi ya sudahlah, dengan modal La yukalifullahu nafsan ila wus'aha....

Bismillah!

Di hari senin, hari pertama libur. Kami mulai bersama kelompok teman kami.

Tentu ada bedanya. Dan itu sempat membuat kami iri berhari hari, berbulan bulan, bahkan setahun.

Kelompok teman kami dengan pembimbingnya yang begitu perhatian. Mereka hanya tinggal melakukan, dari step satu hingga step xxxx, sudah dituliskan, dijelaskan pula dengan rapih.

Sedang kami, dengan pembimbing kedua dokter D. Jangan harap mau dijelaskan, ditengok saja jarang. hiks.

Kami tak tahu, apa itu kromatografi. Bagaimana melakukannya?

Kami tak tahu, apa itu fitokimia. Bagaimana mengerjakannya?

Alat dan bahan, kami punya datanya. Tapi dapat dari mana dan bagaimana caranya, kami tak tahu. Sungguh tidak faham. Sedang kami tak pernah dibimbing.

Akhirnya, kami berusaha mencari semuanya sendiri. Memesan di departemen Biokim yang lengkap bahan2nya. Hari kedua, kami baru memperoleh bahan2. Seketika itu, kami lakukan. Seadanya. Apa yang tertulis di proposal, kami kerjakan. Mencampur berbagai bahan kimia lalu mereaksikan. Uji fitokimia tak begitu sulit. Sembari meriset, kami melirik-lirik kelompok sebelah. Duh, bahagianya mereka. J

Magnesium? Kami butuh Mg. FKUI kehabisan Mg. Jakarta juga kehabisan Mg. Sudah puluhan toko kimia dihubungi. Akhirnya, kami putuskan mendatangi departemen Kimia. Mungkin masih ada yang tersisa. Kami buka semua laci di lab, mereka sudah memberi izin untuk mencari. Tapi tidak juga ditemui Magnesium. Memang sudah habis.

Qodarullah. Allahu Akbar!

Saat membuka laci di sudut, kami melihat Mg melimpah ruah. Meskipun tersebar seperti pasir, tanpa wadah di dalam laci, kami berusaha mengaisnya. Mengeruk Mg sebisa mungkin. Mungkin sudah tercampur debu bertahun2 atau peninggalan Belanda. Hehe. Tapi tak apalah. Kami pulang penuh suka cita. Keringat ini menunjukkan bahwa kami berjuang keras. Tidak manja.

Tepat di hari keempat, hari Kamis. Uji fitokimia selesai.

Hari Jum’at, kami berusaha menuntaskan kromatografi. Tapi apa yang harus dilakukan, bingung tak karuan. Dengan interpretasi sendiri, kami mulai melangkah. Masih saja tak mengerti, harus bagaimana. Pembimbing kami pun tak mengerti. T.T

Alhamdulillah karena penjelasan Dokter E, kami mendapat sedikit pencerahan. Pagi hingga malam, kami bersabar menguji. Ba’da maghrib, halangan itu datang.

Alat rusak dan tidak dapat diperbaiki. Deg.

Perjuangan tidak mungkin dilanjutkan. Atas saran dari pembimbing, kami diizinkan pulang. Dan melanjutkan setelah masuk jika alatnya sudah ada. Alhamdulillah, sudah 50% berjalan. Setidaknya kami pulang, tidak dengan tangan hampa. Perjuangan sendiri, tanpa pembimbing. Keren kan??

Kelompok teman kami juga pulang, tapi bedanya. Mereka sudah hampir selesai.

Liburan semester usai, kami kembali ke departemen F. Alat masih rusak, kami terhambat. Masih menunggu dari internal departemen, bagaimana kelanjutannya. Akhirnya, kami coba dengan alat yang ada. Lebih sulit. Ibaratnya syringe ukuran 0,1 diganti dengan 0.5. Lebih banyak isi yang keluar bukan??

