Sabtu, 06 November 2010
Awal perjuangan FKUI
Jumat, 27 Agustus 2010
Wajah Indonesia
Waktu itu, saya berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah, tepat di Hari Anak Nasional. Bersama teman-teman dari UI, universitasku tercinta. Transport utama kami, mungkin memang naik angkot. Sekali naik dari jalan besar Margonda, angkot 19. Dan sampailah kami di sana. Ternyata tak ada tiket gratis. Kami berjalan dari pintu gerbang menuju anjungan Maluku. Subhanallah, cukup panjang dan berliku. Ternyata keadaan di luar TMII tak serupa dengan dalamnya. Ramai sekali.
Ribuan anak berjajar di sepanjang jalan. Ada yang memakai seragam TK, ada yang SD, ada yang SMP. Tapi sayang, tak ada anak SMA maupun mahasiswa di sana. Mungkin karena sudah besar, jadi malu kalau ikut-ikutan. Mereka berjajar rapi. Sambil membawa bendera merah putih dengan ukuran bendera tujuh belasan, mereka bersorak senang. Oh, pantesan. Ternyata mereka menunggu Pak Presiden Republik Indonesia datang dan berharap bisa melambaikan tangan. Mobil-mobil dengan plat nomor berawalan RI, menjadi ciri khas bahwa mobil tersebut milik pejabat negara. Setiap ada mobil lewat, anak-anak pun berteriak, melambai-lambaikan tangan. RI 5, RI 2, RI3, dsb, entah punya siapa. Sedari tadi, posisi saya memang agak ke tengah jalan. Klakson mobil-mobil penting itu terdengar sebentar-sebentar. Hingga di saat mobil RI 1 lewat, saya pun terkesima. Wow, mana Pak SBY ya??
Eh, ternyata di dalam cuma ada supir. Entahlah, apa artinya Pak Presiden sudah lewat, atau mungkin itu baru gladi resik mobilnya. Tapi saya tidak berniat menceritakan perjalanan panjang nan amat berkesan waktu itu. Satu hal yang jadi catatan penting, bahwa menjadi minoritas memberi kebanggaan tersendiri. ^^
Saya sungguh kagum dengan wajah anak-anak tersebut, yang dengan setia menunggu dan berdiri sejak pagi. Dalam hati saya, “Inilah wajah Indonesia, dari sinilah masa depan itu ada.”
Iya, memang benar. Kalau waktu itu, mereka berjajar demi melambaikan tangan pada para pejabat negara. Entah sepuluh tahun, dua puluh, dan dalam hitungan yang tak terhingga, mereka lah yang akan menggantikan posisi penting itu.
Ada yang mengatakan, “Kalau kita ingin melihat orang, masa depannya akan seperti apa, lihatlah dia sekarang. Karena kita hari ini adalah cerminan kita ke depan.”
Benar juga. Saat itu saya tatap wajah anak-anak Indonesia. Mereka masih begitu polosnya, masih lugu dengan segala tingkahnya. Termasuk beruntung, karena mereka yang ada di sana masih dapat menimba ilmu di sekolah, masih berpendidikan. Hanya perlu polesan yang baik dari kedua orangtua serta saudara di rumah, insyaAllah mereka akan terarah dengan semestinya. Rumah memang madrasah terbaik.
Tapi mereka, yang ada di luar sana. Dari berbagai pelosok negeri. Tidak semuanya mendapat kesempatan untuk bersekolah, mengenyam pendidikan. Mereka mungkin bercita-cita, tetapi tidak tahu bagaimana cara untuk mencapainya. Sungguh, kasihan.
Sekarang, masuk ke topik permasalahan. Hehe. Prolognya terlalu panjang..
Lihatlah diri kita. Kita bersekolah, berpendidikan. Pernahkah kita merenungi dan berpikir bahwa betapa beruntungnya kita. Bahwa betapa bahagianya kita. Mendapat ilmu, yang nantinya akan berguna bagi bangsa.
Mahasiswa Indonesia. Kalian lah tonggak kejayaan bangsa.
Kalau sedari tadi saya membahas anak-anak, memang merekalah generasi mendatang, generasi pembaharu yang akan menciptakan kesejahteraan merata di Indonesia, kelak.
Tapi tahukah kalian? Bahwa mereka masih jauh berada di bawah kalian. Dan kitalah yang akan menjadi contoh bagi mereka. Karena kita adalah GENERASI SEKARANG.
Sudahkah kita bersiap untuk kewajiban-kewajiban besar yang menggantung di pundak kita?
Masihkah kita bermalas-malasan?
Sungguh, saya sendiri kecewa ketika melihat diri saya bermalas-malasan. Saya juga kecewa ketika belajar dengan rasa terpaksa. Saya kecewa melihat langkah saya menuju kampus yang seolah tak bertujuan. Saya kecewa dengan niat bolos kuliah yang tak beralasan. Saya kecewa dengan ungkapan sok sibuk yang terkadang membuat diri ini merasa tak punya waktu untuk belajar, membagi waktu dengan baik. Saya kecewa ketika kewajiban untuk beribadah, kewajiban untuk berbakti kepada orang tua, dan semuanya terlalaikan oleh ini dan itu. Semuanya harus terpenuhi, harus seimbang.
Hati saya tergerak dengan sebuah percakapan singkat seorang teman:
“Hari gini bolos, Indonesia sudah maju bung.”
“Indonesia maju, tapi rakyatnya masih tertindas.”
“Kalau rakyat tertindas, itu karena kita menindas diri kita sendiri. Ayo tunjukan dengan menjadi mahasiswa yang baik.”
Gimana ada sejarahnya, ingin maju tapi tak ada usaha untuk berbenah. Lihatlah ke dalam diri kita, tak perlu lihat yang terlalu luas. Kalau kita saja masih seperti ini, bagaimana dengan rakyat Indonesia yang lainnya?
Skema pembagian era yang dibuat oleh Daniel. H. Pink dalam bukunya “A Whole New Mind”, terbagi menjadi:
Indonesia masih terbatas pada dua era terbawah, yakni agrikultur dan industri. Sedangkan di negara-negara barat, negara-negara maju telah meninggalkan era agrikultur dan industri menuju era penuh informasi dan pengetahuan, serta konseptual yang merumuskan berbagai ide jenius. Tanggung jawab kita adalah belajar sungguh-sungguh agar ilmu kita dapat bermanfaat untuk mengangkat derajat Indonesia di mata dunia. Hingga kita tak perlu lagi impor barang atau teknologi dari luar, karena di negara kita pun semuanya tersedia dan tercukupi.
Mahasiswa Indonesia, masa depan di tangan kita. Akan jadi apa Indonesia, itulah yang harus kita pikirkan. Tak harus jadi pejabat, tapi semua elemen penting di negeri ini kelak akan menjadi ladang-ladang kita. Ladang untuk belajar, beramal, dan beribadah.
Oleh karena itu, marilah kita mulai dari hal kecil yang ada di depan mata kita. Tak peduli mahasiswa dari fakultas atau jurusan apa, karena kita satu. Galilah ilmu sebanyak-banyaknya di bidang masing-masing. Carilah pengalaman sebanyak-banyaknya dalam berbagai aspek, baik aspek sosial dan kemasyarakatan, kesehatan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, semuanya.
Kontribusi kecil yang kita berikan akan membawa dampak besar bagi rakyat Indonesia.
Kita lah intelek muda, cendekiawan yang dinanti oleh para pendahulu kita. Sungguh, bukan karena kita pandai atau hebat, tapi semata-mata karena kita lah yang terpilih untuk memimpin bangsa ini!
Sedikit mengenang saat saya bersama seluruh mahasiswa UI angkatan 2009, menyanyikannya bersama di balairung. Menggelegar, semoga dapat terwujud, suatu saat nanti..
Kepada para mahasiswa, yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan, di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban, yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta
Dengan tangan mengepal, inilah janji. Bahwa kita harus terus berusaha, memberikan kontribusi, mempersembahkan yang terbaik bagi Indonesia.
Ada beragam jalan, semuanya luar biasa.
Lakukanlah dengan caramu sendiri
Bagaimanapun kita tetap Anak Indonesia, yang bebas berkreasi dan berkarya asal masih dalam batas yang sewajarnya
Demi mimpi yang sama, Indonesia Tersenyum. :)
Rabu, 11 Agustus 2010
Hukum Kekekalan Energi dan Massa
Seusai sholat tarawih.
Terinspirasi dari khotbah ba'da isya' tadi yang mengulas sedikit mengenai hukum kekekalan energi dan massa.
Hukum Kekekalan Energi
Hukum Kekekalan Energi (Hukum I termodinamika) berbunyi: “Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan (konversi energi)”.