Hingga akhirnya, alat kedua pun rusak dengan kasus yang sama. Tersumbat. Tak ada harapan lagi. Dari hari ke hari kami mencari perkembangan, tapi ternyata alat tersebut sudah sulit ditemukan. Di toko-toko juga tak ada. Kami berusaha juga mencari alat alternatif yang bisa difungsikan sama ke departemen Biologi, Biokim, dll. Mereka tidak punya.

Ya sudahlah, kami gunakan alat seadanya. Pipet mikroliter nampaknya memungkinkan. Harapan kembali ada. Tapi ternyata, angin datang lagi. Dokter E mengatakan, bejana kromatografi yang kami gunakan itu kurang tepat. Harusnya menggunakan yang tinggi dan besar agar hasilnya lebih keliatan. Mana kami tahu. Kami harus mencari di mana?? Di Departemen F tidak tersedia, kawan.

Dengan modal selembar alamat Toko Kaca X dari Dokter E, kami bergerak. “Pesan saja nanti diganti”. Mudah sekali mengatakannya, dok.

Akhirnya kami mendesain sendiri bejana tersebut. Mulai dari modelnya, ukurannya, tutupnya, dan semua2nya. Kami hubungi toko kaca kerap jadi langganan Dokter E tersebut. Jauh sekali tempatnya, di Pulogadung. Tanya sana sini, kesasar sana sini. Sampai juga di toko tersebut. Kami memesan sesuai desain. Harapan itu ada lagi. Optimis. Tinggal menunggu dihubungi saja, kalau sudah ada.

Satu semester telah berlalu dengan lika-liku yang tak jelas rimbanya. Tiba waktunya libur semester 2.

Kami dipanggil oleh si Toko Kaca. Lagi lagi kaget, karena hasil tak sesuai yang direncanakan. Bejananya memang bagus, rapi, tapi lengkungan di tepi dasarnya membuat kami ragu. Memang bisa menggunakan yang seperti itu?

Sesuai dugaan, alat tersebut tak bisa digunakan. Kami kembalikan.

Harapan masih ada. Departemen Farmakologi punya bejana seperti yang kami perlukan. Tapi ukuran lebih besar dan tanpa tutup. Awalnya, kami masih mencoba cari alternatif tutupnya, ternyata tidak ada yang pas. Semuanya dapat ditembus, tidak kedap uap.

Setelah alatnya tersedia. Kami terhambat lagi. Kata Dokter E, prosedur kami ada yang salah. Terbentuk endapan saat pengerjaan, harusnya tidak begitu. Kami diarahkan sedikit demi sedikit lewat tatap mata. Tapi sekali lagi, Dokter E sibuk. Sering keluar kota bahkan keluar pulau. Sedangkan Dokter D, pembimbing kami tak pernah membimbing karena sama2 tak mengerti.

Allahu Rabbi, ingin menyerah saja diri ini.

Liburan semester 2, aku pun bolak- balik pulang. Dengan teknik baru yang kami gunakan, ternyata tetap tidak membawa hasil. Malah semakin buntu, bingung.

Tibalah mandat itu datang dari Dokter E, selaku pembimbing 1, yang dititahkan kepada Dokter D, selaku pembimbing 2 yang seharusnya mendampingi. Ganti topik riset saja, tak memungkinkan untuk tetap meneruskan.

Padahal, laporan hasil uji fitokimia telah selesai. T_T

Dan tahukah, apa judul baru kami??

"Uji Kelasi Ekstrak Air Mangiferin terhadap Serum Penderita Thalasemia"

Perlu diketahui, saat kami ganti judul. Sudah beberapa kelompok dari teman kami menyelesaikan risetnya dan tinggal membuat skripsi.


Memang benar, yang pertama mengawali bukan berarti yang pertama mengakhiri.

Perjuangan belum berakhir. J

------ Continue to Second Episode ------

0 komentar:

Posting Komentar