Hukum Kekekalan Massa
Hukum kekekalan Massa dikemukakan oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) yang berbunyi: ”Dalam suatu reaksi, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”, dengan kata lain massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Artinya selama reaksi terjadi tidak ada atom-atom pereaksi dan hasil reaksi yang hilang.
Energi yang ada dalam diri kita terhubung dengan energi-energi yang ada di alam semesta. Semuanya merupakan rangkaian sistem yang saling mempengaruhi dan berlaku kesetimbangan dalam segala aspeknya.
Percaya atau tidak, kita memiliki energi yang mempengaruhi internal diri kita, bahkan sampai ke eksternal. Energi yang kita serap, sedikit atau banyak akan selalu menyesuaikan dengan kondisi sekitar. Baik dalam fungsi fisik meliputi fisiologi tubuh seperti bernafas, makan, minum, tidur, dsb. Juga berkaitan dengan fungsi akal dan hati, seperti berpikir, merasakan, merenung. Apapun yang terjadi dalam aktivitas kehidupan kita melibatkan energi yang akan terus kekal, dalam jumlah yang sama di alam semesta.
Bulan Romadhon ini menjadi peluang besar bagi kita untuk menyeimbangkan energi tubuh. Seperti yang kita ketahui, tubuh kita terdiri atas tiga buah rongga. Rongga kepala, rongga dada, dan rongga perut. Dalam kondisi normal, ketiganya akan berfungsi secara seimbang. Dalam kondisi tidak normal, misalkan saat kesehatan terganggu, kesetimbangan ini pun tetap berjalan dengan baik, saling melengkapi dan mengisi.
Saat kita mengalami inflamasi, tubuh kita akan beradaptasi. Contoh kecilnya adalah mekanisme peradangan saat kita terluka. Jika tergores pisau, akan muncul respon peradangan dari dalam tubuh. Meliputi perubahan vaskular dan seluler, yang dipelajari lebih detail pada materi patologi kedokteran. Rentetan bertingkat dari kejadian inflamasi ini diintegrasikan oleh pelepasan mediator-mediator kimiawi. Dan akan memunculkan lima tanda lokal klasik inflamasi akut, yakni panas (kalor), merah (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan kehilangan fungsi (functio laesa). Mekanisme ini sangat rumit dan unik. Pada akhirnya, respon ini akan mengembalikan fungsi bagian tubuh yang terluka melalui proses regenerasi dan repairing yang sangat amat sempurna.
Itulah contoh kecil kesetimbangan dalam tubuh yang sakit.
Kembali lagi pada fungsi tiga rongga. Rongga kepala, berisi ribuan organ yang cukup fatal fungsinya. Organ utama adalah otak yang membuat kita dapat berpikir dan selalu menggunakan akal dalam berbuat dan bertindak. Rongga dada, berisi organ-organ penting dalam keberlangsungan hidup manusia, sedetik saja tak berfungsi, nyawa taruhannya. Rongga perut, berisi organ-organ pencernaan yang berperan juga dalam fungsi biologis, merupakan organ utama yang akan menyuplai makanan ke seluruh bagian tubuh.
Saat bulan-bulan selain bulan Ramadhan, tiga rongga tersebut bekerja sesuai porsinya. Kita makan tiga kali sehari. Berpikir saat sekolah atau bekerja. Diiringi aktivitas jantung dan paru-paru. Sekali lagi, seimbang. Namun, saat bulan puasa ini, ada sedikit perubahan yang berpengaruh besar dalam memaksimalkan potensi diri kita. Seperti yang kita tahu, aktivitas puasa sebulan penuh ini memaksa kita untuk mengosongkan isi rongga perut, atau mengurangi jatahnya jika dibandingkan dengan kondisi kita saat tidak berpuasa. Tentu ada bedanya bukan?
Nah, inilah yang menjadi kesempatan besar bagi kita, terutama generasi muda untuk mengoptimalkan potensi dua rongga yang lain. Kalau menurut saya pribadi, tiga rongga itu dapat diidentikkan dengan aktivitas akal, psikis, dan fisik. Akal terwakili oleh rongga kepala, psikis terwakili oleh 'hati' dalam rongga dada, serta fisik yang terwakili dengan rongga perut. Karena kita butuh makan untuk bergerak.
Dua potensi itu adalah untuk memperbesar kapasitas akal dan hati kita. Percaya atau tidak, saat puasa, diri kita akan tetap menjalankan keseimbangan dengan memperkuat fungsi akal dan pikiran, serta meningkatkan fungsi hati. Oleh karena itu, sungguh suatu hal yang sia-sia jika kita tidak mempergunakan kesempatan yang luar biasa tersebut untuk memperdalam ilmu, menambah kekayaan akal dan hati untuk senantiasa lebih baik. Alangkah sayangnya, waktu yang kita miliki demi menunggu waktu buka tersebut, kita gunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Seperti tidur. Tidur merupakan salah satu cara tubuh untuk menyeimbangkan kondisi perut kita yang kosong. Tapi, bukankah kerugian besar kita waktu kita habis untuk tidur dan bermalas-malasan?
Jangan jadikan alasan berpuasa untuk mengurangi jatah atau kewajiban kita yang lainnya. Bersemangatlah untuk belajar, membaca buku, membaca Al Qur'an, menghafalkan ayat, dan segudang aktivitas lain, diiringi dengan hati yang ikhlas dan tulus, mengharap ridho Allah. Dengan demikian, kesetimbangan dalam tubuh kita akan berjalan dengan lebih potensial. Tingkatkan kapasitas kita, untuk melakukan serangkaian tugas dan kegiatan tambahan selama bulan Ramadhan ini. Membangun diri, itulah yang perlu kita lakukan. Bulan Ramadhan adalah sarana untuk memperbaiki diri, sebagai bekal untuk menghadapi dan menjalani hari-hari dalam sebelas bulan ke depan. Hingga akhirnya, Allah mempertemukan kita kembali dengan bulan Ramadhan tahun berikutnya, InsyaAllah... :)
Semangat! Semangat!
Saya ulang lagi, bahwa hukum kekekalan energi dan massa ini, menunjukkan bahwa dunia dan alam semesta ini merupakan suatu sistem yang tertutup, di mana perubahan-perubahan di dalamnya tidak mempengaruhi jumlah energi dan massa. Perubahan jumlah manusia, hewan, tumbuhan, bumi dan planet-planet lainnya, hanyalah merupakan perpindahan bentuk energi dan massa dari bentuk satu ke bentuk yang lainnya.
Pengetahuan ini menunjukkan bahwa diri kita selalu terhubung ke semua bentuk energi dan massa yang ada di dalam diri kita, di lingkungan kita, sampai tingkat ke alam semesta. Tubuh kita merupakan bagian dari rangkaian sistem energi dan massa yang mengisi jagat raya ini. Tubuh kita adalah simpanan atau kandungan dari materi dan energi.
Ada fenomena unik, menjelaskan tentang energi dan kekuatan pikiran yang dapat menimbulkan serangkaian energi. Mekanisme ini belum mampu diurai secara ilmiah.
-oo-
Contoh ini bukan pengalaman saya, saya mendapatkannya dari sebuah sumber.
“Suatu saat saya pernah diajari teman saya tentang kekuatan fokus pikiran, kemudian saya praktekkan ketika saya berada pada sebuah perjalanan di pesawat, saya fokuskan pandangan saya pada sesorang, yang duduk beberapa baris di depan saya. Kemudian saya gunakan fokus pikiran saya pada orang itu, agar orang itu menoleh kepada saya. Beberapa saat kemudian orang tersebut benar-benar menoleh pada saya dan tersenyum.”
Saya sempat tertegun dan takjub.
Kekuatan fokus pikiran tersebut relatif mudah dipraktekkan dan dibuktikan, namun meninggalkan pertanyaan tentang dasar ilmiahnya. Karena belum ada teori ilmiah yang menerangkan hal itu.
-oo-
Apa yang kita lakukan, pikirkan dan ucapkan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi system yang ada di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Dan sangat mempengaruhi pencapaian-pencapaian diri kita dalam hidup ini. Pergunakan dengan baik dan bijaksana energi yang ada, baik dalam tubuh kita, lingkungan kita, maupun seluruh energi yang tersimpan dan terjaga rapi dalam jagad raya. Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, dengan sebaik-baiknya.
Manusia, sebagai khalifah di bumi, bertugas menjaga dan mengoptimalkan semua itu, agar kelak di hari kiamat dapat mempertanggugjawabkan dengan baik apa yang sudah dilakukan di dunia ini.
Allahu akbar! Subhanallah! Bagaimana semuanya dapat terjadi, itu yang perlu kita cari dan pahami.. :)